Jakarta, CNN Indonesia -- Matahari mulai merangkak ketika Sugeng tiba di depan Stasiun Duren Kalibata, Jakarta, Senin (18/5) lalu. Suasananya lengang meski pagi itu adalah hari kerja pertama bagi pegawai kantor.
Mengenakan ransel hitam yang tampak berat, Sugeng melangkah ringan memasuki area stasiun. Tak ada antrean mengular di loket tiket seperti biasa terjadi pada hari-hari sebelum virus corona mewabah.
Langkah Sugeng sempat terhenti saat seorang petugas berseragam mengarahkan termometer elektronik ke wajahnya yang sebagian ditutupi masker. Tanpa diperintah ia lantas memberikan dahinya. Tak lama petugas itu pun mengangguk, isyarat bahwa suhu tubuhnya aman untuk menumpang KRL commuter line.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sugeng adalah tukang
service elektronik panggilan. Mobilitasnya bergantung pada commuter line. Sepeda motornya telah lama rusak dan tak kunjung ia perbaiki. Dalam seminggu, ia bisa 3-5 kali naik KRL pulang pergi.
Terkadang Sugeng menumpang Transjakarta atau angkutan umum lain jika tempat yang dituju tak dilewati KRL. Hari itu, tujuannya adalah Stasiun Cikini, Jakarta Pusat.
"Kalau dekat dari stasiun ya naik kereta untuk berangkat. Kadang naik bus, tapi seringnya kereta, tergantung di daerah mana hari itu kerjannya," cerita Sugeng.
Tak banyak calon penumpang di peron Kalibata. Sekitar belasan orang yang tersebar di tepian peron.
 Suasana Stasiun Duren Kalibata, Senin (18/5) pagi. (CNN Indonesia/ Yogi Anugrah) |
Tak lama berbincang, kereta Sugeng pun tiba. Penumpang yang turun bisa dihitung jari. Sementara penumpang di dalam telah cukup ramai. Sugeng tak dapat tempat duduk. Namun, meski berdiri, ruang-ruang kosong masih terlihat.
Pun dengan tempat duduk yang tidak berpenghuni. Sejumlah kursi itu dibiarkan lowong untuk mengatur jarak antarpenumpang. Sesuatu yang mustahil terjadi di KRL pagi pada masa normal.
Kebijakan jaga jarak ini telah diterapkan sejak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk menanggulangi penyebaran virus corona.
Pada hari-hari awal kebijakan ini memang tidak digubris. Para penumpang masih berdesakan di dalam KRL. Namun beberapa pekan terakhir ada perubahan berarti. Penumpang mulai menyesuaikan diri dengan peraturan. Saat ini, satu tempat duduk panjang yang biasanya diduduki lebih delapan orang, hanya dapat diisi oleh maksimum empat orang penumpang.
Setiap tempat duduk panjang itu telah diberi tanda atau marka untuk mengatur jarak. Sementara tempat duduk prioritas maksimum yang biasa diduduki empat hingga lima orang pada hari normal, sekarang diisi dua orang.
Penumpang yang berdiri juga tak lagi jubel-jubelan. Mereka berdiri dengan jarak sekitar satu meter.
Virus Corona di KRLKereta memang jadi lebih manusiawi. Meski demikian, kenyamanan Sugeng dan para penumpang lain bukannya tanpa risiko. Kereta api, terutama KRL Jabodetabek, termasuk salah satu tempat paling rawan penularan virus corona.
Dalam rapat virtual timwas Covid-19 DPR RI, Kamis (16/4) lalu, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan bahkan mengaku telah meminta Menteri Perhubungan ad interim saat itu, Luhut Binsar Pandjaitan, untuk menghentikan sementara operasi KRL selama masa PSBB.
Keinginan Anies juga disuarakan sejumlah wali kota/bupati kawasan penyangga Bogor, Depok, dan Bekasi. Mereka sepakat mengusulkan pemberhentian operasional KRL.
 Penumpang KRL rute Bogor-Jakarta Kota, Senin (18/5) pagi, cukup tertib menjaga jarak. (CNN Indonesia/ Yogi Anugrah) |
Kekhawatiran para kepala daerah berdasarkan fakta. Pada Minggu (3/5), Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengungkap ada tiga orang dari 325 penumpang KRL Jurusan Bogor-Jakarta yang diperiksa positif virus corona berdasarkan hasil tes swab PCR dengan metode sampling.
Sementara Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, pada Rabu (6/5), juga mengungkapkan tiga orang positif corona setelah menjalani tes Polymerase Chain Reaction (PCR) di Stasiun Bekasi.
Hanya saja, fakta-fakta tersebut tak mempengaruhi kebijakan pemerintah yang tetap kukuh mengizinkan operasional KRL Jabodetabek.
Sugeng sendiri bukannya tidak khawatir. Di balik rautnya yang tenang, Sugeng menyimpan was-was tertular corona di KRL.
Akan tetapi Sugeng tak punya banyak pilihan. Termasuk memilih bekerja dari rumah (WFH) seperti para karyawan kantoran. Sebagai tukang service panggilan Sugeng mesti berhitung dengan kantong.
Baginya, WFH berarti tak kerja dan tidak bekerja berarti tidak dapat uang. Mau tak mau ia pun tetap menggunakan KRL untuk membantu mobilitasnya dalam bekerja.
"Takut (tertular) ya ada pasti, mas. Kita ya jaga diri sendiri. Pakai masker. Terus biasa sesekali cuci tangan di westafel yang ada di stasiun. Gak usah panik," katanya sambil membenarkan ransel yang kini tersangkut di dada.
Tak ada kendala apapun selama perjalanan dari Kalibata menuju Cikini. Orang-orang yang berdiri berjejer tampak sibuk sendirian. Mayoritas tenggelam menatap layar ponselnya.
Sejumlah penumpang yang duduk mencuri waktu tidur di gerbong kereta. Sugeng sendiri berdiri memaku. Tatap matanya menembus ke luar kaca jendela kereta.
Sekitar 15 menit perjalanan, ia turun di Stasiun Cikini bersama hampir separuh penumpang di gerbongnya.
Nasib Lansia di KRLJuru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona, Achmad Yurianto berulang kali meminta masyarakat untuk waspada penularan virus corona pada kelompok lansia. Menurutnya, lansia paling rentan tertular virus tersebut.
Benhar, 65 tahun, duduk seorang diri di peron Stasiun Lenteng Agung pukul 08.43 WIB. Setiap hari pria yang berprofesi sebagai pedagang di Pasar Minggu ini bolak-balik rute Lenteng-Pasar Minggu dengan kereta.
Alasannya memilih menggunakan KRL lantaran waktu tempuh yang cepat. Jika naik angkutan umum dari rumahnya di sekitar Lenteng Agung, ia harus berputar cukup jauh. Boros waktu, menurut Benhar.
 Penumpang hendak menaiki kereta Bogor-Jakarta Kota di Stasiun Lenteng Agung, Senin (18/5). (CNN Indonesia/ Yogi Anugrah) |
Dia mengaku cukup rutin mengikuti perkembangan penyebaran virus corona di Indonesia. "Saya tahu kemarin di stasiun bekasi (test) ada yang corona," kata Benhar.
Benhar pun tahu kelompok lansia rentan tertular corona. Karenanya, selain menggunakan masker, ia sangat menjaga jarak ketika berbicara dengan orang lain.
Selain tindakan pencegahan itu, ia mengaku cukup tenang lantaran ada pengecekan suhu yang diterapkan di stasiun dan kereta.
"Orang kan diperiksa (suhu) di depan. Jadi tetap asal pakai masker, semoga tidak apa-apa," ucap dia.
New Normal di KRLKe depan, orang-orang seperti Sugeng dan Benhar akan tetap bertaruh risiko tertular Covid-19 di gerbong-gerbong kereta. Terlebih setelah Presiden Joko Widodo pada 15 Mei lalu menyinggung persiapan tatanan hidup baru (New Normal) di tengah pandemi Covid-19.
New normal menurut Jokowi adalah membuka kembali aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat dengan dibarengi penerapan protokol kesehatan yang ketat.
Jokowi memilih kebijakan ini setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), beberapa hari sebelumnya, menyatakan virus corona berpotensi tidak akan menghilang dalam waktu dekat.
"Artinya kita harus berdampingan hidup dengan Covid. Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, berdamai dengan Covid. Sekali lagi, yang penting masyarakat produktif, aman, dan nyaman," imbuh dia.
 Presiden Jokowi mewacanakan new normal, yakni pembukaan kembali roda aktivitas masyarakat dengan dibarengi penerapan protokol kesehatan yang ketat. (Foto: Rusman-Biro Setpres) |
PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang membawahi operator KRL, telah bersiap menyambut skenario
New Normal di lingkungan KAI. Hal itu juga sebagai tindak lanjut arahan Menteri BUMN melalui surat dengan nomor S336/MBU/05/2020 pada 15 Mei 2020 perihal Antisipasi Skenario The New Normal BUMN.
Dilansir dari website resmi PT.KAI, protokol tersebut akan mengatur langkah-langkah dan tahapan yang akan diterapkan oleh KAI dalam menyambut
New Normal yang akan dimulai pada 25 Mei 2020.
Selain protokol pelayanan pelanggan, protokol juga akan mengatur pekerja berusia di bawah 45 tahun untuk masuk kantor seperti biasa namun tetap memperhatikan aturan PSBB di masing-masing wilayah kerja.
Sugeng mengaku tak keberatan dengan
New Normal yang disinggung pemerintah dan akan diterapkan KAI. Dia akan mematuhinya meski harus terus memakai masker di kereta dan menjaga jarak.
Semua dilakukan demi bisa terus bekerja untuk menghidupi keluarganya. Toh, menurut Sugeng, kebijakan jaga jarak di dalam kereta baik. Setidaknya mencegah terhindar dari tangan-tangan jahil.
"Dempet-dempetan juga kadang ada kejahatan," ujar Sugeng.