Jakarta, CNN Indonesia -- Tonin Tachta Singarimbun, kuasa hukum terdakwa kepemilikan senjata api ilegal dan peluru tajam,
Kivlan Zen, mengatakan Undang-undang (UU) Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api yang dijeratkan ke kliennya merupakan kepentingan pemerintah.
Hal ini disampaikan Tonin melihat skenario yang diungkapkan secara terbuka oleh Wakil Direktur Kriminal Umum (Wadirkrimum) Polda Metro Jaya, AKBP Ade Ary Syam Indradi pada pertengahan tahun lalu. Saat itu, dalam konferensi pers di Kantor Menkopolhukam ditayangkan senjata, peluru, dan testimoni tersangka H. Kurniawan, Tahjuddin, dan Irfansyah.
Pokok dari testimoni itu adalah masing-masing dari mereka menyebut nama Kivlan, sehingga keterkaitan mantan Pangkostrad itu dengan kepemilikan 4 pucuk senpi dan 117 peluru tajam telah diumumkan sebelum pengadilan memeriksanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
"Dengan penjelasan dan fakta kejadian di atas maka benar adalah kepentingan UU Darurat Nomor 12 tahun 1951 (dijerat ke Kivlan) adalah untuk kepentingan pemerintah," kata Tonin dalam surat permohonan uji materi yang diterima
CNNIndonesia.com, Rabu (13/5).
Lebih spesifik, Tonin menilai norma dalam Pasal 1 ayat (1) UU Darurat tersebut sebetulnya rumit dan multitafsir. Menurut dia, norma di dalam Pasal 1 ayat (1) UU Darurat tidak mencerminkan sebagai negara hukum karena maksud frasa "memasukkan ke Indonesia atau mengeluarkan dari Indonesia" sepatutnya telah diatur oleh norma lain tersendiri.
"Dengan demikian sebagai negara hukum maka ketentuan dalam membuat suatu norma sepatutnya memenuhi ketentuan bahasa yang mudah dimengerti dan tata bahasa Indonesia yang benar," ujarnya.
Untuk diketahui, Kivlan Zen mengajukan permohonan uji materi ini terkait statusnya sebagai terdakwa dalam kasus penyelundupan senjata api dan pelaksanaan sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat masih ditunda karena alasan kesehatan.
Ia didakwa atas kepemilikan senjata api (senpi) ilegal dan peluru tajam dengan melanggar Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 12/drt/1951 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 12/drt/1951 jo Pasal 56 ayat (1) KUHP.
Ia pun menggugat ketentuan Pasal 1 Ayat 1 UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan perkara itu tercatat dengan nomor 27/PUU-XVIII/2020.
Ada pun bunyi Pasal 1 ayat (1) UU Darurat Senjata Api sebagai berikut:
"Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun".
(osc/ryn/osc)
[Gambas:Video CNN]