Presiden Joko Widodo meminta jajarannya fokus menurunkan angka stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak di 10 provinsi sambil menyoroti soal pelayanan terhadap ibu hamil di masa pandemi Covid-19.
Provinsi tersebut yakni Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Barat, Gorontalo, Aceh, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah.
Meski tak merinci, Jokowi mengatakan prevalensi atau jumlah keseluruhan kasus penyakit di 10 provinsi tersebut masih tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita fokus saja menurunkan angka stunting di 10 provinsi yang prevalensi tertinggi," ujar Jokowi saat membuka rapat terbatas terkait 'Percepatan Penurunan Stunting' seperti disiarkan melalui akun Youtube Sekretariat Presiden, Rabu (5/8).
Jokowi meminta gubernur, bupati, wali kota, hingga tingkat kepala desa untuk fokus menurunkan angka stunting di 10 provinsi tersebut.
Kendati masih tinggi di 10 provinsi, Jokowi mengklaim terjadi perbaikan prevalensi angka stunting yang semula 37 persen pada 2013 menjadi 27,6 persen pada 2019.
"Ini ada penurunan yang cukup lumayan. Tapi saya kira ini tidak cukup, kita harus menurunkan lebih cepat lagi," katanya.
![]() |
Jokowi telah meminta Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto untuk mempercepat penurunan angka stunting menjadi 14 persen pada 2024.
"Target kita seperti yang saya sampaikan ke Menkes, di 2024 kita harus bisa turun menjadi 14 persen," ucap Jokowi.
Mantan Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta ini juga menyoroti akses pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan balita agar tetap terlaksana di tengah pandemi Covid-19. Layanan itu berupa pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dan suplemen vitamin A bagi ibu menyusui dan makanan pendamping ASI.
"Aspek promotif, edukasi, sosialisasi bagi ibu hamil juga pada keluarga harus digencarkan sehingga meningkatkan pemahaman untuk pencegahan stunting," tuturnya.
Untuk memudahkan upaya penurunan angka stunting, Jokowi juga menggabungkan dengan program perlindungan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH) hingga Bantuan Pangan Non Tunai (BNPT) bagi warga tak mampu.
Jokowi meminta agar sosialisasi pencegahan stunting juga dapat melibatkan kelompok PKK, RT/RW, hingga tokoh agama.
"Sekali lagi saya minta ini juga melibatkan PKK, tokoh agama, tokoh masyarakat, RT/RW, serta relawan, dan kita harapkan ini menjadi gerakan bersama," katanya.
Sebelumnya, Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Nasional Wiku Adisasmito menyatakan Indonesia adalah salah satu contoh negara yang anak-anaknya mengalami kekurangan gizi atau menderita gizi buruk bahkan sebelum masa pandemi.
![]() |
"Berdasarkan laporan Unicef baru-baru ini Indonesia adalah contoh negara kekurangan gizi bahkan sebelum pandemi Covid-19," kata dia, di Istana Negara, Jakarta, Kamis (4/6).
Berdasarkan laporan tersebut ada lebih dari tujuh juta anak balita menderita stunting atau kekerdilan. Hal ini telah membawa Indonesia berada di peringkat lima besar berkaitan dengan pengerdilan anak.
"Lebih dari tujuh juta anak balita mengalami stunting," kata Wiku.
Diketahui, stunting atau kekerdilan terkait dengan kekurangan gizi kronis pada masa awal pertumbuhan. Efek lanjutannya adalah anak akan memiliki kecerdasan di bawah rata-rata, sistem kekebalan tubuh atau imunitas kurang sehingga gampang sakit, dan berisiko terkena diabetes, penyakit jantung, stroke, kanker saat dewasa.
Dikutip dari data Dirjen Kesehatan Masyarakat di situs Kementerian Kesehatan, angka stunting pada balita saat ini mencapai 27,7 persen.
Berdasarkan data yang sama, provinsi-provinsi dengan kasus stunting terbanyak berdasarkan jumlah kabupaten/kotanya antara lain Papua (ada di 27 kabupaten/kota), NTT (21), Jawa Barat (20), Jawa Timur dan Jawa Tengah (masing-masing 16), Sumatra Utara dan Papua Barat (masing-masing 15), Sulawesi Selatan (11), Aceh (10), dan NTB (8).
(dis/tst/arh)