Jakarta, CNN Indonesia -- Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Novel Baswedan mengaku kesulitan berkomunikasi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus
penyiraman air keras dimana dirinya menjadi korban.
Novel menuturkan ia dan tim kuasa hukumnya sudah berulang kali meminta kepada tim Jaksa Penuntut Umum agar bertemu untuk membicarakan kasusnya. Permintaan disampaikan secara formal maupun informal, namun tak pernah digubris oleh jaksa penuntut.
"Saya bersama tim kuasa hukum menyampaikan kepada jaksa, jaksa koordinator agar kami diberi kesempatan ketemu, untuk audiensi. Dan ternyata sampai sekarang itu tidak pernah diberikan," kata Novel saat mengisi sebuah diskusi yang disiarkan secara daring, Senin (15/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asinawati, UU Kejaksaan RI dan KUHAP membolehkan jaksa penuntut bertemu dengan pihak korban.
"Dia (jaksa penuntut) kan mewakili kepentingan korban, enggak hanya kepentingan negara. Pembelanya korban, kan, penuntut umum," ujar dia.
Novel disiram air keras oleh Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis. Keduanya adalah anggota polisi aktif yang bertugas di kesatuan Brimob.
Jaksa penuntut umum dalam sidang tuntutan 11 Juni lalu menuntut keduanya dengan hukuman 1 tahun penjara.
Dalam pleidoinya, Rahmat Kadir menyebut menyiram Novel karena kecewa dengan sikapnya dalam kasus sarang burung walet di Bengkulu. Saat peristiwa itu terjadi, Kadir mengaku sebagai bawahan Novel di kepolisian.
Namun, Novel sendiri mengaku tak pernah bertemu dan tak mengenal kedua terdakwa. Ia juga memaparkan kejanggalan lain yang ia temukan sejak kali pertama kasus ini diangkat ke publik.
Salah satunya adalah sikap jaksa dan hakim. Novel mengendus jaksa dan hakim seolah sudah memiliki pandangan hingga penggiringan opini bahwa air yang disiram kepadanya bukan air keras asam sulfat, melainkan air aki.
"Fakta yang kami sampaikan, bukti yang kami sampaikan seolah dianggap tidak dipertimbangkan," kata dia.
Kejanggalan lain adalah baju yang ia kenakan saat peristiwa penyiraman terjadi.
Baju itu telah dijadikan barang bukti karena terdapat bekas cipratan air keras. Namun, kata Novel, kondisi baju itu tak lagi utuh.
Ia menyebut ada bagian yang terpotong dan menghilang dari baju itu sehingga bekas cairan asam sulfat kini tak terdeteksi di baju tersebut.
"Baju yang saya gunakan diklaim tidak ada rusak karena air keras tapi setelah diperhatikan ternyata bagian yang seharusnya kena air keras dipotong atau digunting. Sisa dari guntingannya tidak bisa ditemukan," katanya.
Pihak kejaksaan sejauh ini belum memberikan pernyataan terkait permintaan Novel untuk bertemu ini.
(tst/wis)
[Gambas:Video CNN]