LPSK Sebut Penyelesaian Kasus HAM Berat Temui Banyak Kendala

CNN Indonesia
Kamis, 14 Mei 2020 02:04 WIB
Psikolog Livia Iskandar ketika ditemui CNN Indonesia di kawasan Semanggi, Jakarta Selatan (2/3).
LPSK menyebut salah satu kendala dalam penyelesaian kasus HAM berat adalah keluarga korban yang tidak berani melapor karena takut diancam. (CNN Indonesia/ Endro Priherdityo).
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Livia Iskandar mengatakan banyak kendala yang dihadapi dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi pada masa lalu, terutama tragedi kerusuhan Mei 1998 yang memakan banyak korban dari kalangan mahasiswa.

Kerusuhan yang terjadi pada 12-15 Mei 1998 bermula dari aksi demonstrasi mahasiswa Trisakti sebagai bentuk penolakan pengangkatan Presiden Soeharto yang ketujuh kalinya dalam Sidang Umum MPR RI. Dalam demonstrasi itu, 4 mahasiswa Trisaksi dinyatakan meninggal.

Kemudian pada 13-15 Mei 1998 terjadi problem rasial yang menimbulkan banyak korban dari etnis Tionghoa. Kerusuhan ini diperkirakan telah menewaskan dari seribu orang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Livia, masih banyak keluarga penyintas yang belum melaporkan dirinya ke LPSK untuk mendapatkan bantuan perlindungan. Ia menduga hal ini keluarga penyintas mendapatkan ancaman sehingga tidak berani membawa kasus ini ke ranah hukum.

"Pelanggaran HAM berat pada 1998 adalah salah satu tindak pidana yang menjadi prioritas kami (LPSK), banyak keluarga korban yang belum berani melaporkan ke LPSK karena tendensi ancaman, untuk itu kami menggunakan berbagai medium untuk melapor," ujar Livia melalui video conference, Rabu (13/5).

Kendala lain yang dihadapi LPSK dalam menangani kasus kekerasan seksual yang terjadi baik pada masa lalu maupun hari ini adalah penanganan proses hukum yang lamban.

LPSK bersama Komnas Perempuan menyesalkan bahwa proses hukum menjadi sangat lamban dalam kasus kekerasan seksual yang melibatkan pejabat publik sebagai pelaku.

"Kemajuan penyelidikan masih bersifat parsial dan adhoc sehingga tidak memperbaiki kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan kriminal, terutama menyangkut tindak kekerasan terhadap perempuan," jelasnya.

Karenanya, LPSK menyarankan pemerintah dan DPR RI mempercepat reformasi hukum pidana, khususnya mengesahkan RUU Kekerasan seksual, RUU KUHP dan KUHAP.

"Kementerian dan lembaga terkait bisa memperkuat sistem perlindungan dan dukungan baik korban dan saksi, memberikan fasilitas dan mengatasi hambatan legal," imbuhnya.

Sebagai informasi, saat ini, LPSK melindungi 925 korban pelanggaran HAM. (mln/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER