Khofifah: Bansos Corona Bisa Untungkan Petahana untuk Pilkada

CNN Indonesia
Senin, 10 Agu 2020 00:26 WIB
Gubernur Jatim Khofifah menyebut ada potensi petahana memanfaatkan bansos corona dari pemerintah pusat untuk kepentingan pilkada serentak.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (CNN Indonesia/ Farid Miftah Rahman)
Jakarta, CNN Indonesia --

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyebut adanya kemungkinan politisasi dengan menelikung bantuan sosial (bansos) oleh petahana saat Pilkada Serentak 2020.

Khofifah khawatir beberapa calon pasangan yang maju di Pilkada serentak 9 Desember mendatang menyalahgunakan bansos yang diberikan kepada masyarakat sebagai kompensasi pandemi virus corona (Covid-19).

"Apa betul bahwa di era pandemi ini kemungkinan bansos akan menguntungkan petahana? Rasanya iya," kata Khofifah dalam agenda Webinar Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19, Minggu (9/8) malam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Khofifah menjelaskan, proses pemberian bansos berujung pada penanggung jawab Bupati atau Walikota terkait. Meski bantuan itu sejatinya berasal dari pemerintah pusat.

Sehingga, hal ini menurutnya dapat dijadikan peluang besar bagi para petahana atau incumbent untuk 'promosi' pribadi kepada rakyat.

Pasalnya, ia mengaku mendapat banyak laporan dari beragam latar belakang masyarakat Jawa Timur. Mereka melapor kalau kepala daerah kerap memberikan bansos berbentuk amplop.

Namun, amplop itu ditulisi nama Bupati. Praktik lain adalah menerakan logo calon pasangan Pilkada yang dicetak jelas dalam bungkus sembako bansos.

"Ini sudah harus bottom up proses, yang me-report ke Bawaslu di Kabupaten/ Kota juga harus segera di follow up. Jangan sampai menunggu ada reaksi dari masyarakat baru kemudian direspons," tegas Khofifah.

Oleh sebab itu, Khofifah mengaku telah melakukan diskusi dengan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan Bawaslu Provinsi Jawa Timur, hingga kepada Daerah untuk membahas perihal antisipasi kemungkinan praktik ini akan terjadi saat Pilkada.

Hasilnya, ia telah membentuk sebuah forum yang mengundang para Kepala Daerah, Inspektorat, Sekretaris Daerah, dan juga turut menghadirkan Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nantinya.

"Secara formal kami sudah menyurat kepada Bupati atau Walikota, baik yang petahana maupun yang tidak ikut running. Karena sangat mungkin dia tidak running tapi dia punya jagoan. Sama sebetulnya, jadi kami bersurat," lanjut Khofifah.

Eks Menteri Sosial itu berharap bansos di tengah bencana non-alam seperti ini, tidak disalahgunakan.

Seorang warga membawa paket sembako bansos yang diserahkan petugas kelurahan menjelang penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Kota Dumai, Riau, Minggu (17/5/2020). Dinas sosial setempat pada tahap pertama H-1 PSBB menyalurkan bansos sembako sebanyak 14 ribu paket kepada keluarga nondata terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) di Kota Dumai yang penganggarannya bersumber dari keuangan daerah. ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/aww.Pembagian bansos disebut kerap menjadi ajang untuk promosi diri para pejabat petahana (ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/aww)

"Kami inginbansos ini seperti ini pesan Pak Presiden, tidak sekedar send tapi delivered, sehingga masyarakat merasakan manfaat bantuan sosial," sambungnya.

Senada, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arif Wibowo juga mendorong Pemerintah untuk menertibkan kebijakan yang diharapkan dapat mengindarkan praktik politisasi bansos. Selain itu, harus ada peraturan jelas bahwa dana APBN/APBD tidak bisa digunakan dengan semena-mena dalam penggunaan bansos.

"Dan tentu saja sosialisasi masyarakat bansos yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota adalah memang bansos adalah haknya rakyat dan berasal dari uang rakyat," kata Arif.

Sebelumnya, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mochammad Afifuddin telah mengungkap temuan penyelewengan bansos terkait pandemi virus corona untuk kampanye Pilkada Serentak 2020 di 23 daerah.

Afif membeberkan penyelewengan ditemukan di tiga provinsi dan 20 kabupaten/kota. Modus penyelewengannya adalah mengklaim bansos corona sebagai pemberian kepala daerah atau politik tertentu. Padahal, bansos digelontorkan menggunakan APBN/APBD.

Afif menjelaskan ada empat modus politisasi bansos corona, yaitu pencantuman foto kepala daerah, pencantuman simbol partai politik, pemberian bansos dari APBD atas nama kepala daerah, dan korupsi dana penanganan corona.

Ia menyebut, politisasi bansos corona berpotensi melanggar UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda, UU Nomor 27 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Bencana, dan UU Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pemberantasan Korupsi.

Afif menyampaikan pihaknya akan bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri, PPATK, dan KPK untuk mencegah hal serupa terjadi kembali.

Pemerintah dan DPR juga telah sepakat menyetujui pelaksanaan pemungutan suara Pilkada Serentak 2020 akan digelar 9 Desember 2020 mendatang.

Gelaran Pilkada ditunda dari yang semula dijadwalkan 23 September 2020 akibat pandemi covid-19. Nantinya, sebanyak 270 wilayah di Indonesia akan menggelar ajang kontestasi politik lokal tersebut secara serempak.

(khr/eks)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER