Tim Advokasi Novel Baswedan melaporkan Irjen Pol Rudy Heriyanto ke Divisi Propam Polri atas dugaan pelanggaran kode etik profesi, karena menghilangkan atau menyembunyikan barang bukti terkait kasus teror air keras terhadap Novel.
Rudy adalah Kepala Divisi Hukum Polri yang merupakan bagian dari Tim Penyidik perkara penyiraman air keras terhadap Novel. Saat itu ia menjabat sebagai Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
Kemudian saat ini, ia merupakan penasihat hukum dua anggota Polri, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, terdakwa penyiraman air keras terhadap Novel.
"Tim Advokasi Novel Baswedan pada hari ini melaporkan Irjen Rudy Heriyanto ke Divisi Propam Polri atas dugaan pelanggaran kode etik profesi," ujar anggota Tim Advokasi, Kurnia Ramadhana, dalam pesan tertulis, Selasa (7/7).
Kurnia menuturkan sejumlah landasan laporan dilayangkan. Pertama, sidik jari pelaku di botol dan gelas yang digunakan sebagai medium penyerangan hilang. Selain itu, benda tersebut tidak dijadikan barang bukti dalam proses penanganan perkara penyiraman air keras.
Kemudian, kamera pengawas atau Closed-Circuit Television (CCTV) di sekitar kediaman Novel yang tidak dijadikan barang bukti. Kurnia mengatakan terdapat CCTV di sekitar rumah Novel yang sebenarnya dapat menggambarkan rute pelarian pelaku, tetapi tidak diambil oleh polisi.
Klaim polisi yang telah mengumpulkan ratusan CCTV, kata Kurnia, hanya sekadar untuk menyamakan dengan pengakuan para pelaku.
"Bahkan, beberapa CCTV di sekitaran rumah korban diketahui juga memiliki resolusi yang baik untuk dapat memperjelas wajah pelaku dan rute pelarian," ucap dia.
Landasan ketiga laporan dibuat adalah absennya Cell Tower Dumps (CTD) dalam setiap tahapan penanganan perkara. Cell Tower Dumps merupakan sebuah teknik investigasi dari penegak hukum untuk dapat melihat jalur perlintasan komunikasi di sekitar rumah korban.
Namun, lanjut Kurnia, dalam proses penanganan perkara mulai dari penyidikan sampai persidangan, rekaman CTD itu tidak pernah ditampilkan oleh kepolisian. Terlebih lagi, menurut dia, dalam kejahatan terorganisasi dapat dipastikan para pelaku dan pengintai melakukan komunikasi dengan menggunakan jaringan selular.
"Atas dasar ini, maka dapat dikatakan bahwa ada upaya dari Terlapor [Rudy] untuk menutupi komunikasi-komunikasi yang ada di sekitar rumah korban, baik pada saat sebelum kejadian atau pun setelahnya," imbuhnya.
Sedangkan poin terakhir landasan Tim Advokasi mengadukan Rudy ke Propam adalah terkait minimnya penjelasan soal sobekan baju gamis milik Novel. Kurnia menyatakan terdapat kejanggalan dari baju gamis sobek yang dihadirkan dalam persidangan.
Kata Kurnia, polisi mengaku gamis tersebut disobek guna kepentingan forensik karena terkena siraman air keras.
"Penting untuk ditegaskan bahwa setiap tindakan hukum yang dilakukan oleh kepolisian mestinya dapat diikuti dengan dokumentasi. Dalam hal ini, korban [Novel] tidak pernah mendapatkan kejelasan informasi terkait dengan sobekan baju tersebut dan seperti apa hasil forensiknya," tambah dia.
Berdasarkan poin-poin di atas, Kurnia mengungkapkan bahwa Rudy selaku mantan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya melanggar ketentuan yang tertera dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
[Gambas:Video CNN]
Dalam perkara ini, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan pidana satu tahun penjara.
Para terdakwa terbukti menurut hukum secara sah dan meyakinkan bersama-sama melakukan penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu sehingga menyebabkan Novel mengalami luka berat. Perbuatan itu dilakukan karena terdakwa menganggap Novel telah mengkhianati institusi Polri.