Istana Tepis Pakai Strategi Herd Immunity Atasi Corona

CNN Indonesia
Rabu, 13 Mei 2020 17:50 WIB
Petugas kesehatan melakukan tes cepat (rapid test) COVID-19 kepada warga yang mengikuti kegiatan keagamaan beberapa waktu lalu di Gowa, Sulawesi Selatan di Sport Centre Kabupaten Gorontalo, Gorontalo, Jumat (10/4/2020). Pemerintah setempat melakukan rapid test kepada 60 warga usai pasien pertama dinyatakan positif COVID-19 setelah kembali dari kegiatan tersebut. ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/pras.
Istana Kepresidenan menepis memakai strategi herd immunity dalam mengatasi virus corona. Ilustrasi. (ANTARAFOTO/Adiwinata Solihin)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tenaga Ahli Utama Kepala Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian menepis pemerintah memakai strategi herd immunity alias kekebalan kelompok untuk mengatasi pandemi virus corona (Covid-19).

Herd immunity merupakan kondisi saat sebagian besar orang dalam suatu kelompok memiliki kekebalan terhadap penyakit infeksi tertentu.

"Kita tidak bicara herd immunity. Dalam dua minggu ke depan harus dilakukan segala cara untuk menurunkan atau melandaikan kurva corona," ujar Donny saat dihubungi, Rabu (13/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Donny, pemerintah saat ini tengah fokus melandaikan kurva corona secara bertahap. Hal ini dilakukan dengan tes masif untuk mengetahui puncak lonjakan kasus positif corona.

Setelah kurva landai, pemerintah baru akan mengambil kebijakan lain dalam mengatasi dampak virus corona, termasuk dengan melonggarkan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

"Begitu penurunan, baru akan dibuka bertahap. Kalau herd immunity kan semua dibebaskan. Kalau kita dibuka secara bertahap dan protokol kesehatan tetap dilakukan dengan ketat," katanya.

Donny menyebut masyarakat juga tak langsung berkerumun dan melakukan kontak fisik dengan kebijakan bertahap nanti. Menurutnya, masyarakat harus tetap mengikuti protokol kesehatan meski PSBB dilonggarkan.

"Sehingga tidak mungkin orang tiba-tiba berkerumun, gerombol, kontak fisik, ada (protokol) yang harus diikuti yang disebut new normal itu," jelasnya.

Wacana pelonggaran sendiri, lanjut Donny, baru akan dilakukan apabila kurva kasus corona sudah melandai secara konsisten 14 hari berturut-turut. Sementara saat ini kondisinya masih sangat beragam di setiap daerah.

"Kami juga belum melihat kasus ini secara utuh karena tes belum banyak. Jadi kami sekarang gencarkan tes PCR supaya kami punya gambaran berapa kasus positif di Indonesia. Nanti kami tahu peak-nya, setelah melandai baru kita bicara soal pelonggaran," tuturnya.

Sebelumnya, ahli epidemiologi dan biostatisik, Iqbal Elyazar, mengatakan strategi herd immunity merupakan cara yang berisiko dalam mengatasi pandemi virus corona di Indonsia.

Iqbal berpendapat penanganan virus corona tak bisa hanya mengandalkan pada imunitas atau kekebalan tubuh semata. Terlebih lagi jika pasien-pasien tersebut merupakan kelompok rentan.

Menurutnya, saat ini pemerintah perlu memperketat penerapan PSBB untuk melindungi kelompok usia rentan dari virus yang dibawa oleh Orang Tanpa Gejala (OTG). PSBB masih belum dilakukan secara serempak. Padahal angka kasusnya terus bertambah setiap harinya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menentang strategi herd immunity yang diterapkan sejumlah negara untuk mengatasi pandemi virus corona. Cara ini dinilai berisiko diterapkan sepanjang belum ada vaksin untuk corona. (psp/fra)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER