Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani menyoroti pentingnya DPR melakukan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) sebagai salah satu upaya membenahi persoalan di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan). Arsul menyatakan demikian merespon pengalaman eks tahanan politik (tapol) Papua, Surya Anta mengenai kondisi Rutan Salemba, Jakarta Pusat yang dia sebut penuh kebobrokan.
Arsul menyatakan kebijakan penghukuman pidana kepada seseorang dalam KUHP saat ini perlu di revisi agar mengedepankan asas restorative justice atau keadilan restoratif.
"Nah memang perlu ada perubahan kebijakan secara komprehensif, termasuk kebijakan penghukuman yang dituangkan dalam ketentuan pidana UU dan KUHP," kata Arsul kepada CNNIndonesia.com, Senin (13/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui, RKUHP saat ini telah melewati tahap pengambilan keputusan tingkat I di DPR. Akan tetapi, pengesahannya itu sempat tertunda akibat desakan dan aksi unjuk rasa massa pada medio tahun 2019 lalu.
Lebih lanjut, Arsul mengakui banyaknya persoalan yang dialami Surya Anta selama menjalani hukuman di Rutan Salemba merupakan rahasia umum yang sudah diketahui banyak pihak.
Bahkan, Arsul mengaku, Komisi III DPR menemukan praktik penyimpangan di lapas atau rutan lain yang lebih parah. Meski demikian, Arsul tak membeberkan rutan atau lapas mana.
"Itu memang problem akut lapas/rutan yang sama-sama sudah kita ketahui. Kami di Komisi III bahkan menemukan yang lebih parah," kata dia.
Arsul juga mengakui problem utama lapas atau rutan yang ada di Indonesia adalah kelebihan kapasitas atau over capacity. Masalah ini kerap kali memicu persoalan-persoalan baru di dalam lapas atau rutan. Seperti seperti kerusuhan hingga keributan sesama narapidana.
"Lapas kita itu memang tak berimbangnya antara ketersediaan tempat untuk menampung tahanan dan narapidana dengan pertambahan jumlah tahanan dan napinya. Yang satu seperti deret hitung, yang satu bertambah seperti deret ukur," kata Arsul.
Surya Anta sempat berbagi pengalamannya saat menjalani hukuman di Rutan Salemba sejak Agustus 2019. Ia mengungkapkan banyak terjadi praktik menyimpang seperti pemalakan hingga jual beli narkoba yang diketahui petugas.
Kelebihan kapasitas juga diungkapkan eks tapol Papua tersebut. Ruang penampungan atau mapaling Rutan Salemba kelebihan kapasitas dan dalam kondisi tak manusiawi. Ia menjelaskan saat itu terdapat 410 tahanan yang dikumpulkan dalam satu ruangan yang tak terlalu besar.
(rzr/osc)