UU Penyiaran Tak Berlaku ke Netflix-YouTube, RCTI Gugat ke MK

CNN Indonesia
Jumat, 29 Mei 2020 18:46 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Kamis (26/01).
Gedung MK, Jakarta. RCTI dan iNews memohonkan uji materi UU Penyiaran ke MK karena tak berlaku terhadap Netflix, YouTube, dkk. meski sama-sama penyelenggara penyiaran. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dua stasiun televisi swasta yakni RCTI dan iNews mengajukan permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi (MK). Keduanya menilai ada perbedaan perlakuan terhadap Netflix dan YouTube dengan televisi konvensional.

Dikutip dari situs mkri.id, berkas permohonan uji materi itu diterima pada Kamis (28/5). Sebagai pemohon, iNews diwakili oleh Direktur Utama David Fernando Audy dan Direktur Rafael Utomo. RCTI diwakili oleh Direktur Jarod Suwahjo dan Direktur Dini Ariyanti Putri.

Dalam gugatannya, kedua stasiun televisi swasta itu meminta agar setiap penyelenggara penyiaran menggunakan internet seperti Youtube hingga Netflix agar tunduk pada UU Penyiaran. Atas dasar itu, mereka mengajukan uji materi terhadap Pasal 1 ayat 2 UU Penyiaran.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pasal tersebut berbunyi "Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran."

Pihak pemohon beranggapan pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sebab tidak mengatur tentang penyelenggara penyiaran berbasis internet.

Pemohon menilai ketentuan dalam Pasal 1 ayat 2 UU Penyiaran bisa digolongkan sebagai bentuk diskriminasi jika penyelenggara penyiaran berbasis internet tidak diatur di dalamnya.

Infografis Cara ‘Receh’ Televisi Kerek RatingInfografis Cara ‘Receh’ Televisi Kerek RatingFoto: CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani
Menurut pemohon, pasal tersebut dapat menimbulkan perbedaan hak dan kewajiban antara penyelenggara penyiaran konvensional dengan penyelenggara penyiaran berbasis internet.

"Pasal 1 dan 2 UU Penyiaran telah menimbulkan kerugian konstitusional bagi para Pemohon karena menyebabkan adanya perlakuan yang berbeda (unequal treatment)," tutur Pemohon.

"Di mana penyelenggara penyiaran konvensional terikat dan wajib melaksanakan segala macam ketentuan yang ada di dalam UU Penyiaran, sementara penyelenggara penyiaran menggunakan internet tidak terikat dan tidak diwajibkan," lanjut pernyataan itu.

Menurut pemohon, setidaknya ada enam ketentuan dalam UU penyiaran yang wajib dipatuhi stasiun televisi konvensional. Pertama, asas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran di Indonesia; kedua, persyaratan penyelenggaraan penyiaran; ketiga, perizinan; keempat, pedoman isi dan bahasa; kelima, pedoman perilaku siaran; keenam, pengawasan.

"Sementara penyelenggara siaran yang menggunakan internet tidak perlu memenuhi berbagai macam persyaratan dimaksud," lanjut Pemohon.

Walhasil, penyelenggara siaran berbasis internet, misalnya, tak dikenakan sanksi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) jika melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar program Penyiaran (P3SPS).

LOS GATOS, CA - JULY 20: A sign is posted in front of the Netflix headquarters on July 20, 2011 in Los Gatos, California. Online movie rental company Netflix will report quarterly earnings on Thursday following a recent customer backlash over a 60 percent increase in fees.   Justin Sullivan/Getty Images/AFPkantor Netflix, AS. (Justin Sullivan/Getty Images/AFP)
Para Pemohon pun menyebut perkembangan layanan konten berbasis internet, over the top (OTT), seperti YouTube dan Netflix, seharusnya masuk kategori "siaran" dalam UU Penyiaran. Terlebih, jumlah pengguna internet terus berkembang.

"Pembedaan-pembedaan sebagaimana dijelaskan di atas juga sangat jelas telah melanggar prinsip 'non-diksriminasi'," kata Pemohon.

Atas dasar itu, pihak pemohon meminta MK untuk merumuskan kembali Pasal 1 ayat 2 UU Penyiaran tersebut.

"Apabila ketentuan Pasal 1 angka 2 UU penyiaran tidak dimaknai mencakup penyiaran menggunakan internet bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), pasal 28D ayat (1), dan pasal 28I ayat (2) UUD 1945," menurut Pemohon.

(dis/arh)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER