Anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Viani Limardi mengungkap kejanggalan terkait pencairan dana cadangan yang diusulkan pemerintah provinsi DKI Jakarta pada pembahasan rapat Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI.
"Kami menemukan empat kejanggalan dalam proses pelaksanaan anggaran tahun 2020, sehingga pencairan dana cadangan ini perlu dipertanyakan," kata Viani dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Rabu (16/9).
Viani menuturkan, kondisi perekonomian Jakarta saat ini terpuruk imbas pandemi covid-19. Kondisi ini diprediksi akan semakin berat pada 2021 sehingga penggunaan dana cadangan harus dipastikan untuk kondisi yang gawat darurat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara dari pengajuan dana cadangan, Viani menemukan banyak pos anggaran tidak mendesak yang belum dicoret, di antaranya rencana pengadaan tanaman dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota sebesar Rp115 mililar.
Selain itu ada pula dana pembelian rescue truck dengan robot pemadam kebakaran dari Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan sebesar Rp45 miliar, pengadaan komputer mainframe/server dari Badan Pendapatan Daerah sebesar Rp128 miliar, hingga biaya kegiatan dari Dinas Pariwisata, Dinas Kebudayaan, dan dinas lainnya sebesar kurang lebih Rp370 miliar.
Alih-alih membelanjakan dana cadangan, menurut Viani, pemprov DKI sebaiknya mengalihkan dana tersebut untuk penanganan covid-19 yang saat ini lebih mendesak.
"Sampai sekarang belum ada kejelasan apakah anggaran-anggaran seperti itu dipertahankan atau dicoret," ucap Viani.
"Jangan sampai mencairkan dana cadangan, tapi anggaran yang ada malah dipakai untuk belanja kegiatan yang tidak mendesak, apa iya lebih penting tanaman daripada orang kelaparan karena kehilangan pekerjaan?" ujarnya menambahkan.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD itu juga menilai, Pemprov DKI sampai saat ini belum berniat menarik kembali uang pembayaran commitment fee Formula E sebesar Rp360 miliar untuk acara tahun ini dan Rp200 miliar untuk 2021.
"Saya menilai Pemprov DKI tidak memiliki kemauan untuk menjelaskan secara rinci penggunaan anggaran tahun 2020," paparnya.
Viani mengatakan, saat ini tiga anggaran belanja DKI juga belum dijelaskan secara rinci penggunaannya, salah satunya Belanja Tidak Terduga (BTT) sebesar Rp5 triliun. Dari penjelasan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, nilai pos BTT sudah dipakai Rp2,2 triliun, namun belum jelas penggunaannya.
Kemudian untuk Refocusing APBD 2020, menurutnya, Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) juga belum memberikan laporan ke DPRD mengenai apa saja anggaran yang dipertahankan, dikurangi, dan dicoret. Serta rencana pinjaman ke PT SMI yang sampai sekarang, menurut dia, belum ada penjelasan mengenai rencana penggunaan pinjaman Rp4,5 triliun tahun 2020 dan Rp8 triliun tahun 2021.
"Kami minta agar Pemprov DKI menjelaskan dengan rinci penggunaan anggaran-anggaran tersebut, serta bagaimana pengaruhnya terhadap APBD 2020," ujar Viani.
Kejanggalan lainnya, menurut Vivi, pengakuan Pemprov DKI yang mengalami defisit anggaran. Namun belum ada pemeriksaan bersama mengenai kondisi penerimaan pendapatan dan rencana belanja.
Viani menjelaskan, defisit anggaran bisa terjadi akibat dua faktor, yakni apabila sudah berusaha efisien namun pendapatan berkurang sehingga tidak bisa menutupi kebutuhan belanja, atau tidak berusaha efisien sehingga pendapatan selalu terasa kurang.
"Jangan sampai Pemprov DKI mengaku defisit, tapi ternyata banyak pos belanja tidak mendesak yang masih dipertahankan," tutur Viani.
Selain itu, lanjut Viani, saat ini tidak ada rekomendasi dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) untuk mencabut Perda Nomor 10 Tahun 1999 tentang Dana Cadangan Daerah untuk mencairkan dana cadangan.
"Tidak ada rekomendasi BPK yang menyatakan bahwa Perda Dana Cadangan perlu dicabut atau dana cadangan perlu dicairkan. Oleh karena itu, kami menilai penjelasan Pemprov DKI cenderung mengada-ada," imbuh Viani.
Dalam rapat paripurna bersama DPRD beberapa waktu lalu, Anies menyampaikan keinginan untuk mencabut Perda Nomor 10 Tahun 1999 tentang Dana Cadangan. Menurut Anies, pencabutan perda dilakukan agar dana daerah dapat dicairkan, karena APBD DKI 2020 terdampak pandemi covid-19.
(psp/dmi)