Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil meminta pimpinan DPR mempertimbangkan langkah pembentukan panitia khusus (pansus) terkait kasus pelarian buron kasus hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.
Menurutnya, pembentukan pansus ini patut dipertimbangkan pimpinan DPR karena kasus pelarian Djoko Tjandra terbukti telah melibatkan sejumlah oknum pejabat negara dari berbagai institusi.
"Setelah saya lihat melibatkan polisi, jaksa, kemudian lurah, memang ini harus dibongkar. Oleh karena itu, memang wacana pembentukan pansus angket di DPR perlu dipertimbangkan oleh pimpinan DPR," kata Nasir kepada CNNIndonesia.com, Kamis (30/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembentukan pansus angket ini, menurutnya, juga patut dipertimbangkan karena kasus pelarian Djoko Tjandra tidak menutup kemungkinan telah melibatkan pihak imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Nasir meminta pimpinan DPR bermusyawarah dan membentuk pansus angket terkait kasus pelarian Djoko Tjandra. Menurutnya, pembentukan pansus ini tidak perlu menunggu usulan dari fraksi-fraksi di DPR agar tidak menjadi politis dan kasus pelarian Djoko Tjandra layu sebelum berkembang.
"Dengan segala hormat kita minta kepada pimpinan DPR agar bisa bermusyawarah agar pansus angket bisa dibuat untuk mendalami semuanya. Enggak perlu ada fraksi yang mengusulkan hak angket, karena itu sangat politis dan bisa-bisa nanti layu sebelum berkembang," tutur Nasir.
Untuk diketahui, aturan mengenai Hak angket diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3).
Pada Pasal 79 ayat 3 disebutkan, Hak Angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Syarat dan tahapan mengajukan Pansus dengan menggunakan hak angket ini diatur dalam Pasal 199 dan 200. Pada pasal 199 ayat 1 disebutkan, pengajuan pembentukan Pansus Hak Angket memiliki syarat minimal mendapatkan 25 tanda tangan anggota DPR dan harus lebih dari satu fraksi.
Kemudian pasal 199 ayat 2 menyatakan, pengusulan hak angket disertai dengan dokumen yang memuat materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki dan alasan penyelidikan.
Tahap berikutnya, Pasal 200 ayat 1 menyebutkan, surat pengajuan hak angket tersebut diserahkan oleh pimpinan fraksi kepada pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti lewat Badan Musyawarah dan Rapat Paripurna.
Setelah hak angket diterima DPR, Pimpinan DPR akan membentuk pansus yang dinamakan panitia angket yang keanggotaannya terdiri atas semua unsur fraksi DPR. Keberadaan Djoko Tjandra yang sempat pulang ke Indonesia untuk membuat e-KTP hingga paspor masih mendapatkan sorotan publik hingga saat ini.
Tiga orang Perwira Tinggi (Pati) Polri kemudian terjungkal dari jabatannya karena diduga ikut membantu Djoko Tjandra selama beraktivitas di Indonesia.
Sebanyak tiga Pati Polri itu adalah Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo yang dicopot dari jabatan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte yang dicopot dari jabatan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, serta Brigadir Jenderal Nugroho Slamet Wibowo yang dicopot dari jabatan Sekretaris NCB Interpol Indonesia.
Teranyar, Kejaksaan Agung mencopot Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan, Pinangki Sirnamalasari dari jabatannya. Pinangki dicopot dari jabatannya karena diduga betemu dengan Djoko Tjandra di Malaysia pada 2019 lalu.
Terpisah, Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman meminta dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Pinangki Sirnamalasari diusut. Menurutnya, Kejaksaan Agung harus berkoordinasi dengan Polri untuk mengusut dugaan Pinangki menyembunyikan buron Djoko Tjandra.
"Dalam konteks pidana, Kejaksaan Agung hendaknya berkoordinasi dengan kepolisian agar jaksa tersebut diperiksa dalam dugaan tindak pidana membantu menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan sebagaimana diatur dalam Pasal 221 KUHP," kata sosok yang akrab disapa Habib itu kepada CNNIndonesia.com, Kamis (30/7).
Dia menerangkan bahwa sebagaimana diatur Pasal 12 ayat (4) Kode Perilaku Jaksa, penonaktifan Pinangki tidak boleh mengabaikan ketentuan pidana dan hukuman disiplin terkait status seorang jaksa sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) jika melakukan pelanggaran aturan.
Habib juga mengimbau Kejaksaan Agung agar terus melakukan pendalaman tentang komunikasi yang dilakukan antara Pinangki dengan Djoko Tjandra, serta kemungkinan oknum jaksa lain terlibat dalam pelarian Djoko Tjandra.