Survei kepatuhan terhadap protokol Covid-19 di Jawa Timur disebut bukan untuk memicu polemik atau soal siapa benar dan salah. Hal itu mestinya digunakan untuk menyelamatkan masyarakat dari dampak Virus Corona.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyebut sebanyak 70 persen warga Jawa Timur tak menggunakan masker selama pandemi Covid-19.
Pertanyaan tersebut mengutip paparan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang mengatakan bahwa tingkat kepatuhan masyarakat di wilayah Surabaya Raya rendah dalam menerapkan protokol kesehatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini kemudian membantahnya dan menyebut warganya telah mematuhi protokol kesehatan dengan memakai masker.
"Eh masak ya, lihat, masak 70 persen [tidak pakai masker]? Kamu lihat aja di jalanan itu," kata Risma.
Ketua Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (IKA FKM Unair) Estiningtyas Nugraheni membenarkan bahwa pihaknya melakukan survei tersebut bersama Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi).
"Memang betul kami yang melakukan tapi juga sudah cukup lama, itu betul," kata Estiningtyas, kepada CNNIndonesia.com, Minggu (28/6).
Namun, katanya, itu buka dimaksudkan untuk memicu polemik berkepanjangan.
![]() |
"Spirit saya jangan polemik makin berkepanjangan. Kalaupun kita meluruskan, tapi kan tidak perlu harus bikin sakit hati. Saya berharap yang paling penting masyarakat yang harus diselamatkan, bukan siapa yang benar dan siapa yang salah," ujar dia.
Estiningtyas menyebut hasil survei itu pun telah diserahkannya kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik, yang merupakan bagian Surabaya Raya.
"Perlu diketahui bahwa baik Provinsi [Jatim] maupun Kota [Surabaya, Kabupaten Sidoarjo dan Gresik] juga sama-sama saya kirimi. Justru Kota Surabaya dapatnya lebih belakang daripada provinsi," katanya.
Dari hasil survei tersebut, pihaknya kemudian merekomendasikan penegakan kedisiplinan kesehatan masyarakat yang lebih tegas lagi. Sebagiannya, kata dia, telah dilakukan di oleh Pemkot Surabaya.
"Hasil survei kedua menjadi rekomendasi dan hal tersebut sebagian sudah dilakukan Surabaya. Karena situasi saat ini membutuhkan penegak disiplin kesehatan masyarakat," kata Esti.
Dua Tahap
Estiningtyas memaparkan survei itu dilakukan dalam dua tahap, yakni pada 4-8 Mei 2020, dan 19-23 Mei 2020. Metode pengumpulan data dilakukan secara daring terhadap warga yang berdomisili di Jatim. Uji statistik tahap akhir dilakukan dengan menggunakan rumus Chi Square Correction.
"Data tersebut dari seluruh Jatim, bukan hanya Surabaya Raya. Lihat juga tanggal survei," ujarnya.
Pada tahap pertama, survei itu diikuti oleh 2.834 responden dari 38 kabupaten/kota di Jatim. Responden didominasi warga dari Surabaya Raya (56,6 persen).
Estiningtyas memaparkan saat itu bahwa masih ada 12,8 persen sekolah, kampus, dan tempat kursus yang buka. Sebanyak 84,6 persen masyarakat yang berkegiatan di dalamnya tak mengenakan masker dan 90,6 tidak terapkan jaga jarak atau physical distancing.
![]() |
Lalu, ada 80,10 persen tempat ibadah yang buka. 72,7 persen masyarakat tak kenakan masker dan 64,4 enggan terapkan jaga jarak. Di pasar tradisional, 90,2 warga masih aktif. Sebanyak 81,6 masyarakat di lokasi ini tak pakai masker dan 85,9 persen tak terapkan jaga jarak.
Di tahap pertama pula, tempat cangkruk atau warung dan cafe yang masih aktif sebanyak 67,8 persen. Masyarakat yang tak pakai masker 87,7 persen dan yang tak menerapkan physical distancing sebesar 85,8 persen.
Pada tahap kedua, lanjut Esti, survei diikuti 3.407 responden dari 38 kabupaten/kota di Jatim, dengan warga Surabaya Raya mencapai 57,3 persen.
Ketika itu, ada 16,9 persen sekolah, kampus, dan tempat kursus di Jatim yang masih aktif. Sebanyak 75,7 masyarakat yang berkegiatan di dalamnya tak memakai masker, dan 86,0 persen tak menerapkan physical distancing.
Kemudian, ada 81,7 persen tempat ibadah yang masih aktif. Di area ini, 70,6 persen warga tak memakai masker dan 86 persen tak menerapkan jaga jarak. Lalu, pasar tradisional 92,6 persen masih aktif, 84,1 masyarakat tak pakai masker dan 89,3 persen tak terapkan physical distancing.
Masih di tahap kedua, tempat cangkruk atau warung dan cafe yang masih aktif sebanyak 72,5 persen, masyarakat yang tak pakai masker 88,2 persen dan yang tak menerapkan jaga jarak sebesar 89,3 persen.
Estiningtyas pun mengatakan saat ini pihaknya juga tengah memulai kembali survei terbaru untuk menguji sejauh mana masyarakat Jatim patuh pada protokol kesehatan.
Bukan sekali ini saja Risma 'panas' akibat ucapan Khofifah atau langkah Pemprov Jatim. Sebelumnya, sempat ada perebutan mobil tes Polymerase Chain Reaction (PCR) Covid-19 dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) antara kedua pihak.
![]() |
Selain itu, ada silang pendapat terkait klaster virus corona di pabrik rokok PT. H.M Sampoerna, Surabaya.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Airlangga Suko Widodo menyebut kisruh Risma-Khofifah tidak produktif dalam menangani persoalan wabah corona di Jawa Timur yang masih terus meningkat.
"Rakyat sedang membutuhkan pertolongan, jadi perkara kesulitan-kesulitan pemimpin harusnya enggak perlu disampaikan ke publik. Rakyat butuh hasil nyatanya saja," kata dia, beberapa waktu lalu.
Per Minggu (28/6), Jatim memiliki tambahan kasus positif Covid-19 241 orang. Jumlah totalnya pun mencapai 11.482 kasus, atau yang tertinggi di Indonesia.