Jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mengaku heran majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menunda perkara Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Djoko Tjandra, bukan menyatakan sidang PK tidak dapat diteruskan.
Total sidang Praperadilan ini sudah ditunda selama tiga kali. Untuk sidang hari ini, Djoko tidak menghadiri sidang dengan alasan kondisi kesehatannya sedang menurun.
Sementara dalam pelaksanaan sidang kedua kemarin, Hakim sebenarnya sudah memberikan ultimatum agar Djoko dihadirkan dalam sidang PK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mending tanyanya ke hakimnya. Makanya aku juga heran," kata Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Jaksel, Jaksa Ridwan Ismawanta, usai persidangan, Senin (20/7).
Sebelumnya, Hakim Ketua Nazar Patria menyatakan pihaknya memutuskan untuk kembali menunda sidang dan meminta jaksa membuat pendapat tertulis menanggapi surat yang disampaikan Djoko Tjandra.
Ada pun surat tersebut dibacakan oleh kuasa hukumnya Andi Putra Kusuma. Surat itu berisi dua poin: Djoko meminta maaf tidak bisa menghadiri sidang karena kondisi kesehatan yang menurun dan meminta sidang PK-nya dilaksanakan secara daring.
Hakim Nazar menyatakan surat tersebut tidak memberikan kepastian bahwa Djoko bakal menghadiri sidang berikutnya karena sedang berada di Kuala Lumpur, Malaysia. Atas dasar itu, kata dia, majelis hakim memandang sidang tidak dapat diteruskan karena yang bersangkutan tidak akan menghadiri sidang secara langsung.
Meskipun demikian, majelis hakim justru memutuskan untuk menunda sidang untuk kali ketiga. Hakim juga meminta jaksa menyiapkan pendapat tertulis merespons persidangan ini termasuk surat Djoko.
Jaksa Ridwan menyatakan pihaknya bakal membuat pendapat secara tertulis atas dasar perintah majelis hakim. Kejaksaan, lanjut dia, akan menolak permintaan Djoko perihal sidang virtual. Mereka tetap meminta Djoko hadir secara langsung dalam persidangan.
Hal tersebut sebagaimana ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2012 dan Pasal 265 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Isi pendapat jelas sesuai SEMA Nomor 1/2012, pemeriksaan permohonan PK di Pengadilan Negeri wajib dihadiri terpidana," tegas Jaksa Ridwan.
Djoko Tjandra sebelumnya divonis bebas karena tindakannya dalam kasus Bank Bali bukan merupakan perbuatan pidana melainkan perdata. Delapan tahun usai vonis bebas, Kejaksaan Agung mengajukan PK atas putusan bebas Djoko Tjandra ke Mahkamah Agung (MA) pada 2008 lalu.
MA menerima PK yang diajukan jaksa. Majelis hakim menyatakan Djoko Tjandra bersalah dan menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara. Selain itu, uang miliknya di Bank Bali sebesar Rp546,166 miliar dirampas untuk negara.
Namun, sehari sebelum vonis tersebut, Djoko Tjandra berhasil melarikan diri. Sejumlah pihak menduga Djoko Tjandra berada di Papua Nugini. Ia lantas ditetapkan sebagai buron.
(ryn/gil)