Kepala Biro Komunikasi Kementerian Kesehatan Widyawati memastikan hingga saat ini belum ditemukan obat atau vaksin yang bisa digunakan untuk mencegah dan mengobati penularan Covid-19. Semua negara saat ini masih berkutat pada tahap penelitian.
Pernyataan ini disampaikan Widyawati menyusul klaim seorang pria yang mengaku sebagai pakar kesehatan sekaligus ahli mikrobiologi dengan titel profesor, Hadi Pranoto, yang mengaku telah menemukan obat Covid-19 saat dia melakukan wawancara tatap muka dengan musisi Erdian Aji Prihartanto alias Anji.
Widyawati meminta Hadi bisa memaparkan secara detail soal temuan obat Covid-19 yang sempat dia utarakan itu. Bahkan Kemenkes kata dia, mempertanyakan kenapa Hadi tak mempublikasikan temuannya itu secara terbuka jika memang ada.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di mana dilakukan risetnya? Sendiri atau bersama tim? Apa metodologinya? Kenapa tidak dipublikasikan luas? Apakah sampel atau material yang digunakan cocok dengan virus saat ini," kata Widyawati saat dihubungi melalui pesan singkat, Senin (3/8).
Penelitian virus, kata Widyawati, tidak bisa dilakukan sembarangan dan harus dilakukan di laboratorium khusus.
Jika benar Hadi telah melakukan penelitian, Kemenkes meminta dia menyampaikan temuan itu secara terbuka dan detail kepada publik maupun pemerintah.
"Sampaikan saja temuannya secara terbuka. Kepada publik, kepada kami, kepada pemerintah," kata dia.
Lagi pula menurut dia, selama membantu proses penanganan Covid-19 di Indonesia, Kemenkes menemukan bahwa virus Covid-19 tergolong self-limiting disease atau penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya, bergantung kepada ketahanan tubuh seseorang.
Oleh karena itu, seluruh pasien COVID-19 saat ini menjalani perawatan dengan terapi dan obat yang sifatnya suportif yang bertujuan untuk meningkatkan imunitas tubuh seseorang sehingga bisa melawan virus corona.
Sehingga soal temuan obat Covid-19 versi Hadi dalam video yang diunggah Anji itu, Widyawati meminta agar Hadi bersedia membuka data pasien yang telah dia sembuhkan dengan obat temuannya. Apalagi klaim sembuh hanya dalam waktu dua sampai tiga hari yang diungkapkan Hadi nyatanya tak sesuai dengan pedoman atau standar tata laksana klinis pasien COVID-19, baik yang dirawat di RS maupun yang melakukan isolasi mandiri.
"Apakah bisa disebutkan di mana dan siapa saja data pasien yang disembuhkan dengan obat herbal tersebut," kata dia.
Tak hanya itu, Kemenkes juga meminta agar Hadi bisa membeberkan data ribuan pasien yang dia klaim telah berhasil sembuh oleh obat temuannya itu. Sebab ketika Kemenkes melakukan pengecekan ke Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet Kemayoran, nyatanya tak ada jejak penggunaan obat milik Hadi itu.
"Tolong yang bersangkutan membeberkan data-data pasiennya siapa dan di fasilitas kesehatan mana saja. Kami sudah cek ke RS darurat Covid-19 Wisma Atlet, tidak ada penggunaan obat herbal tersebut bagi pasien yang dirawat di sana," kata dia.
Terkahir kata dia, soal tes polymerase chain reaction (PCR) yang juga sempat disinggung Hadi dalam video itu dengan harga murah hanya Rp10 ribu hingga Rp20 ribu saja, agar segera ditunjukan referensi dan tempat tesnya.
"Silakan ditunjukkan dari mana referensinya. Karena tes dengan metode swab dengan pemeriksaan RT-PCR adalah yang saat ini menjadi standar tracing dan testing di seluruh dunia," kata dia.
(tst/gil)