Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan saat ini pemerintah masih kesulitan melakukan tracing atau pelacakan kasus positif Covid-19. Padahal, pelacakan dinilai menjadi salah satu cara untuk meredam penyebaran virus corona di Indonesia.
Wiku menjelaskan, salah satu kendala yang ditemui pemerintah untuk melakukan tracing atau pelacakan karena stigma negatif masyarakat terhadap pasien positif Covid-19.
"Kendala terbesar saat ini adalah tracing atau pelacakan, karena banyak resistansi di masyarakat di lapangan akibat adanya stigma negatif terhadap penderita Covid-19," kata Wiku dalam konferensi pers yang disiarkan melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (29/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak hanya itu, Wiku juga menyebut kendala lain dalam melakukan tracing yakni maraknya pemberitaan negatif atau hoaks terkait Covid-19. Hal ini justru membuat pelacakan kontak menjadi sulit.
Ia pun meminta masyarakat untuk terbuka apabila memang pernah berhubungan langsung dengan pasien yang dinyatakan positif corona.
"Kami imbau masyarakat memahami keterbukaan kita semua sangat penting dalam upaya pemerintah melakukan tracing," ujar Wiku.
"Harus terbuka terkait riwayat perjalanan dan interaksi yang sudah dilakukan," tambah dia.
![]() |
Ia menegaskan, keterbukaan menjadi salah satu cara melindungi orang lain agar tidak terpapar virus corona. Oleh sebab itu, Wiku mengimbau agar masyarakat tidak memberikan stigma negatif kepada pasien positif corona.
"Ingat, musuh kita bukan orangnya, tapi virusnya. Jujur dan suportif ketika dilakukan identifikasi kontak erat dengan petugas adalah hal penting untuk menyukseskan program 3T (testing, tracing, treatment)," jelas wiku.
Sementara, untuk testing, Wiku mengklaim pemerintah Indonesia sudah mulai meningkatkan kapasitas tes Covid-19. Kendati demikian, ia mengakui jika kapasitas tes nasional masih berada di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO).
"Tapi ada lima provinsi yang sudah melebihi standar WHO, yakni DKI Jakarta, Sumatera Barat, Bali, Sulawesi Selatan, dan Papua," tuturnya.