Jakarta, CNN Indonesia -- Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman, mengklaim bahwa tingkat kepercayaan publik atau
trust terhadap pemerintah tinggi semasa pandemi
Virus Corona (Covid-19). Ia pun mengaku kebijakan-kebijakan antar-lembaga tetap sinkron.
"Sebenarnya
trust kepada pemerintah itu kan menjadi sangat tinggi, berdasarkan kepemimpinan yang sudah dibangun di masa krisis. Jadi pemerintah menyadari bahwa ini krisis," kata Fadjroel dalam sebuah diskusi daring di Jakarta, Senin (18/5).
Menurut dia, pemerintah diharuskan untuk memberikan respons yang sangat cepat dan juga terbatas selama menghadapi krisis Covid-19 ini. Oleh sebab itu, terkadang kebijakan yang dihasilkan tidak bisa dilihat secara holistik atau secara menyeluruh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam kondisi seperti inilah, seakan-akan ada masih [kebijakan] yang tidak sinkron. Sebenarnya tidak, semua sudah teratur," lanjut Juru Bicara Presiden itu.
Dia menjelaskan bahwa Presiden mengedepankan lima aspek kepemimpinan selama menghadapi pandemi Covid-19. Salah satunya, kata dia, adalah terkait dengan penegakan tata kelola pemerintahan yang baik atau
good governance dalam pengambilan kebijakan.
"Sehingga semua tindakan dalam penanganan Covid-19 walaupun responsnya harus segera, tapi pemerintah tetap menjaga yang namanya
good governance," lanjut dia.
 Foto: CNN Indonesia/Timothy Loen |
Dia pun menegaskan bahwa Presiden dalam memimpin penanganan Covid-19 di Indonesia pun selama mengedepankan sikap
institutional leadership, sehingga terdapat sinkronisasi dan juga koordinasi antara kementerian/lembaga, termasuk juga pada Gugus Tugas Covid-19.
Presiden, kata dia, menekankan bahwa setiap kebijakan harus seirama sebelum sampai kepada masyarakat.
"Semua kegiatan yang terkait menghadapi Covid-19 itu harus satu nafas, satu mata, satu nafas yaitu dari Presiden kepada Gugus Tugas, kepada jubir, sampai ke masyarakat," lanjutnya.
Survei sendiri memperlihatkan hasil beragam. Center For Social Political Economic and Law (CESPELS) pada 21 April hingga 3 Mei menyatakan sebanyak 45 persen responden menilai pemerintah lamban mengatasi penyebaran Virus Corona.
Sebanyak 29,6 responden menilai biasa saja dan 25,4 persen responden menyatakan pemerintah telah cepat mengatasi pandemi tersebut.
Survei Median pada 6-13 April 2020 menyebut 52,4 persen warga puas dan 40,1 persen publik tidak puas terhadap penanganan pemerintah pusat atas Covid-19.
[Gambas:Video CNN]Survei SMRC, pada 9-12 April, menyebutkan 52 persen menganggap pemerintah pusat cepat menangani wabah virus corona, sementara 41 persen menganggap lambat.
Sebelumnya, berbagai kebijakan pemerintah dikritik banyak pihak. Hal itu mencakup kebijakan yang berubah-ubah, plin-plan, tidak tegas, tetap mengecualikan pihak-pihak tertentu.
Contohnya, permainan kata mudik-pulang kampung, perang lawan Corona-berdamai dengan Covid-19, dilarang mudik tapi boleh bepergian untuk kedinasan saat jelang lebaran, pelonggaran PSBB saat kurva Corona belum turun, beda kebijakan Kemenhub dan Gugus Tugas Covid-19 soal transportasi publik.
Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla menyebut penanganan Covid-19 oleh pemerintah tidak jelas dan simpang siur.
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Syahrul Aidi Maazat mengatakan Presiden Joko Widodo sering mengeluarkan aturan yang membuat bingung karena tidak dipikirkan secara matang. Efeknya, aturan yang saling tumpang tindih atau tidak sinkron antar-lembaga.
(mjo/arh)
[Gambas:Video CNN]