Jurus Maju Mundur Anies Lawan Corona di Mata Pakar

CNN Indonesia
Senin, 22 Jun 2020 11:55 WIB
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan  memantau new normal  masa transisi PSBB di kawasan Stasiun MRT  Sudirman dan Dukuh Atas, Jakarta 8 Juni 2020.
Sejumlah kebijakan dikeluarkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam melawan pandemi virus corona. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia --

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan sejumlah jurus untuk melawan pandemi virus corona (Covid-19) yang menyerang ibu kota. Sayangnya, jurus-jurus kebijakan Anies melawan corona itu masih dinilai tidak efektif.

Beberapa jurus Anies dalam menghadapi gempuran corona itu dikeluarkan dalam berbagai kebijakan, baik melalui peraturan gubernur, seruan gubernur, hingga surat keputusan di tingkat kepala dinas.

Salah satu jurus utama Anies dalam menghalau corona adalah penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kebijakan tersebut mulai berlaku sejak 10 April hingga 4 Juni lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ahli Epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman mengatakan PSBB bukan langkah tepat menangkal corona. Dicky mengaku sejak awal tak terlalu merekomendasikan PSBB untuk menekan penyebaran virus corona.

"Selain memang bukan strategi utama untuk mengendalikan suatu pandemi, juga karena ongkos finansial dan sosial yang besar," kata Dicky saat dihubungi CNNIndonesia.com, Sabtu (20/6).

PSBB tahap pertama dilakukan pada 10-23 April. Kemudian, dilanjut pada penerapan PSBB tahap kedua yang waktu pelaksanaannya lebih lama, yakni dari 24 April hingga 21 Mei.PSBB yang diterapkan Anies berlaku mulai 10 April. Terhitung, sejak saat itu mantan menteri pendidikan dan kebudayaan itu tiga kali memperpanjang masa PSBB.

Anies kembali memperpanjang PSBB, atau tahap ketiga pada 22 Mei hingga 4 Juni. Seiring pelaksanaan PSBB, Anies dan jajarannya turut meningkatkan kapasitas tes swab PCR di Jakarta.

Sampai saat ini total tes PCR kasus baru sebesar 10.587 tes per satu juta penduduk. Sementara, dalam sepekan terakhir telah dilakukan 1.863 tes per 1 juta penduduk atau lebih dari target WHO yakni 1.000 tes per satu juta penduduk per minggu.

Menurut Dicky, Anies belum bisa bernafas lega meski kapasitas testing itu sudah memenuhi kriteria WHO.

"Namun secara proporsi tes per penduduk masih belum ideal. Tetap harus menuju ke setidaknya 1 persen dari total populasi," ujarnya.

"Dan positive rate DKI juga masih di atas 5 persen (target WHO), sehingga dasar untuk meningkatkan cakupan jadi sangat kuat. Karena artinya masih banyak kasus positif di masyarakat yang belum terdeteksi," kata Dicky menambahkan.

Infografis Seratusan Pedagang Pasar DKI Positif CoronaInfografis Seratusan Pedagang Pasar DKI Positif Corona. (CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi)

"Ini bisa kita lihat dari fakta relatif masih mampunya kapasitas pelayanan kesehatan di DKI dalam menampung dan melayani pasien Covid-19. Selain itu kapasitas testing DKI merupakan yang tertinggi di Indonesia," ujarnya.Kendati demikian, Dicky menilai sejumlah langkah yang diambil Anies dalam menanggulangi pandemi corona ini termasuk cepat dan tepat. Menurutnya, riset dan fakta sejarah pandemi membuktikan bahwa faktor kecepatan merespons secara tepat menentukan keberhasilan pengendalian.

Selain penerapan PSBB dan peningkatan kapasitas testing, jurus Anies lainnya dalam menanggulangi wabah corona adalah dengan mengetatkan arus keluar masuk warga dari dan ke Jakarta.

Aturan mengenai itu tercantum dalam Peraturan Gubernur Nomor 47 Tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan Berpergian Keluar Masuk Provinsi DKI dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19.

Aturan itu menyatakan bahwa bagi warga non-Jabodetabek membutuhkan Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) untuk dapat keluar atau masuk wilayah ibu kota. Aturan ini dikeluarkan Anies ketika mendekati mudik Lebaran.

Kemudian, memasuki bulan Juni, Anies mengeluarkan kebijakan teranyar, yakni PSBB transisi. Aturan-aturan dalam PSBB masih berlaku, namun dengan sedikit pelonggaran.

Tempat ibadah, perkantoran, dan berbagai fasilitas umum yang tadinya ditutup selama masa PSBB mulai kembali diizinkan menggelar kegiatan dengan terbatas. Selain itu, tempat-tempat tersebut juga harus tetap memperhatikan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

"Masa transisi itu akan bisa memasuki fase sehat, aman, produktif jika indikator-indikator kesehatan masyarakat dan epidemiologi menunjukkan bahwa adanya kegiatan ekonomi, sosial, budaya tidak berdampak negatif kepada keselamatan warga," tuturnya.

Lubang PSBB Transisi

Sejumlah jurus kebijakan yang dikeluarkan Anies dalam menangani pandemi ini dirasa masih belum maksimal. Pakar Kebijakan Publik Universitas Padjajaran Yogi Suprayogi menilai sejumlah kebijakan yang dicanangkan Anies ini lemah dalam proses implementasi.

"Kalau kita evaluasi dari bulan Maret, mulai dari penanganan sebagainya, saya kalau kasih nilai 1-10, saya kasih nilai 4," kata Yogi.

Kendati demikian, Yogi tak menyalahkan Anies semata dalam penanganan wabah virus corona. Menurutnya, posisi Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan pusat perekonomian membuat pemerintah pusat juga harus turun tangan menangani.

Di sisi lain, Jakarta yang dikelilingi daerah-daerah penyangga seperti Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang juga membutuhkan kerja sama dari pemerintah kabupaten/kota terkait.

"Di sini bukan hanya Pak Anies saja yang salah, pemerintah pusat juga salah. Menurut saya penanganannya juga harus di-cover sama pusat," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Forum Warga Kota Azas Tigor Nainggolan mengatakan keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menunjukkan kegamangan saat menerapkan PSBB pada masa transisi di Jakarta.

Tigor menyebut PSBB transisi ala Anies ini tak jelas pelaksanaannya. Menurutnya, ketidakjelasan aturan mengakibatkan tak ada langkah sistematis menangani pandemi virus corona.

"Akibatnya PSBB transisi itu hanya istilah dan di lapangan yang terjadi keliaran dan improvisasi masing-masing stakeholder atau pengelola layanan publik," kata Tigor kepada CNNIndonesia.com, Kamis (18/6).

Tigor menyebut Anies harus memperpanjang penerapan PSBB dan menjalankan secara ketat. Selain itu, Pemprov DKI juga perlu mengawasi pelaksanaan kebijakan tersebut sesuai protokol kesehatan.

"Jakarta harus lakukan pengawasan dan penegakan PSBB sesuai protokol kesehatan, bukan lagi standar PSBB transisi yang tidak jelas itu," ujarnya.

Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan Anies perlu memperpanjang penerapan PSBB dalam menekan penyebaran virus corona. Meskipun, kata Pandu, dalam dua pekan ini penyebaran virus corona cukup terkendali.

"PSBB perlu terus diperpanjang," kata Pandu kepada CNNIndonesia.com, Minggu (21/6). Pandu mengaku pihaknya sedang menyelesaikan kajian pelaksanaan PSBB transisi di Jakarta. Hasil kajian tersebut akan diberikan kepada Pemprov DKI.

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra mengimbau Anies tetap melaksanakan PSBB secara optimal untuk menekan penyebaran virus corona. Menurutnya, jika ada pelenturan pelaksanaan PSBB, tak semua sektor ikut dilonggarkan.

Hermawan tak sepakat dengan istilah PSBB transisi yang dipakai Anies. Menurutnya, tak ada jenis-jenis PSBB sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21/2020.

"Saya mengimbau pemerintah (Provinsi DKI Jakarta) agar tetap menyelenggarakan PSBB secara optimal," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.

Hermawan tak ingin PSBB transisi yang diterapkan Anies sejak 4 Juni sampai 2 Juli nanti disalahartikan sebagai kemerdekaan oleh masyarakat. Maklum sekitar tiga bulan sejumlah masyarakat melakukan aktivitas, mulai belajar, bekerja, dan beribadah di rumah.

"Karena tidak sama perspektif pemerintah dengan masyarakat. pemerintah katakan PSBB transisi, tapi masyarakat menganggap kebebasan," katanya.

Sejumlah kebijakan Pemprov DKI dalam penanganan wabah yang tak luput dari kritik itu ditanggapi santai oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria. Menurut Riza, kritik yang datang merupakan bagian dari kehidupan berdemokrasi.

"Kami anggap itu bagian dari demokrasi kita, kami anggap itu sebagai vitamin yang justru menjadi koreksi, masukan, saran, dan menjadi menguatkan kita. Kita enggak alergi dari berbagai kritik," tutur Riza saat dihubungi CNNIndonesia.com, Sabtu (20/6).

Hingga kemarin, kasus positif virus corona di Jakarta mencapai 9.830 orang. Dari jumlah itu, 5.054 orang sembuh, 615 orang meninggal, dan sisanya masih menjalani perawatan. Jakarta menjadi provinsi dengan jumlah tertinggi di Indonesia.

Meskipun kerap mendapat kritik, kata Riza, kebijakan yang dikeluarkan Pemprov DKI tetap menjadi rujukan sejumlah daerah dalam penanganan pandemi virus corona.

"Regulasi kita ini termasuk yang terbaik. Menjadi rujukan, menjadi contoh bahkan dari daerah yang lainnya," ujarnya.

(dmi/fra)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER