Sedikitnya 20 persen kawasan hutan bakau (mangrove) di Sumatera Selatan (Sumsel) dalam kondisi kritis. Akibatnya, kelestarian biota laut terancam dan aktivitas pelabuhan penyeberangan pun terganggu.
Kepala Dinas Kehutanan Sumsel Panji Tjahjanto mengatakan, terdapat 158.734 hektare (Ha) kawasan hutan bakau di Sumsel yang tersebar di tiga kabupaten yakni Banyuasin, Musi Banyuasin, dan Ogan Komering Ilir. Dari luasan tersebut, lebih dari 30 ribu ha hutan bakau dalam kondisi kritis.
Panji berujar, kerusakan bakau disebabkan oleh aktivitas masyarakat yang melakukan alih fungsi lahan menjadi pemukiman, tambak udang, dan perkebunan. Selain itu, pemanfaatan kayu bakau menjadi arang yang diperjual-belikan juga turut merusak hutan bakau.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua hal tersebut memicu timbulnya sedimentasi dan abrasi di sekitar lokasi yang kritis.
Kritisnya kawasan bakau pun mengancam aktivitas penyeberangan Pelabuhan Tanjung Api-api, Kabupaten Banyuasin ke provinsi Bangka-Belitung.
"Di Pelabuhan Tanjung Api-Api sudah terlihat dampaknya. Akibat sedimentasi, kadang kapal tidak bisa sandar karena pesisir pelabuhan yang sangat dangkal. Kapal baru bisa sandar ketika air pasang," ujar Panji usai Penanaman Mangrove di kawasan Pelabuhan Tanjung Api-Api, Banyuasin, Sumsel, Senin (3/8).
Gubernur Sumsel Herman Deru berujar, keberadaan bakau pun dapat mencegah terjadinya abrasi dan menjaga kelestarian biota laut di sekitar. Hal tersebut dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar yang berprofesi sebagai nelayan.
"Sejumlah upaya dilakukan untuk menekan kerusakan mangrove, seperti rehabilitasi lahan dan upaya menjadikan kawasan mangrove sebagai lokasi wisata," kata Herman.
Pemprov Sumsel berencana melakukan rehabilitasi 50 hektare kawasan mangrove tahun ini. Untuk langkah awal, sebanyak 2.020 bibit bakau ditanam di sekitar kawasan Pelabuhan Tanjung Api-api.
Sementara untuk rencana lokasi wisata, pihaknya akan mengusung Taman Nasional Berbak-Sembilang yang memiliki potensi wisata cukup bagus dengan adanya aktivitas burung migran.
"Burung itu bermigrasi ke Sembilang karena adanya mangrove yang menjadi sarang kepiting dan udang yang menjadi makanannya. Kalau tidak ada mangrove, burung itu tidak akan datang," ujar dia.
Sementara Staf Khusus Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jhonny Siahaan berujar, terdapat 3,31 juta hektare kawasan bakau di Indonesia. Sebanyak 2,67 juta hektare diantaranya dalam kondisi baik dan 670 ribu hektare kritis
Langkah rehabilitasi terus dilakukan pemerintah, salah satunya dengan penanaman minimal 1.000 hektare bibit bakau setiap tahunnya.
"Dari jumlah 670 ribu kawasan mangrove kritis, sebanyak 47.925 hektare diantaranya sudah direhabilitasi pemerintah. Ini penting karena keberadaan mangrove dapat memberikan kontribusi terhadap hasil perikanan dan mengurangi resiko efek gas rumah kaca di Indonesia," kata Jhonny.
(idz/sfr)