Aliansi Gerakan Anti Kekerasan (Gerak) Perempuan menolak pencabutan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2020
Gerak Perempuan menilai DPR menggunakan pandemi virus corona (Covid-19) sebagai alasan untuk menunda RUU PKS. Padahal, mereka menilai faktanya di Indonesia terdapat bukti serta data yang cukup mengenai kebutuhan atas bakal beleid tersebut.
"DPR tidak menggunakan pandemi sebagai alasan untuk menihilkan data yang membuktikan urgensi dari RUU P-KS bagi seluruh warga negara Indonesia," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (7/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aliansi yang terdiri dari banyak kelompok ini menuntut DPR segera menarik keputusan pencabutan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dari Prolegnas Prioritas 2020 dan segera mengesahkannya menjadi Undang-undang.
"[Menuntut] DPR segera menarik keputusan pencabutan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dari Prolegnas Prioritas 2020 dan membahas serta mengesahkannya menjadi Undang-undang," demikian Aliansi tersebut.
Gerak Perempuan juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersolidaritas dalam gerakan sahkan RUU P-KS dengan melakukan aksi setiap hari Selasa di depan gedung DPR RI atau DPRD mulai pukul 15.00-16.30 hingga RUU P-KS diundangkan.
Sebelumnya pada Kamis (30/6) Komisi VIII DPR RI menarik rancangan undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) dari Prolegnas Prioritas 2020 karena alasan waktu yang terbatas.
Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang mengajukan penarikan RUU PKS dalam Rapat Evaluasi Prolegnas Prioritas 2020. Marwan mengatakan tidak ada cukup waktu bagi Komisi VIII menyelesaikan pembahasan RUU PKS tahun ini.
Tidak berselang lama, pemerintah dan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyepakati pencabutan RUU P-KS dalam Rapat Evaluasi Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2020 pada Kamis (2/7).