Gugus Tugas Minta 109 Nakes RSUD Ogan Ilir Diperkerjakan Lagi

CNN Indonesia
Senin, 25 Mei 2020 23:32 WIB
Petugas medis unit gawat darurat Melasari, menunjukkan ruang isolasi untuk pasien virus corona atau Covid-19 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Slamet, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Selasa (3/3/2020). RSUD Dr Slamet Garut merupakan rumah sakit rujukan bagi pasien virus corona di Jabar, dengan menyediakan satu ruang isolasi dan 29 dokter beserta puluhan perawat. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/aww.
Petugas medis dengan APD di depan salah satu ruang isolasi virus corona di sebuah rumah sakit di Indonesia. (ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)
Palembang, CNN Indonesia -- Sebab masih meningkatnya kasus infeksi virus corona, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumatera Selatan pun meminta 109 tenaga kesehatan (nakes) di RSUD Ogan Ilir yang dipecat untuk dipekerjakan kembali.

"Kami berharap ratusan nakes itu bisa dipekerjakan kembali. Penanganan Covid-19 di Sumsel belum selesai, malah mulai meningkat termasuk di Ogan Ilir. Sinergi kerja tim harus ditingkatkan agar penanganan Covid-19 cepat tuntas hingga pandemi selesai," kata Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumsel Yusri , Senin (25/5).

Gugus tugas juga menyayangkan pemecatan lebih dari 100 tenaga kesehatan yang direstui Bupati Ogan Ilir tersebut. Yusri mengatakan pemecatan tersebut merupakan tindakan kontraproduktif dari penanganan dan pencegahan virus corona di Sumsel, khususnya di Ogan Ilir.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami tidak sependapat dengan pemecatan nakes tersebut. Kita saat ini sangat membutuhkan tenaga medis. Kasus Covid-19 ini cukup tinggi dan masih meningkat," ujarnya.

Berdasarkan data gugus tugas per Minggu (24/5), terdapat 45 kasus konfirmasi positif di Ogan Ilir, empat orang di antaranya sembuh, 40 masih dirawat di rumah sakit, dan satu lainnya meninggal dunia.

Pasien yang meninggal adalah pasien nomor kasus 276 yakni seorang balita berusia dua tahun pada Selasa (5/5) lalu.

Ogan Ilir sendiri saat ini diketahui sebagai salah satu wilayah yang terdapat transmisi lokal dan ditetapkan sebagai zona merah.


Yusri mengatakan walaupun saat ini masih ada ratusan nakes lainnya yang bekerja di RSUD Ogan Ilir, setiap tenaga diperlukan untuk melakukan tindakan medis terhadap para pasien reaktif dan terkonfirmasi positif virus corona. Segenap kekuatan nakes yang ada, kata dia, sangat dibutuhkan.

"Apalagi petugas akan kelelahan kalau terus-menerus bekerja. Untuk meningkatkan efektifitas perawatan itu perlu ada tenaga ekstra sehingga tenaga kesehatan bisa bekerja secara bergantian," tuturnya.

Sebelumnya diberitakan, sebanyak 109 tenaga kesehatan dipecat RSUD Ogan Ilir. Dalam SK Keputusan Bupati Ogan Ilir nomor 191/KEP/RSUD/2020 disebutkan para tenaga medis telah meninggalkan tugas selama lima hari berturut-turut saat negara membutuhkan dalam rangka pencegahan pandemi Covid-19 yang ditetapkan sebagai bencana nasional.

Per 20 Mei, para tenaga kesehatan tersebut telah diberhentikan dari pekerjaannya.

Berdasarkan keterangan salah satu nakes yang dipecat, mereka mogok karena menuntut beberapa hal.

Pertama para tenaga medis perlu surat tugas untuk melakukan penanganan terhadap pasien Covid-19. Sedangkan RSUD Ogan Ilir bahkan mempekerjakan pegawai yang belum mengantongi Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktek (SIP).

RSUD pun tidak memberikan pembekalan yang cukup terkait prosedur penanganan virus corona terhadap para tenaga kesehatan tersebut. Nakes yang mogok pun mengklaim ada keterbatasan jumlah alat pelindung diri (APD).

Ketidakjelasan pemberian insentif pun menjadi salah satu yang dituntut para nakes. Serta para nakes tidak mendapatkan akses ke rumah singgah yang bisa menjadi tempat istirahat mereka.


Saat dikonfirmasi, Direktur Utama RSUD Ogan Ilir Roretta Arta Guna Riama membantah adanya keterbatasan APD dan insentif yang tidak jelas.

"APD kita banyak, insentif tersedia bagi yang melayani pasien Covid-19. Kita juga siapkan 35 kamar di Kompleks DPRD untuk rumah singgah. Intinya mereka tidak melaksanakan tugas dan kewajiban, padahal negara sedang pandemik. Mereka takut merawat pasien yang terpapar virus corona," ujar dia.

Sementara Ketua Komisi IV DPRD Ogan Ilir RIzal Mustofa berujar, pemecatan ini ujung dari ketidakjelasan informasi dan sosialisasi dari manajemen RSUD kepada para tenaga kesehatan. Namun, pihaknya menilai RSUD melanggar komitmen yang telah dibuat dengan DPRD karena memecat para nakes yang sudah meminta fasilitasi.

"Ini kemungkinan besar kurang sosialisasi dan komunikasi dari kepala rumah sakit terhadap bawahannya. Makanya bupati yang mengeluarkan SK pemecatan ini melihat dari sudut pandang mana saya juga tidak paham," ujar dia.

Namun apabila alasan pemecatan yang tercantum dalam SK tersebut tidak benar, ujar Rizal, bupati telah melakukan pembohongan publik.


Sementara itu, Bupati Ogan Ilir Ilyas Panji Alam menyatakan keputusan pemerintah daerah memecat 109 orang tenaga kesehatan status honor di Rumah Sakit Umum Daerah Ogan Ilir sudah benar atau sesuai prosedur karena semua tuntutan sudah dipenuhi, namun tak ada respons baik.

"Mereka (109 tenaga kesehatan) minta dilengkapi alat pelindung diri (APD) padahal di rumah sakit ada ribuan, silahkan cek semuanya mulai dari kacamata, sarung tangan, dan lain-lain," kata Ilyas Panji di Ogan Ilir, Kamis (21/5) seperti dilansir Antara.


Ilyas menduga tuntutan APD, insentif dan rumah singgah hanyalah alasan para tenaga honorer yang takut berhadapan dengan pasien Covid-19, sehingga ikut mengganggu penanganannya.

"Ketika negara butuh tenaga mereka tapi malah mereka tinggalkan tugas, sementara apa yang mereka tuntut sudah dipenuhi jauh-jauh hari," kata Ilyas menegaskan.

Ilyas pun memastikan pelayanan di RSUD Ogan Ilir tetap berjalan optimal karena ada ratusan tenaga kesehatan dan medis yang masih bersiaga. Selain itu, kata dia, pemkab akan mencari pengganti 109 orang itu secepatnya. (idz/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER