Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap tersangka mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman dan menantunya, Rezky Herbiyono.
Kedua tersangka tersebut telah memenuhi panggilan penyidik sekitar pukul 12.50 WIB.
Dalam agenda pemeriksaan hari ini, penyidik lembaga antirasuah KPK juga memanggil sejumlah saksi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada tahun 2011-2016.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para saksi tersebut adalah tiga hakim bernama Elang Prakoso Wibowo, Sobandi dan Ariansyah B Dali P. serta satu saksi lainnya yang merupakan karyawan swasta bernama Stefanus Budi Juwono Yoso Sumardi.
"Keempat orang saksi diperiksa untuk tersangka NHD [Nurhadi]," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, melalui keterangan tertulis, Kamis (30/7).
Ketika disinggung mengenai konfrontasi keterangan antara saksi dengan tersangka,
Ali mengaku belum mendapat informasi dari penyidik. "Aku tanyakan dulu," kata Ali singkat.
Dalam perkembangan penanganan penyidikan, KPK tengah mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh Nurhadi. Salah satunya dengan menelusuri dugaan kepemilikan lahan kebun kelapa sawit yang disinyalir hasil dari kejahatan suap dan gratifikasi yang dilakukan Nurhadi.
Pengusutan tersebut salah satunya didalami dengan melakukan pemeriksaan saksi-saksi, yakni Sekretaris Pengadilan Tinggi (PT) Agama Medan, Hilman Lubis; Musa Daulae selaku Notaris dan PPAT; dan satu orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) bernama Bahrain Lubis.
"Kami juga sudah menginformasikan kepada rekan-rekan semua terkait dengan saksi-saksi yang diperiksa itu terkait dengan konfirmasi aset-aset atau benda yang diduga milik Tersangka NHD [Nurhadi]. Baik itu pada vila, kemudian beberapa kendaraan dan tas, barang-barang mewah, sepatu. Termasuk juga dengan kelapa sawit ini," kata Ali.
Selain Nurhadi dan Rezky, KPK menetapkan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto sebagai tersangka. Ia disebut memberikan 9 lembar cek serta suap/ gratifikasi dengan total Rp46 miliar kepada Nurhadi.
Hanya saja, sampai saat ini Hiendra masih melarikan diri dengan status buronan. Belum ada pernyataan resmi dari KPK soal perkembangan pencarian Hiendra.