Tim Pendamping Hukum dalam sidang etik Plt Direktur Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK, Aprizal (APZ), Febri Diansyah meminta Dewan Pengawas KPK mendalami pelimpahan perkara operasi tangkap tangan (OTT) di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ke Polri akhir Mei lalu.
Febri mengaku heran dengan pelimpahan berkas kasus tersebut dari KPK ke Polri ketika perkara masih tahap penyelidikan. Dia berujar pelimpahan berkas semestinya dilakukan saat perkara sudah masuk tahap penyidikan.
"Dalam proses pelimpahan ke aparat penegak hukum lain, tentu di sana perlu didalami lebih lanjut siapa yang mengambil keputusan itu. Apakah secara kelembagaan atau keputusan yang bagaimana," ujar Febri kepada wartawan di gedung KPK, Kamis (27/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Febri menjelaskan, aturan pelimpahan berkas perkara diatur dalam Pasal 44 Undang-Undang KPK. Kata Febri, dalam pasal itu disebutkan bahwa pelimpahan berkas perkara dapat dilakukan bila telah memasuki tahap penyidikan.
Oleh sebab itu, Febri meminta Dewas dapat mendalami lebih jauh pembahasan terkait hal itu dalam sidang-sidang berikutnya terhadap Aprizal.
Berkas perkara penanganan OTT yang menyeret Rektor UNJ itu dilimpahkan ke Polri usai KPK menyimpulkan belum menemukan unsur penyelenggara negara dalam kasus dugaan korupsi tersebut. Selain Rektor UNJ, sejumlah nama yang terjaring yakni, Kabag Kepegawaian UNJ, Dwi Achmad Noor.
Rektor UNJ Komarudin kala itu diduga meminta dekan fakultas dan lembaga di institusinya mengumpulkan uang tunjangan hari raya (THR) lewat Kabag Kepegawaian UNJ, Dwi Achmad Noor, untuk diberikan kepada pejabat Kemendikbud.
Namun, setelah menangkap Dwi Achmad dan memeriksa sejumlah pejabat UNJ, KPK mengaku tak menemukan unsur penyelenggara negara. Kasus itu pun kemudian dilimpahkan ke Polri sebelum kemudian dihentikan.
Bukan OTT
Menanggapi hal itu, Febri membantah bahwa Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) yang bertanggung jawab dalam operasi itu telah melakukan OTT.
Menurut dia, dalam operasi yang terjadi pada 20 Mei lalu itu, Dumas hanya melaksanakan kerja-kerja rutin lembaga tersebut.
Dia juga menyebut hingga sore pasca operasi itu, Dumas memang tak mendapat perintah OTT. Lagi pula, katanya, operasi OTT bukan menjadi kewenangan Dumas, melainkan Deputi Penindakan KPK.
"Kami ingin clear-kan itu di persidangan ini. Agar tidak disalahartikan, agar tidak salah paham seolah-olah Dumas melakukan OTT. Karena di KPK, OTT dilakukan di kedeputian bidang penindakan karena ada surat berita penyelidikan sampai dibawa ke persidangan," ujarnya.
"Sehingga kalau ada tuduhan, sangkaan, Dumas tidak melakukan koordinasi saat OTT tentu saja itu keliru. Karena sebenarnya tidak ada OTT pada hari tersebut, yang ada pelaksanaan Dumas," ujar dia lagi.
Pernyataan Febri sekaligus membantah tuduhan sejumlah pihak bahwa Dumas telah melakukan OTT yang keliru.
Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) sebelumnya menyoroti pelanggaran kode etik dalam OTT KPK UNJ.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman yang melaporkan pelanggaran etik tersebut menduga, kegiatan tangkap tangan terhadap staf UNJ di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tanpa perencanaan matang dan tidak detail, mulai dari penerimaan pengaduan masyarakat sampai dengan keputusan untuk melakukan giat tangkap tangan.
(thr/wis)