Aksi Erdian Aji Prihartanto alias Anji menampilkan sosok Hadi Pranoto yang ia sebut sebagai penemu obat Covid-19 menggegerkan publik. Langkah Anji disebut membawa harapan semu yang berbahaya di tengah pandemi Covid-19.
Kegegeran publik dimulai saat Anji mengunggah video berjudul BISA KEMBALI NORMAL? OBAT COVID 19 SUDAH DITEMUKAN !! (Part 1), Jumat (31/7) lalu di akun Youtubenya. Video itu menampilkan perbincangannya dengan seorang bernama Hadi Pranoto.
Dalam video itu, mereka membahas berbagai hal soal Covid-19. Mulai dari klaim virus corona mati pada suhu 350 derajat hingga penemuan jamu obat Covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Video itu viral di media sosial. Berkatnya, nama Anji dan Hadi Pranoto berada di jajaran trending topic Twitter hingga hari ini. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga membantah berbagai klaim yang dilontarkan Hadi.
Usai ramai di media sosial, video itu hilang dari Youtube pada Minggu (2/8). Dalam akun Instagram duniamanji, Anji malah membandingkan perolehan konten video kontroversial tersebut dengan video perbincangannya soal nasib bisnis pertunjukan musik kala pandemi.
Aksi Anji dan Hadi Pranoto bukan kasus pertama terkait klaim obat Covid-19. Beberapa waktu lalu, beberapa pejabat negara juga sempat memamerkan obat atau ramuan herbal yang diklaim bisa menyembuhkan pasien Covid-19.
Misalnya Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad yang memperkenalkan Herbavid-19. Politikus Partai Gerindra itu mengaku sembuh dari Covid-19 setelah mengonsumsi jamu tersebut.
Bahkan PT Satgas Lawan Covid-19 DPR mendaftarkan Herbavid-19 ke Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Pada 30 April lalu, jamu ini mendapat nomor registrasi TR203643421.
Namun Jamu itu batal diproduksi massal usai menuai polemik. Terlebih lagi setelah protes keras Gabungan Pengusaha (GP) Jamu Indonesia terhadap jamu impor dari China tersebut.
Kasus lainnya datang dari pemerintah sendiri. Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo memperkenalkan Kalung Kayu Putih (Kalung Eucalyptus) buatan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan).
Politikus Partai Nasdem itu menyebut kalung eucalyptus bisa mematikan 42 persen virus corona dalam 15 menit pemakaian. Sementara jika dipakai setengah jam, maka 80 persen virus corona dalam tubuh bisa mati, klaim Syahrul.
Pernyataan Syahrul memicu protes dari publik dan parlemen. Setelah ramai dicerca, akhirnya Kementan menjelaskan kalung eucalyptus bukan antivirus corona.
Ada pula pernyataan Kapolda Jawa Timur, Inspektur Jenderal M Fadil Imran yang mengaku memberikan obat herbal asal China, Lianhua Qingwen Jiaonang ke pasien positif virus corona dengan gejala ringan sampai sedang.
Fadil mengaku berinisiatif memberikan obat itu ke masyarakat Jatim yang positif virus corona berdasarkan praktik pengobatan yang sudah dilakukan di Wuhan, China dan bahkan Jakarta.
Ada pula Gubernur Bali Wayan Koster yang mengklaim metode pengobatan tradisional Bali (usada) dengan cara terapi arak Bali. Terapi itu diklaim efektif menyembuhkan pasien positif virus corona (Covid-19) tanpa gejala (asimtomatik).
Terapi ini menggunakan bahan dasar arak Bali yang sudah diolah khusus itu, sudah diujicobakan kepada ratusan orang positif Covid-19 yang dirawat di sejumlah tempat karantina.
Dia mengklaim tingkat kesembuhan terapi arak Bali ini mencapai 80 persen terutama untuk mereka yang tanpa gejala. Pada percobaan awal, ada 19 sampel yang dicoba dan hasilnya sebanyak 15 pasien sembuh. Jumlah sampel kemudian terus ditingkatkan hingga mencapai ratusan.
Koster menyebut dalam mengobati pasien positif virus corona ini, arak khusus Bali dicampur dengan ekstraksi daun jeruk purut, dan minyak kayu putih. Ramuan itu dimasukkan ke dalam sebuah alat dan dihirup uapnya.
Sosiolog Universitas Airlangga Surabaya Bagong Suyanto menilai fenomena klaim obat Covid-19 ini dilatarbelakangi ketidakpastian penanganan pandemi.
Bagong berpendapat publik gusar karena pandemi Covid-19 tak kunjung selesai. Lalu muncul pihak-pihak yang coba memberi harapan, meski belum tentu benar.
"Saya kira latar belakangnya ketidakpastian informasinya kan tinggi berkaitan dengan covid. Itu menyebabkan muncul orang-orang tertentu yang mungkin memberikan informasi sebenarnya di ranah subjektif, tapi lalu menjadi isu publik," kata Bagong saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (3/8).
Guru Besar FISIP Unair itu mencontohkan kasus Hadi Pranoto. Sebenarnya, kata dia, subjektivitas Hadi sah-sah saja. Namun jadi masalah jika pendapat itu disiarkan ke publik tanpa landasan saintifik yang jelas.
Bagong khawatir klaim-klaim seperti yang disampaikan Hadi berdampak buruk di masyarakat. Sebab klaim itu justru akan membuat masyarakat lengah menghadapi pandemi.
"Masyarakat merasa ketidakpastian informasi. Bahkan ada yang menelan mentah informasi itu. Bisa membuat lengah masyarakat karena dibuat percaya begitu saja," ucap dia.
Dihubungi terpisah, Epidemiolog Universitas Indonesia Syahrizal Syarif menyayangkan klaim terkait obat Covid-19. Syahrizal berpendapat aksi itu sangat berbahaya di tengah pandemi.
"Kalau itu klaim palsu sementara masyarakat percaya, kan suatu kerugian. Masyarakat memakai sesuatu yang tidak sesuai, jadi kaya pakai jimat padahal enggak ada artinya," ucap Syahrizal saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (3/8).
Dia menyebut klaim-kalim Hadi hanya omong kosong. Selain tak ada bukti ilmiah, beberapa pernyataan Hadi terkait jamu obat Covid-19 juga patut dipertanyakan.
Syahrizal menjelaskan jamu berbeda dari obat. Jamu memang berkhasiat, tapi boleh diklaim menyembuhkan. Jamu juga tak boleh diberikan kepasa orang sakit sebagai upaya penyembuhan. Biasanya, kata dia, jamu hanya menjadi suplemen penambah daya tahan tubuh.
Syahrizal menuturkan fenomena main klaim obat Covid-19 harus segera ditertibkan. Jika tidak, maka kesimpangsiuran informasi akan terjadi dan menyulitkan penanganan pandemi.
"Otoritas kita terlalu longgar terutama untuk media sosial. Terlalu banyak kebohongan publik disampaikan, dan pemerintah tidak tegas dalam hal itu," tuturnya. "Kan ada Satgas, mereka harus menindak," kata Bagong.
Sementara itu Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Slamet Budiarto menyayangkan klaim obat covid-19 sudah ditemukan.
Menurutnya di dunia ini belum ada secara khusus obat covid-19.
"Adanya adalah obat pencegah radang, kemudian obat memperingan tapi belum menyembuhkan," kata Slamet Budiarto kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon.
Ia mengatakan terdapat sejumlah tahap yang perlu dilalui untuk mendapatkan obat yang diyakini dapat menyembuhkan Covid-19. Hal ini pun masih dilakukan berbagai negara di dunia dan merupakan proses yang sulit untuk didapatkan dalam waktu dekat ini.
Slamet menjelaskan obat harus melewati sejumlah tahap pengujian sebelum diklaim berhasil. Itu dimulai dari uji toksisitas, uji klinis kepada hewan, uji klinis terbatas kepada manusia, sampai uji klinis massal.
Setelah melewati uji klinis, katanya, baru obat bisa dipakai. Namun itu hanya boleh dipakai secara terbatas, sebelum akhirnya benar-benar dipasarkan.
"Itu juga sulit sekali. Kemarin yang dari Amerika katanya juga masih gagal yang antivirus itu. Satu-satunya jalan memang vaksin," ujarnya.
Sejauh ini berdasarkan kesaksian pihaknya, belum ada obat yang dapat menangani corona secara spesifik di Indonesia. Pada kasus yang ditangani di rumah sakit, dokter umumnya memberikan kombinasi obat yang meminimalisasi komplikasi virus.
Pandemi covid-19 sejauh ini memang tidak diramalkan kapan berakhir, kecuali vaksin ditemukan. Di Indonesia, kapan puncak kasus covid-19 bahkan belum bisa diperkirakan.
Sejumlah prediksi meleset dan angka baru penularan covid-19 masih tinggi setiap harinya.
Hari ini ada tambahan 1.679 kasus baru corona. Total sudah 113.134 orang terinfeksi. Sebanyak 70.237 diantaranya dinyatakan sembuh dan 5.302 orang lainnya meninggal dunia.
(sur/dhf/sur)