Kisah Sendu Pengajar PAUD, Lesu Peminat Saat Pendemi Corona

CNN Indonesia
Kamis, 09 Jul 2020 06:23 WIB
Seorang anak didampingi ibunya belajar dengan melihat tayangan siaran TVRI di rumah mereka, di Deli Serdang, Sumatera Utara, Senin (13/4/2020). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan lembaga penyiaran publik TVRI sejak Senin (13/4) hingga tiga bulan ke depan menyiarkan program belajar bagi siswa mulai dari tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga SMA guna membantu para siswa belajar di rumah selama wabah COVID-19. ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi/hp.
Ilustrasi belajar anak di rumah karena pandemi corona. (ANTARA FOTO/IRSAN MULYADI)
Jakarta, CNN Indonesia --

Siti Ngafifah (38) harus putar otak untuk tetap bisa menghidupi keluarga. Pemasukan utamanya sebagai guru pendidikan anak usia dini (PAUD) terancam turun drastis.

Di lingkungan tempat tinggalnya, RW 08 Kebayoran Lama Utara, Jakarta Selatan, para orang tua tak lagi mendaftarkan anak-anaknya masuk PAUD sebelum masuk sekolah dasar. Salah satu alasannya: biaya. Pandemi corona berpengaruh terhadap ekonomi warga.

"Minat masuk PAUD Mawar 08 (sekolah Afi) masih lesu. Tahun lalu 15 siswa, sekarang turun jadi 8," kata Afi, panggilan akrabnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (8/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Afi tak lagi memikirkan perkara upah mengajar nanti di tengah pandemi corona. Padahal dalam kondisi normal, gajinya sekitar Rp200 ribu per bulan.

"Saya jadi guru itu mencari berkahnya. Bukan untuk cari uang," katanya.

Untuk menutupi kebutuhan hidup, ia membuka warung jual pulsa di depan kontrakannya. Untungnya juga masih ada suami yang bekerja penuh hari untuk membantu menopang ekonomi keluarga.

Kabayoran Lama Utara tercatat sebagai permukiman padat penduduk. Kebanyakan warga berprofesi sebagai asisten rumah tangga, pedagang warung, sampai sopir ojek online.

Afi menyebut banyak juga orang tua di sini yang langsung menyekolahkan anak mereka ke jenjang SD. Padahal menurut Afi, belum tentu semua anak bisa beradaptasi dengan baik jika langsung dimasukan ke SD.

"Tuntutan di SD itu sekarang tinggi. Kalau anak nggak bisa baca, nggak bisa hitung, mulai dari nol semua, itu akan sulit," ujarnya.

Serupa PAUD Mawar 08, nasib serupa juga dialami para pengajar Taman Kanak-kanak As Sakinah, masih di Kebayoran Lama Utara. Tinggal seminggu menuju tahun ajaran baru, tidak ada satu pun siswa baru yang mendaftar ke kelas kelompok A.

Hanya ada 10 siswa baru yang mendaftar tahun ajaran ini ke kelas kelompok B. Padahal tahun ajaran lalu, TK As Sakinah menerima 30 siswa baru di kelas kelompok A dan B.

"Ya mungkin karena aturan pemerintah [menutup aktivitas sekolah tatap muka] akhirnya mereka pending dulu. Kalau sudah kondusif baru lanjut daftar," ujar Kepala Sekolah TK As Sakinah, Rusmala Utami kepada CNNIndonesia.com di lokasi.

Ia menilai hal ini karena orang tua mempertimbangkan proses belajar jarak jauh serta biaya yang dikeluarkan. Kebanyakan mereka tidak rela atau tidak bisa membayar SPP, padahal anaknya belajar dari rumah.

Untuk menjadi siswa di TK As Sakinah, orang tua harus membayar biaya SPP sebesar Rp130 ribu per bulan. Sedangkan kebanyakan siswa di sekolah tersebut berlatar belakang ekonomi menengah ke bawah.

Rusmala sudah beberapa kali berupaya mengajak keluarga di lingkungan sekolahnya mendaftarkan anaknya di tahun ajaran baru. Namun upaya tersebut tak berbuah banyak. Secara ekonomi, ia mengkhawatirkan penurunan jumlah siswa bakal berdampak signifikan.

Sedangkan Astri, orang tua dari anak berusia 4 tahun di Cibinong, Jawa Barat mengaku sempat berpikiran tidak menyekolahkan anaknya di tengah pandemi. Padahal usia anaknya sudah cukup untuk sekolah di PAUD.

Ia bercerita pada awal Februari 2020 ia sudah mendaftarkan anaknya ke sebuah TK di dekat rumah. Namun tiba-tiba pada bulan Maret kasus corona menyapa Indonesia. Tak lama kegiatan belajar di sekolah dirumahkan, dan pembelajaran dilakukan jarak jauh.

"Seandainya saya tahu keadaan covid-19 akan begini, saya akan batalkan dulu [rencana menyekolahkan anak] tahun ini," ujarnya kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon.

Astri mengatakan hingga kini pun ia belum dapat kepastian dari sekolah mengenai mekanisme belajar di PAUD pada tahun ajaran baru. Pihak sekolah mengatakan masih menunggu arahan dari Dinas Pendidikan.

Ketua Himpunan Tenaga Pendidik Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI) Netty Herawati sebelumnya mengatakan terdapat penurunan drastis terkait minat orang tua menyekolahkan anaknya ke PAUD.

Ia memprediksi penurunan ini secara nasional bisa mencapai 50 persen. Ini karena pada daerah tertentu, misalnya di Sidoarjo, Jawa Timur saja pihaknya sudah menerima laporan sebanyak 85 persen warga dengan anak usia dini tidak mendaftar PAUD.

Secara nasional, kata Netty, kondisi ini bisa menurunkan angka partisipasi pendidikan. Sedangkan secara individual, ia berpendapat tak semua orang tua memiliki kapasitas mengajar anak di rumah tanpa bimbingan sekolah. Padahal anak usia dini umumnya sedang gencar belajar dan meniru dari lingkungan sekitarnya.

"Dalam kondisi pandemi semua keluarga dalam kondisi sulit. Tidak hanya ekonomi, tapi kejiwaan. Terus mereka jadi guru tanpa didampingi sekolah. Pertanyaan bisakah mereka menjalankan?," ujarnya.

Direktur PAUD Kemendikbud Muhammad Hasbi sebelumnya mengatakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) bisa dilakukan di PAUD. Ini berkaca pada pengalaman tiga bulan PJJ di tahun ajaran lalu.

"Dari hasil survei yang kami lakukan, sejak memasuki masa pandemi 98 persen satuan PAUD telah melaksanakan kegiatan BDR [belajar dari rumah], baik melalui daring maupun luring," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (23/6).

Ia mengatakan pihak Kemendikbud sudah mengupayakan bimbingan teknis belajar daring kepada 9.900 guru PAUD, serta menyediakan sumber materi yang bisa diakses gratis.

(fey/ain)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER