Bandung, CNN Indonesia -- Pemerintah, utamanya Kementerian Agama (
Kemenag), tak membakukan ketentuan apakah
salat Idul Fitri dilarang dilakukan di masjid/lapangan atau tidak di tengah pandemi virus corona (
Covid-19). Sejauh ini diketahui hanya imbauan kepada masyarakat agar salat pada 1 Syawal 1441 H nanti dilakukan di rumah.
Di satu sisi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat telah mengeluarkan fatwa bahwa untuk daerah-daerah dengan tingkat paparan corona tinggi hukumnya boleh melaksanakan salat Idul Fitri di rumah.
Menyikapi hal tersebut, MUI Provinsi Jawa Barat pun berharap pemerintah segera melakukan kajian sekaligus menerbitkan wilayah mana saja yang terkendali virus corona (Covid-19). Hasil kajian tersebut akan berdampak pada tata laksana salat Idul Fitri 1441 H.
"Kami dari MUI berharap pemerintah segera melakukan kajian dan mengumumkan wilayah mana saja yang terkendali, sehingga masyarakat tenang dan tidak kebingungan untuk mengetahui boleh atau tidaknya melaksanakan salat Idul Fitri di lapangan, masjid," kata Ketua MUI Jabar Rahmat Syafei dalam jumpa pers di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (14/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rahmat menyatakan salat Idul Fitri dapat dilaksanakan berjamaah maupun sendiri (
munfarid) di tengah pandemi virus corona. Itu merujuk pada Fatwa MUI Nomor 28 Tahun 2020 tentang Panduan Kaifiat Takbir dan Salat Idul Fitri saat Pandemi Covid-19.
Menurutnya, umat Islam dapat menggelar salat Idul Fitri berjamaah di masjid atau tempat terbuka apabila berada di kawasan yang tren kasus Covid-19 melandai dan menerapkan kebijakan pelonggaran aktivitas sosial, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
"Yang memungkinkan terjadinya kerumunan berdasarkan ahli yang kredibel dan amanah, maka salIdul Fitriitri dapat dilaksanakan dengan cara berjamaah di tanah lapang, masjid, musala, atau tempat lain," ujarnya.
Sedangkan, umat Islam yang berada di zona merah Covid-19 atau tren kasus belum melandai, dapat melaksanakan salat Idul Fitri di rumah, baik berjamaah maupun sendiri. Adapun syarat salat Idul Fitri berjamaah di rumah, kata Rahmat, minimal empat orang.
"Jadi salat Idul Fitri itu tidak dilarang, hanya ada syarat untuk wilayah tertentu. Mudah-mudahan sembilan hari lagi ke depan kondisi Covid-19 menurun. Terkendali dan tidaknya tetap diserahkan kepada para ahli. Tadi disebutkan menunggu kajian," tutur Rahmat.
Meski demikian, Rahmat menyarankan agar salat Idul Fitri kurang dari empat orang dilakukan secara
munfarid.
"Kalau
munfarid di rumah, tidak harus ada khotbah tidak harus dikeraskan bacaan salatnya," katanya.
 Warga binaan mengikuti salat Idul Fitri berjemaah di lapangan Lapas Klas IA Sukamiskin Bandung, Jawa Barat, 15 Juni 2018. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa) |
Soal tata cara takbir, Rahmat menuturkan di tengah pandemi Covid-19, gema menyambut hari kemenangan itu dapat dikumandangkan pengurus masjid. Sementara masyarakat, dapat mengumandangkan takbir di rumah, dan tidak perlu berkerumun atau keluar rumah.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyatakan akan mengumumkan daerah mana saja yang terkendali virus corona berdasarkan hasil evaluasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tingkat provinsi pekan depan.
Dari evaluasi tersebut akan jelas daerah mana saja yang bisa melaksanakan salat Idul Fitri secara berjemaah.
Sebelumnya, saat dikonfirmasi kembali
CNNIndonesia.com Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Kamaruddin Amin mengatakan sikap institusinya masih sama. Kemenag mengimbau masyarakat di seluruh wilayah Indonesia untuk menjalankan salat Idul Fitri di rumah masing-masing di tengah pandemi Covid-19 ini.
Walaupun tak menutup kemungkinan masyarakat yang berada di zona hijau pandemi virus corona (Covid-19) bisa melaksanakan Salat Idul Fitri di tempat umum. Tapi, kata Kamarudin, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk menggelar Salat Id seperti biasa. Salah satunya jaminan dari pemda ataupun ahli.
"Secara umum begitu [mengimbau masyarakat salat Idul Fitri di rumah], kecuali kalau ada pemerintah daerah yang menggaransi, misalnya di desa-desa, di kampung-kampung, seperti fatwa MUI begitu," kata Kamaruddin saat dihubungi, Kamis (14/5).
"Bahwa di situ sama sekali tidak ada [positif Covid-19], ya boleh saja melaksanakan Salat Id [di masjid dan/atau lapangan], misalnya," sambungnya.
Sementara itu, sejauh ini per Kamis (14/5) jumlah pasien terkonfirmasi positif Covid-19 di Jabar bertambah sembilan kasus sehingga totalya kini jadi 1.565 orang.
Jawa Barat masih menempati urutan ketiga penyumbang Covid-19 setelah DKI Jakarta dengan 5.588 kasus dan Jawa Timur dengan 1.863 kasus.
Sementara itu untuk pasien sembuh, berdasarkan data di situs pantau pikobar.jabarprov.go.id pukul 22.13 WIB, terdapat tambahan dua orang sehingga kini totalnya menjadi 242 . Sedangkan, angka kematian akibat virus ini menjadi 99 orang setelah bertambah satu orang.
Sebelumnya, pada Rabu (12/5), jumlah kasus positif virus corona berada di angka 1.556 orang. Dari jumlah tersebut, 237 sembuh dan 98 meninggal dunia.
Sementara itu per Kamis, pada kategori pasien dalam pengawasan (PDP) totalnya menjadi 7.143 orang. Sebanyak 2.516 di antaranya masih dalam proses pengawasan, dan 4.627 telah selesai diawasi.
Sedangkan kategori orang dalam pemantauan (ODP) jumlah total 44.814 orang. Rinciannya, 37.856 telah selesai pemantauan dan 6.958 masih dalam pemantauan.
Situs Pikobar juga sudah memperbarui data jumlah orang yang telah menjalani Rapid Diagnostic Test (RDT) atau test diagnostik cepat. Saat ini, tercatat 106.554 orang menjalani
rapid test. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.940 berstatus reaktif.
Sementara pada kategori orang yang menjalani tes PCR di Jabar jumlahnya sebanyak 8.290 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.350 di antaranya positif Covid-19.
Data di Pikobar sinkron dengan data pemerintah pusat. Secara nasional, per Kamis, jumlah terkonfirmasi virus corona mencapai 16.006 kasus. Dari jumlah itu, 3.518 sembuh dan 1.043 wafat.
(hyg/kid)
[Gambas:Video CNN]