Polda Bali menolak penangguhan penahanan I Gede Ari Astina atau Jerinx. Drummer Superman Is Dead itu pun tetap ditahan di Rutan Polda Bali dalam kasus dugaan ujaran kebencian 'IDI Kacung WHO'.
Perayaan 25 tahun SID pun menjadi miris, karena harus dilewati tanpa sang penggebuk drum.
Dua personel SID, Bobby dan Eka datang ke Polda Bali memenuhi panggilan pemeriksaan, Selasa (18/8). Mereka datang untuk memberi kesaksian terkait kasus dugaan ujaran kebencian yang menjerat Jerinx.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di kesempatan yang sama, mereka berdua juga membawakan Jerinx kaus perayaan 25 tahun SID.
"Nyalakan Tanda Bahaya, Bebaskan Jerinx SID," demikian tulisan yang terbaca di bagian atas dan bawah kaus 25 tahun SID.
Selain kaus, mereka juga membawa selebaran yang berisi seruan bebaskan Jerinx SID. Sejumlah teman-teman Jerinx juga sempat berfoto di depan Polda Bali sekaligus menyerukan pembebasan Jerinx.
Eka menyampaikan pesan agar Jerinx kuat menjalani proses hukum ini. Ia meminta Jerinx tetap semangat agar bisa selalu berpikir jernih meski dalam situasi seperti ini.
"Biar Jerinx tetap kuat, tetap sehat dan semangat. Itu poin pertama agar bisa berpikiran jernih. Ikuti selalu prosesnya dan tetap kuat," kata Eka Rock, pembetot bass SID.
![]() |
Penolakan penangguhan tahanan ini membuat Jerinx kecewa. Kekecewaan itu diungkap kuasa hukumnya, I Wayan Gendo Suardana.
"Soal penolakan, Jerinx dan Nora juga kecewa, saya kecewa. Tapi karena ini kewenangan kepolisian ya kami hadapi bersama," kata Gendo, Selasa (18/8).
Menurut Gendo penolakan penangguhan penahanan yang diajukan keluarga terbilang subjektif. Padahal selama ini, kata Gendo, Jerinx kooperatif bahkan telah berjanji tidak akan mengulangi perbuatan.
Jerinx kemudian digiring ke ruang tahanan usai pengajuan penangguhannya ditolak.
Pantauan CNNIndonesia.com, Jerinx kembali dibawa ke rumah tahanan Polda Bali usai menjalani pemeriksaan. Jerinx keluar mengenakan baju tahanan dengan kedua tangan terikat borgol dari tali plastik.
"Permohonan penangguhan klien kami tak dikabulkan dengan alasan keputusan tim," kata Gendo.
Ahli hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai aparat terlalu berlebihan menetapkan Jerinx sebagai tersangka kasus ujaran kebencian 'IDI Kacung WHO'.
Jerinx telah ditetapkan menjadi tersangka dan langsung ditahan dengan sangkaan beberapa pasal dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Proses pemidanaan terhadap Jerinx lebay, berlebihan," ujar Fickar saat dihubungi CNNIndonesia.com (13/8).
Jerinx disangka dengan Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45A ayat (2) dan/atau Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (3) UU ITE.
Selain menjelaskan soal pencemaran nama baik pada Pasal 27 ayat (3), pasal yang disangkakan pada Jerinx yakni Pasal 28 ayat (2) juga menyinggung ujaran kebencian berdasarkan Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA).
Pengenaan pasal itu dinilai tak tepat. Fickar mengatakan, ungkapan Jerinx di media sosial yang menyebut 'IDI Kacung WHO' sebenarnya tak lebih dari kritik pada kebijakan penanganan pandemi Covid-19.
"Apa yang dilakukan Jerinx lebih pada kritik kebijakan dan pelaksanaan program mengatasi pandemi Covid-19. Sangat ironis kepedulian seniman justru direspons dengan kriminalisasi," katanya.
Selain itu, lanjut Fickar, penggunaan pasal dalam UU ITE juga tak tepat lantaran beleid itu hanya mengatur ketentuan yang bersifat administratif.
"UU ini sudah kebablasan mengatur ujaran kebencian karena mengganggu kebebasan berekspresi dalam konteks demokrasi Indonesia," ucap Fickar.
![]() |
Aliansi Masyarakat Sipil dalam keterangannya juga menjelaskan bahwa pengenaan pasal 28 ayat (2) yang menyinggung ujaran kebencian berdasarkan SARA dinilai telah menyalahi makna.
Menurut perwakilan Aliansi Masyarakat Sipil dari ICJR, Erasmus Napitupulu, ketentuan itu hanya dapat digunakan untuk menjerat ekspresi yang masuk kategori penghasutan untuk melakukan tindakan kebencian, kekerasan, atau diskriminasi berdasarkan SARA.
Mengkategorikan sebuah ekspresi masuk ujaran kebencian harus dilihat berdasarkan konteks, posisi dan status orang yang menyampaikan, niat, kekuatan muatan dan ekspresi, jangkauan dan dampak pada audiens, dan potensi bahaya yang mengancam.
Niat menjadi komponen penting untuk membedakan ekspresi yang sah dengan ekspresi yang termasuk ujaran kebencian.
"Menurut kami, ekspresi Jerinx soal 'IDI Kacung WHO' itu sangat jauh untuk dikatakan memenuhi unsur ini," katanya.
Penerapan Pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang pencemaran nama baik juga dinilai tak tepat karena hanya mengatur bagi individu. Sementara IDI adalah institusi.
Penetapan sebagai tersangka berawal dari laporan IDI Bali atas dugaan pencemaran nama baik dan ujaran kebencian atas unggahan tersebut.
Jerinx sempat menjelaskan bahwa unggahannya itu merupakan akumulasi perasaannya kepada rakyat di tengah pandemi covid-19. Sebab prosedur pemerintah yang mewajibkan untuk menyertakan hasil rapid test dalam beberapa kegiatan dan perjalanan dinilai sebagai upaya memberatkan rakyat.
Diketahui Jerinx beberapa kali membahas isu Covid-19, termasuk di media sosial. Ia dengan tegas mengatakan tidak percaya dengan keberadaan virus covid-19 dan menyebutnya tak lebih dari konspirasi.
Pekikan 'merdeka' terlontar dari mulut I Wayan Arjono, ayah Jerinx, di Polda Bali sebelum memberi keterangan kepada awak media, Jumat (14/8).
Ia datang ke Polda Bali untuk memberi dukungan kepada anaknya yang ditahan atas kasus ujaran kebencian terhadap IDI.
Pria yang saat ini menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Gianyar ini berharap penegakan hukum berjalan dengan adil dan jujur terhadap siapa pun. Ia juga berharap Jerinx tetap sehat selama berada di sel tahanan.
"Kami menghormati proses hukum yang berlaku. Keluarga juga bertanggung jawab, kami juga anak-anak perang, tapi bukannya kami mau perang. Tidaklah, mudah-mudahan dia tetap sehat," ujar Arjono.
(osc/put/osc)