Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Awi Setiyono memastikan PAM Swakarsa yang pihaknya bentuk saat ini berbeda dengan yang ada pada medio 1998 silam.
Awi menyebut PAM Swakarsa ketika itu adalah organisasi kemasyarakatan. Sementara, PAM Swakarsa yang tertuang dalam Peraturan Kepolisian Nomor 4 Tahun 2020 merupakan satuan pengamanan.
"Ingat, itu kasus ormas, bukan PAM Swakarsa. PAM Swakarsa beda, bukan ormas. PAM Swakarsa itu satpam-satpam yang melakukan pengamanan di kantor-kantor dan pengamanan di rumah, termasuk kearifan lokal," kata Awi di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (16/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awi mengatakan PAM Swakarsa ini merupakan bentuk pengamanan yang dilakukan oleh pengemban fungsi kepolisian di masyarakat. Beberapa diantarannya seperti satpam, atau satkamling (satuan keamanan lingkungan).
Ia pun meminta perubahan aturan soal pengamanan itu tak perlu didramatisir oleh masyarakat. Menurutnya, aturan tentang PAM Swakarsa sudah ada sejak beberapa tahun lalu.
Selain itu, para anggota PAM Swakarsa pun memiliki kewenangan-kewenangan terbatas saat melaksanakan pengamanan serta tindakan persuasif di lapangan.
Awi menjelaskan perubahan aturan terkait PAM Swakarsa ini muncul setelah dilakukan evaluasi terhadap kekurangan di tubuh Korps Bhayangkara. Salah satu masalahnya adalah jumlah personel Polri yang tak seimbang dengan jumlah penduduk Indonesia.
"Sehingga, jadi pentingnya penggelaran satpam menggunakan seragam yang mirip dengan polisi dengan harapan ada efek deteren," ujar Awi.
Merujuk Perkap 4/2020, PAM Swakarsa dijabarkan menjadi suatu bentuk pengamanan oleh pengemban fungsi kepolisian yang diadakan atas kemauan, kesadaran, dan kepentingan masyarakat sendiri yang kemudian memperoleh pengukuhan dari institusi Polri.
Dalam Pasal 2 Perkap 4/2020 dijelaskan bahwa PAM Swakarsa bertujuan untuk meningkatkan pembinaan penyelenggara dan kemampuan dalam mengemban fungsi kepolisian terbatas di lingkungan masing-masing.
Adapun PAM Swakarsa itu dapat terdiri dari Satpam, Satkamling, atau pasukan pengaman yang berasal dari pranata sosial tertentu seperti Pecalang di Bali, Kelompok Sadar Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, dan siswa atau mahasiswa Bhayangkara.
Aturan tersebut lantas memantik polemik di tengah masyarakat. Sejumlah kelompok menyayangkan langkah Polri yang kembali menghidupkan penggunaan istilah PAM Swakarsa di masyarakat.
"Hadirnya kembali istilah dan fungsi 'Pam Swakarsa' menunjukkan ada niat untuk mengembalikan situasi ke masa lalu karena dilegitimasi dengan kebijakan," kata Peneliti KontraS, Rivanlee saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (15/9)
Menurut Rivan, penggunaan istilah PAM Swakarsa sanga rentan bagi sebagian orang dan dapat menghidupkan kembali ketakutan masa lalu. Meskipun, pada masa kini istilah tersebut ditujukan bagi pasukan pengaman seperti Satpam atau Satkamling.
"Kehadiran Pam Swakarsa hari ini bukan untuk menjaga ketertiban, melainkan memelihara ketakutan atas peristiwa yang pernah terjadi di masa silam," ujar dia.
Diketahui, PAM Swakarsa dikenal sebagai kelompok sipil yang dipersenjatai dan dibentuk pada 1998 silam. Pembentukan PAM Swakarsa kala itu untuk mengamankan Sidang Istimewa di MPR/DPR.
Kelompok itu diminta untuk menyerang mahasiswa dan masyarakat yang melakukan aksi di Gedung MPR/DPR. PAM Swakarsa ketika itu disebut-sebut dibentuk oleh Jenderal (Purn) Wiranto yang menjabat Menhankam/Pangab.
(mjo/fra)