Jakarta, CNN Indonesia -- Ariswanto menghentikan laju sepedanya saat melintas di sekitar Taman Suropati,
Jakarta Pusat, Selasa sore (9/6). Ia berhenti tepat di depan kumpulan pengendara ojek online yang tengah menunggu orderan di trotoar jalan itu.
"Kopi, Bang?" dia menawarkan tanpa basa-basi.
"Boleh satu, enggak usah pakai gula," jawab salah satu pengemudi ojol yang tengah berkumpul.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tanpa bertanya lagi, Ariswanto lalu mengambil gelas plastik, menuangkan bubuk kopi kemasan dan air panas ke gelas itu. Tak sampai dua menit, kopi itu sudah dia berikan pada pengendara yang memesan tadi.
Warga Ibu Kota tentu familiar melihat penjaja
kopi keliling seperti Ariswanto. Bermodalkan sepeda, berbagai macam minuman kemasan yang digantung di keranjang depan, serta termos di bagian belakang sepeda. Mereka kerap dijumpai di jalanan, taman-taman, hingga di kawasan wisata.
"Kalau saya jualan di mana ada orang yang ramai, langsung tawarin aja," kata Ariswanto saat berbincang dengan
CNNIndonesia.
com, Selasa (9/6).
Namun, siapa sangka, dibalik luwesnya ia menawarkan kopi yang terlihat sudah terbiasa, pria berusia 29 tahun itu baru dua hari menjalani pekerjaan sebagai penjaja kopi keliling.
"Jualan keliling gini baru dari kemarin ini, hari Senin mulainya. Baru dua hari," kata dia
Mulanya, ia bekerja di salah satu warung makan yang berada di kawasan perkantoran Jakarta Pusat. Namun, pandemi virus corona (Covid-19) yang terjadi di Indonesia membuat tempatnya bekerja terancam bangkrut. Ariswanto lantas memilih keluar.
"Corona ini kantor banyak yang WFH, jadi jualannya tidak maksimal. Itu kerja ikut teman, jadi milih keluar aja," ujarnya.
Sebelum keluar, memang sudah terpikirkan untuk menjadi penjaja kopi keliling. Terlebih, sebelum bekerja di warung makan, ia pernah memiliki pengalaman bekerja di warung kopi.
"Saya langsung kepikiran jualan kopi keliling waktu itu, modal enggak gede, enggak mikir sewa tempat, enggak ada bosnya juga, jadi bebas," ucap dia.
 Ariswanto beralih jadi penjual kopi keliling karena rumah makan tempatnya bekerja terancam bangkrut akibat terdampak virus corona (CNN Indonesia/ Yogi Anugrah) |
Bermodalkan sepeda bekas yang dibelinya, Ariswanto, memutuskan untuk mulai berkeliling menjual kopi sejak Senin lalu (8/6). Lalu bertemu dengan CNNIndonesia.com pada Selasa (9/6).
Di hari pertama, ia berangkat dari rumahnya di Kebon Kacang, Jakarta Pusat, sekitar pukul 05.00 WIB. Masker kain dan hand sanitizer menjadi barang tambahan yang ia bawa. Ketakutan akan penularan virus corona alasannya.
Ia kemudian berkeliling di sekitar Cikini-Menteng-Suropati-Lapangan Banteng-Thamrin. Hari itu, terhitung ia dua kali bolak-balik ke rumah untuk mengisi ulang air panas di termosnya.
Ia baru memutuskan untuk pulang karena sudah lelah dan tidak sanggup lagi untuk pulang mengisi air panas.
"Pulang jam 7 malam dihitung dapat uang sekitar Rp600 ribu, kaget juga saya dapat cukup banyak," kata dia.
Dia mengaku akan terus melanjutkan berjualan kopi keliling. Paling tidak, kata dia, sampai mendapatkan pekerjaan yang cukup untuk menghidupi istri dan satu orang anaknya yang berusia 3 tahun.
"Semoga nanti setelah corona ini dapat pekerjaan yang lebih baik," ucap dia.
Pekerjaan Lama Bersemi KembaliJika menjadi penjaja kopi keliling adalah pengalaman pertama bagi Ariswanto, lain halnya dengan Arief. Tetapi ada kesamaan di antara keduanya, yakni sama-sama berjualan kopi keliling lantaran pekerjaan yang lama terdampak pandemi virus corona.
Arief adalah warga Kebon Pisang, Grogol, Jakarta Barat. Mulanya, dia berjualan baju di Jalan Kunir, sekitar Kawasan Kota Tua sejak 2019.
"Sebelum Corona, saya dan pedagang lainnya dibolehin gelar lapak, dari sore jam 5 sampai malam," kata dia.
 Lelah kucing-kucingan dengan Satpol PP selama berjualan baju, Arief memilih berjualan kopi keliling di Jakarta selama pandemi virus corona (CNN Indonesia/ Yogi Anugrah). |
Namun, seiring dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam menekan penyebaran virus corona di Ibu Kota, dia menjadi kesulitan mendapat penghasilan.
Alasannya, tidak boleh ada kerumunan massa. Hampir setiap hari sejak diterapkannya PSBB, ia dan pedagang yang berjualan ditertibkan oleh petugas Satpol PP.
"Kan enggak boleh berkerumun, jadi beberapa kali ditertibkan Satpol PP," kata dia.
Merasa lelah harus kucing-kucingan dengan petugas, setelah Hari Raya Idul Fitri lalu, ia memutuskan untuk berhenti sejenak menjual baju.
Bermodalkan Rp1 juta, ia membeli sepeda bekas, termos, hingga persediaan minuman kemasan dan rokok. Ia memilih untuk kembali ke pekerjaan yang pernah dilakukannya dua tahun silam sebelum berjualan baju.
"Enggak diuber-uber Satpol PP, kalau disuruh pergi juga enggak capek bawa-bawa barang," kata Pria asli Jakarta ini.
Arif berjualan kopi kembali sejak pekan lalu. Sepekan berkeliling di sekitar Cikini dan Kota Tua, ia mengaku ada penurunan pendapatan jika dibandingkan saat ia berjualan kopi dua tahun lalu. Kalau dulu, kata dia, dalam sehari bisa mengantongi uang Rp400 ribu hingga Rp500 ribu.
Di situasi pandemi ini, ia mengaku rata-rata hanya mendapatkan Rp150 ribu hingga Rp300 ribu.
"Beda pasti, apalagi sekarang ini ditutup kan (Kota Tua)," ucap dia.
Nantinya, jika kawasan Kota Tua sudah kembali dibuka, ia berencana untuk kembali berdagang baju dan meninggalkan pekerjaan sebagai penjaja kopi keliling
"Orang tua nanti ini yang pakai (sepeda) untuk jualan. Saya kembali jualan baju aja," kata dia.
(ugo)
[Gambas:Video CNN]