Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) rampung mengumumkan sejumlah nama yang diusung dalam gelaran Pilkada Serentak 2020. Dari sejumlah nama pasangan calon yang diumumkan PDIP, tak semua merupakan kader berlogo banteng.
Di Pilkada Surabaya, misalnya, PDIP mengusung Eri Cahyadi yang merupakan PNS berstatus sebagai Kepala Bappeko Kota Surabaya. Hal ini yang ditengarai memicu keresahan dan suara protes dari para kader Kota Pahlawan.
Eri bukan kader PDIP, namun dikenal sebagai suksesor Risma dari kalangan birokrat. Di saat bersamaan, akar rumput menginginkan Whisnu Sakti, yang merupakan Wakil Wali Kota Surabaya dua periode untuk diusung Megawati menggantikan Risma.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Calon non-kader juga diusung PDIP terhadap, Bobby Nasution-Aulia Rahman di Pilwakot Medan, pasangan Muhammad-Rahayu Saraswati Djojohadikusumo di Pilwakot Tangsel. Lalu, pasangan Ipuk Fiestiandani-Sugirah di Pilbup Banyuwanyi.
![]() |
Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menuturkan selama ini PDIP selalu mengklaim bahwa banyak kadernya yang diusung dalam pilkada. Namun, nyatanya nama-nama yang diusung menunjukkan fakta yang berbeda.
"Hemat saya rekrutmen politik dan kaderisasi politik yang terlukai, kenapa, karena selama ini biasanya PDIP mempersiapkan dengan baik soal pilkada itu," ujarnya dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (3/9).
Menurut Ujang, selama ini secara kelembagaan PDIP sebenarnya telah melakukan proses penjaringan kader untuk pilkada dengan baik. Namun, dalam perjalanannya, kerap kali ada hal-hal yang tak mungkin bisa dihindari. Misalnya, putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka yang ingin mencalonkan diri sebagai calon wali kota Solo.
"Menjadi dilema dan buah simalakama, di satu sisi ingin kadernya maju, tapi di sisi lain ada kekuatan lain yang tidak bisa menolak itu," kata Ujang.
Berbeda dengan Ujang, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai fenomena tersebut memiliki arti PDIP tengah menunjukkan diri sebagai partai terbuka. Artinya, siapa yang memiliki political resources atau sumber daya politik bisa bergabung dan diusung menjadi calon kepala daerah.
![]() |
"Kan rata-rata orang yang diusung oleh PDIP adalah orang yang memiliki bekal elektoral yang memadai, ataupun sosok yang sebenarnya cukup kuat dan berpengaruh," tutur Adi kepada CNNIndonesia.com, Rabu (2/9).
Adi beranggapan PDIP tengah melakukan sebuah transformasi politik di pilkada tahun ini. Sebab, selama ini PDIP diketahui merupakan salah satu partai yang kerap memprioritaskan kadernya untuk diusung.
"Saya membaca ada satu perubahan tranformasi politik di PDIP," kata Adi.
Dengan langkah ini, kata Adi, partai berlambang banteng moncong putih ini ingin menunjukkan bahwa mereka bukan partai yang inklusif, dan terbuka bagi siapa saja yang mau bergabung.
Adi mencontohkan Eri Cahyadi yang diusung sebagai calon wali kota Surabaya. Eri sendiri bukanlah kader PDIP. Dia merupakan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya.
"Kalau dia (Eri) bukan kader PDIP saya yakin dalam waktu dekat dia akan di-PDIP-kan," ucap Adi.
Kemudian di Pilwakot Tangerang Selatan, PDIP diketahui mengusung Muhammad yang merupakan Sekretaris Daerah Kota Tangsel.
![]() |
"Dia (Muhammad) adalah seorang birokrat, PNS, tapi Muhammad ini punya political resources, dia sudah populer, sudah dikenal orang, dan lainnya," tutur Adi.
Kendati demikian, Adi menilai PDIP tetap tak kehilangan rohnya sebagai partai dengan kaderisasi yang terbilang cukup baik. Sebab, dari 270 daerah di Pilkada Serentak 2020 ini, kata Adi, kecenderungannya rata-rata masih banyak kader PDIP yang diusung.
"Sedang bertransformasi, kalau kehilangan rohnya ya diobral," ucap Adi.
"Jadi di Pilkada 2020 mau siapapun, mau kalangan artis, pengusaha, profesional, mau birokrat kalau punya political resources dan bisa diajak jadi bagian PDIP itu yang saya sebut sebagai transformasi yang dilakukan," lanjutnya.
(dis/ain)