ANALISIS

Perpanjangan PSBB Transisi dan Upaya Tumpul Turunkan Corona

CNN Indonesia
Senin, 20 Jul 2020 10:04 WIB
Suasana di Taman Lapangan Banteng, Jakarta, Sabtu, 13 Juni 2020. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membuka kembali 16 tempat ruang terbuka hijau (RTH) untuk umum pada hari ini dengan protokol kesehatan ketat, seperti membatasi jumlah pengunjung, mewajibkan pengunjung mengisi data, mewajibkan menggunakan masker dan cuci tangan terlebih dahulu, tidak membawa anak kecil, serta mewajibkan pengunjung mengikuti alur masuk dan keluar yang telah dibuat. CNN Indonesia/Bisma Septalisma
Foto ilustrasi. (CNN Indonesia/Bisma Septalisma)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi di Jakarta kembali diperpanjang oleh Gubernur Anies Baswedan. PSBB berskema pelonggaran ini diperpanjang di tengah tingginya kasus virus corona

PSBB transisi sendiri diterapkan DKI Jakarta ketika pemerintah pusat mulai menyerukan tatanan hidup baru atau new normal di tengah pandemi Covid-19. Masyarakat didorong untuk beraktivitas kembali namun dengan kewaspadaan.

Pada PSBB transisi, pembatasan kegiatan di sektor ekonomi maupun sosial budaya dilonggarkan secara bertahap. Aktivitas kembali dibuka namun dengan menerapkan protokol kesehatan. Harapannya, wabah di DKI mengalami penurunan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun faktanya grafik kasus baru di Jakarta masih naik-turun. Hingga Minggu (19/7) kasus positif di DKI Jakarta mencapai 16.538 kasus. Penambahan kasus di ibu kota setiap harinya masih dalam rentang ratusan orang. Angka tambahan positif corona bahkan pernah mencapai 404 orang dan memecahkan rekor harian.

Meski begitu Anies mengatakan mayoritas kasus baru adalah kasus tanpa gejala.

"66 persen dari kasus positif baru di Jakarta dalam seminggu terakhir adalah mereka yang tidak memiliki gejala sakit, keluhan, dan mereka yang ditemukan positif," kata Anies dalam saluran resmi Pemprov DKI di Youtube, Kamis (16/7).

Dalam kesempatan itu, Anies kembali mengingatkan warga Jakarta untuk tetap disiplin dan mematuhi protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Ia pun meminta masyarakat untuk tidak keluar rumah bila tidak memiliki kepentingan.

"Pada prinsipnya, bila tidak perlu keluar rumah jangan pergi. Tetap berada di rumah. Seluruh kegiatan beroperasi 50 persen dari kapasitas, tetap memakai masker bila keluar, ujarnya.

Walaupun demikian, ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia Syahrizal Syarif menilai selama ini penerapan PSBB di Jakarta tidak ada hasil yang memuaskan, meskipun kebijakan itu telah diperpanjang berkali-kali.

"Belum kita berhasil [PSBB], sudah PSBB transisi. Bahkan pemerintah punya skema pelonggaran. Jadi bagaimana mau serius?" kata Syahrizal kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Jumat (17/7).

Menurutnya, penanganan corona di Jakarta sejak awal tidak dilakukan dengan serius. Ia pun tak heran tingkat risiko corona di Jakarta masih tinggi.

Dia mengatakan risiko penyebaran kasus corona di Jakarta termasuk paling tinggi di Indonesia jika dilihat pada tingkat provinsi.

"Risiko [terpapar corona] di DKI itu tertinggi di Indonesia. Tiga kali lebih besar di Jawa Timur. Delapan kali lebih besar dari Jawa Tengah. Dan 14 kali lebih besar dari Jawa Barat," ujarnya.

Sejumlah anggota komunitas Transjakarta melakukan sosialisai dengan berpenampilan Antrean penumpang di Halte Transjakarta Harmoni, Jakarta, saat penerapan PSBB transisi, Rabu, 15 Juli 2020. (CNN Indonesia/Bisma Septalisma)

Perhitungan ini diambil dari jumlah kasus dibagi jumlah penduduk per provinsi. Jika dihitung secara kasar, risiko DKI Jakarta ada di angka 0,14 persen. Sedangkan Jawa Timur 0,04 persen, Jawa Tengah 0,015 persen, dan Jawa Barat 0,0107 persen.

Syahrizal mengatakan hitungan tersebut menunjukkan bahwa DKI Jakarta sebagai wilayah paling berisiko dan perlu ditangani dengan serius, setelah Surabaya Raya. Terlebih mengingat Jakarta menjadi lokasi penyebaran kasus pertama di Indonesia, namun hingga kini risikonya belum juga membaik.

Hal ini bisa dibandingkan dengan penanganan corona di Wuhan, China. Setelah menjadi lokasi penyebaran kasus pertama di China dan dunia, Wuhan langsung menerapkan penguncian wilayah atau lockdown.

Syahrizal menilai penerapan lockdown di Wuhan jauh lebih serius ketimbang di Jakarta. Di Wuhan, selama lockdown masyarakat benar-benar berada di rumah. Petugas kesehatan juga rajin mendatangi rumah warga untuk pemeriksaan kesehatan.

"Di Wuhan dalam satu bulan, 5 juta penduduk dari 11 juta penduduk sudah didatangi door to door, cek kesehatan, diperiksa, dites, uang juga diberikan. Jadi sangat serius. Di kita kan nggak gitu," lanjutnya.

PSBB Tak Disiplin

Ia menilai sejak awal pemerintah tidak mampu menerapkan PSBB dengan ketat dan disiplin. Belum lagi berkaca pada polemik bantuan sosial yang akhirnya memaksa masyarakat keluar rumah untuk bertahan hidup.

Di sisi lain, ketika dampak ekonomi mengharuskan pembatasan sosial dilonggarkan, kata Syahrizal, pemerintah sudah kehilangan kesempatan menuntaskan wabah secepat mungkin.

"Situasi sudah seperti sekarang ini kalau kembali [menerapkan PSBB dengan ketat] lagi enggak mungkin. Paling ya, PSBB transisi aja terus diperpanjang. Enggak mungkin kembali ke PSBB awal," tuturnya.

Syahrizal berpendapat kunci penanganan wabah ada pada keketatan dan kecepatan. Sedangkan DKI sudah ketinggalan kesempatan.

Padahal keberhasilan pembatasan wilayah sudah terbukti di berbagai negara. Ia mengatakan dari 213 negara dengan wabah corona, setidaknya 85 persen sudah mendapati penurunan kasus. Hanya ada kurang lebih 50 negara yang kasusnya masih fluktuatif, termasuk Indonesia.

Kemacetan terjadi di jalan tol dalam kota dari cawang menuju slipi saat kegiatan perkantoran di Jakarta  kembali beroperasi mulai hari ini di tengah penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi. Contra flow diberlakukan untuk memecah kemacetan yang terjadi. Jakarta.  Senin (8/6/2020). CNN Indonesia/Andry NovelinoKemacetan di tol dalam kota saat kegiatan perkantoran di Jakarta kembali beroperasi di tengah penerapan PSBB transisi. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menilai salah satu faktor kasus corona tak kunjung mereda di Jakarta karena pemerintah tidak mampu menjalankan kebijakan yang mendorong masyarakat disiplin.

Ia pun menyindir narasi Anies yang cenderung mendorong masyarakat disiplin dalam mencegah penyebaran corona, ketimbang mendesaknya dengan kebijakan yang tegas.

"Saya melihat justru Pak Gubernur lebih menyalahkan perilaku masyarakat. Padahal perilaku masyarakat ini kan tergantung kebijakan yang dibuat. Kalau kebijakan jelas, terarah, ya masyarakat akan mengikuti," ujarnya.

Nyatanya, Trubus berpendapat sejumlah kebijakan Pemprov DKI Jakarta belum efektif mendorong kedisiplinan masyarakat. Mulai dari jaring pengaman yang tak jelas, sanksi yang belum diterapkan dengan tegas, dan perkara ego sektoral.

Menurutnya, Anies dan jajarannya belum berhasil memetakan kebutuhan dan situasi masyarakat dalam penanganan corona. Ia menilai kebijakan yang diambil Anies belum menyasar ke sasaran yang tepat.

"Ada yang perlu dirumuskan dalam kebijakan [Anies], yakni bagaimana Pemprov bisa menggerakkan masyarakat. Yang tadinya [kebijakannya] top-down, seharusnya jadi bottom-up," jelasnya.

Dalam hal ini ia menyarankan DKI melibatkan jajaran terbawah, mulai dari tokoh masyarakat, RT hingga wali kota dalam memetakan kebijakan yang tegas namun sesuai kondisi di lapangan.

Dengan begitu, kata Trubus, langkah karantina wilayah hingga di tingkat RT dapat dilakukan dengan efektif dan berdampak signifikan terhadap penurunan wabah di DKI.

Kasus Tinggi Masa Transisi

Sejak awal kasus corona didapati di DKI Jakarta, hingga kini akumulasi jumlah kasus mencapai 16.351 orang. Jika menghitung penambahan kasus berdasarkan waktu penerapan PSBB, masa PSBB transisi menyumbang jumlah kasus paling banyak.

Terhitung sejak 5 Juni sampai 19 Juli 2020, ditemukan 8.751 kasus baru. Jangka waktu ini merupakan periode penerapan PSBB transisi yang masih berlanjut hingga sekarang.

Berdasarkan grafik data corona pada situs corona.jakarta.go.id, penambahan kasus corona per harinya selama PSBB transisi naik-turun. Namun secara perlahan mengalami kenaikan hingga 16 Juli 2020.

Dari kurun waktu 5 Juni sampai 16 Juli, angka kasus baru paling sedikit didapati pada 12 Juni sebanyak 76 kasus. Dan paling banyak ditemukan pada 12 Juli dengan 404 kasus.

Kemudian pada periode penerapan PSBB, kasus corona baru yang ditemukan mencapai 5.968 kasus. Ini dihitung dari awal penerapan PSBB, 10 April sampai 4 Juni 2020.

Pada periode tersebut angka penambahan kasus per harinya juga naik turun, namun pergerakan grafik secara keseluruhan tidak naik.

Angka kasus baru paling tinggi ditemukan pada 16 April 2020 dengan 223 kasus. Sedangkan yang paling rendah ditemukan pada 4 Mei dan 11 Mei dengan 55 kasus.

Sebelum PSBB diterapkan di DKI Jakarta, angka kasus yang didapati mulai 3 Maret sampai 9 April mencapai 1.632 ribu. Pada periode ini grafik penambahan kasus mengalami kenaikan per harinya.

(fey/pmg)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER