Sebanyak 12.447 tenaga honorer di Provinsi Papua yang tergabung dalam Forum Komunikasi Honorer dari Papua mendesak pemerintah segera mengangkat mereka menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS).
"Saya selaku kuasa hukum dari 12.447 tenaga honorer meminta pemerintah segera mengangkat 12.447 tenaga honorer menjadi CPNS. Hal ini saya sampaikan untuk memutuskan mata rantai perbudakan yang terjadi dalam tubuh pemerintah Provinsi Papua," kata advokat dari Lembaga Bantuan Hukum Papua, Emmanuel Edo Gobay melalui konferensi video, Kamis (3/9).
Ia bersama sejumlah perwakilan tenaga honorer Papua akan mendatangi kantor KemenPANRB dan bertemu Menpan RB Tjahjo Kumolo untuk menyampaikan tuntutan tersebut. Pasalnya, mereka menilai pemerintah pusat lalai dalam memperjuangkan hak tenaga honorer di Papua.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Emmanuel menceritakan pihaknya sudah memperjuangkan pengangkatan ini kepada Pemerintah Provinsi Papua. Buntutnya, Gubernur Provinsi Papua Lukas Enembe mengeluarkan surat permohonan pengangkatan tenaga honorer di Papua kepada KemenPANRB tertanggal 13 Februari 2020.
Namun hingga hari ini, kata dia, tenaga honorer di Papua belum juga diangkat. Padahal 12.447 tenaga honorer tersebut sudah dicatat datanya oleh pemerintah daerah setempat sejak 2000 silam.
Ia mengatakan tenaga honorer di Papua sebagian besar bekerja delapan jam sehari, namun mendapat gaji di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP). Pada beberapa kasus, sambungnya, gaji diberikan hanya dua kali dalam satu tahun.
"Diberikan upah di bawah dari UMP Papua. Tidak ada yang namanya uang lembur kalau mereka kerja lewat delapan jam. Dan anehnya, upahnya diberikan ada yang dua kali dalam setahun," ungkapnya.
Emmanuel menganggap kondisi ini bagaikan perbudakan yang dilakukan di instansi pemerintah. Dan, pihaknya mendesak pemerintah pusat tak membiarkan kondisi ini.
Pasalnya, kata dia, pemerintah pusat sudah menerima data jumlah tenaga honorer di Papua sejak 2000 silam. Namun, hingga kini pengangkatan tenaga honorer di Papua belum juga terlihat realisasinya.
Dan, pengangkatan CPNS di Provinsi Papua, seharusnya mengacu pada UU No. 5 Tahun 2004 tentang Aparatur Sipil Negara yang mengatakan kebijakan ASN harus memperhatikan kekhususan daerah.Ia menegaskan pengangkatan tenaga honorer sebagai PNS dijamin Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas PP No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS.
'Kebijakan dan Manajemen ASN yang diatur dalam Undang-Undang ini dilaksanakan dengan memperhatikan kekhususan daerah tertentu dan warga negara dengan kebutuhan khusus,' demikian bunyi Pasal 132.
Emmanuel menyatakan Provinsi Papua masuk dalam kategori yang disebut pada pasal 132. Itu mengacu pada Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
Ia juga mengingatkan hak bekerja dan menerima upah termasuk dalam konteks hak asasi manusia (HAM) yang harus dilindungi negara. Sehingga tindakan pembiaran pemerintah terhadap nasib tenaga honorer menurutnya bisa diindikasi sebagai pelanggaran HAM.
Saat dikonfirmasi, Sekretaris Jenderal KemenPANRB Dwi Wahyu Atmaji mengatakan Tjahjo akan bertemu dengan Wakil Gubernur Provinsi Papua Kleman Timal pada Jumat (4/9). Namun, ia belum mengetahui agenda yang akan dibahas dalam pertemuan itu.
"Besok terima Wagub Papua. Belum tahu persisnya," katanya kepada CNNIndonesia.com melalui pesan singkat.