Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang pedoman pelaksanaan kegiatan Hari Raya Iduladha 1441 Hijriah pada kondisi Pandemi Covid-19.
Dalam SE bernomor 003.2/ 6362/436.8.4/2020 itu sedikitnya ada lima poin yang harus diperhatikan warga Surabaya, saat Iduladha. Yakni aturan takbiran, pelaksanaan Salat Id, penjualan hewan kurban, pemotongan hewan kurban hingga pendistribusian daging kurban.
"Pertama, takbir dapat dilaksanakan di masjid, musala, kantor, dan rumah. Kegiatan takbir keliling atau kegiatan takbir cukup dilakukan di masjid dengan menggunakan pengeras suara dan harus selalu memperhatikan protokol kesehatan," kata Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya, Irvan Widyanto di kantornya, Sabtu (27/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, terkait pelaksanaan Salat Id, pengelola atau panitia harus menyiapkan petugas untuk melakukan pengawasan penerapan protokol kesehatan di area tempat pelaksanaan salat, dengan membatasi jemaah maksimal 50 persen dari total kapasitas.
Petugas, kata Irvan juga harus memastikan seluruh area tempat ibadah bersih dan higienis, membatasi jumlah pintu atau jalur keluar masuk, menyediakan fasilitas cuci tangan dengan air mengalir dan dispenser pembersih tangan mengandung alkohol (hand sanitizer), menyediakan alat pengecekan suhu di pintu atau jalur masuk.
"Jika suhu tubuh (jemaah) terdeteksi lebih dari 37,5 derajat celcius, dianjurkan untuk untuk ke dokter dan sholat di rumah," kata dia.
Selain itu, pemberian jarak antar jemaah, tidak menyediakan kotak infak keliling, mempersingkat pelaksanaan salat dan khotbah.
Saat pelaksanaan salat, jemaah juga harus membawa sajadah, menggunakan masker, menjaga kebersihan tangan, menghindari kontak fisik.
"Kami juga mengimbau untuk tidak mengikuti Salat Id berjamaah bagi anak-anak yang berusia di bawah dari lima tahun dan jamaah lanjut usia (lansia) di atas 65 tahun yang rentan tertular penyakit," katanya.
Jemaah yang berstatus sakit diminta untuk tak mengikuti Salat Id berjamaah, dan sebagai gantinya mereka diminta untuk salat di rumahnya masing-masing atau di tempat karantina.
Ketiga, penjualan hewan kurban harus memenuhi beberapa syarat, yakni lokasi penjualan hewan kurban diupayakan tersebar di setiap wilayah kecamatan dan memenuhi syarat keamanan dan kesehatan lingkungan.
Kemudian penjualan hewan kurban, kata Irvan, dilakukan di tempat yang telah mendapatkan izin dari camat atas rekomendasi lurah di wilayah penjualan.
"Penjualan hewan kurban dioptimalkan dengan memanfaatkan teknologi daring," katanya.
Selanjutnya, untuk pengaturan tata cara penjualan harus memperhatikan luasannya, yaitu untuk sapi dengan ukuran 2 x 1 meter dan untuk kambing 1,5 x 1 meter. Pemberlakuan waktu penjualan juga dibatasi mulai pukul 07.00 - 22.00 WIB.
"Pintu masuk dan keluar harus satu arah dan jarak antar orang di dalam lokasi penjualan paling sedikit satu meter," kata dia.
Para penjual, ujarnya, juga harus menyiapkan tempat cuci tangan dan atau menggunakan hand sanitizer. Penjual dan calon pembeli hewan kurban harus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker dan Face Shield bila diperlukan selama di tempat penjualan.
"Setiap hewan kurban yang dijual sudah dilakukan cek kesehatan oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP)," kata ujarnya.
Keempat, untuk kegiatan pemotongan hewan kurban,kata Irvan, harus dilakukan di fasilitas pemotongan Rumah Potong Hewan (RPH), masjid, musala dengan memperhatikan protokol kesehatan dan lokasi yang terbuka.
"Di samping itu, harus mengatur dan membatasi jumlah orang yang melakukan pemotongan hewan kurban. Untuk satu ekor sapi terdiri dari 5-7 petugas dan satu ekor kambing terdiri dari 2-3 petugas," katanya.
Petugas pemotong ini, menurut Irvan, juga harus menjaga jarak paling sedikit satu meter dan tidak saling berhadapan antara petugas yang melakukan pengulitan, pencacahan dan pengemasan daging.
"Petugas harus mengenakan APD, berupa masker, face shield dan sarung tangan sekali pakai," lanjut dia.
Irvan juga meminta bahwa para petugas pemotong hewan kurban harus selalu mematuhi protokol kesehatan seperti pengecekan suhu tubuhnya, cuci tangan, memperhatikan etika batuk, bersin dan meludah. Bahkan, harus selalu membersihkan tempat pemotongan baik sebelum maupun sesudah pemotongan.
"Petugas pemotong hewan juga harus membersihkan diri, mandi dan mengganti pakaian, usai pemotongan, dan setiap penanggung jawab kegiatan harus membentuk kepanitiaan dan bertanggungjawab penuh," ucap Irvan.
Kelima, kegiatan pendistribusian hewan kurban harus dilakukan oleh panitia ke rumah penerima daging kurban. Hal itu berbeda dengan pengambilan daging kurban pada tradisi tahun-tahun sebelumnya, yang mengakibatkan kerumunan orang.
"Petugas pendistribusian wajib memakai masker, face shield bila diperlukan, dan sarung tangan serta tidak boleh bersentuhan langsung dengan penerima daging kurban," kata dia.
Sedangkan jika penerima daging kurban itu adalah pasien positif, atau suspect corona dengan gejala ringan, petugas pembagian daging kurban haruslah meletakkan daging itj pada lokasi yang aman.
"Tujuannya untuk menghindari bersentuhan langsung dengan penerima daging kurban," pungkasnya
(stu/frd/stu)