Epidemiolog dari Universitas Griffith, Dicky Budiman menyatakan pengetesan, pelacakan, isolasi/karantina, dan pengobatan (testing, tracing, treatment/3T) adalah strategi utama dalam mengatasi pandemi virus corona Covid-19 di Indonesia. Dia mengatakan strategi itu tidak bisa digantikan dengan yang lain.
"Setiap pandemi itu memerlukan pelaksanaan strategi yang utama dari pandemi. Ini klasik dan tidak bisa digantikan, meskipun ada vaksin atau obat sekalipun," ujar Dicky kepada CNNIndonesia.com, Kamis (23/9).
Pernyataan Dicky merespons masih lemahnya testing virus corona atau 3T di Indonesia yang menyebabkan angka penularan Covid-19 masih mengkhawatirkan. Satgas Covid-19 sendiri mengaku bahwa pelaksanaan 3T di Indonesia masih belum merata dan tak konsisten.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, pemerintah dinilai hanya masih fokus pada sosialisasi 3M (menjaga jarak, mencuci tangan, dan menggunakan masker).
Dicky menuturkan strategi utama berupa pengetesan hingga pengobatan adalah pondasi utama keberhasilan sebuah negara mengatasi pandemi. Strategi utama itu, lanjut dia juga bakal mendukung keberhasilan sebuah vaksinasi atau terapi.
Terkait hal itu, Dicky menegaskan pemerintah harus terus meningkatkan pengetesan yang menjadi salah satu bagian dari strategi utama pengendalian pandemi. Jika terus dibiarkan, dia berkata Indonesia akan semakin tertinggal dari virus karena tingkat positivity yang tinggi.
"Jadi yang terjadi saat ini adalah konsekuensi logis respons awal itu yang tidak cepat dan tepat," ujarnya.
Selain kasus, Dicky memprediksi beban rumah sakit dan angka kematian akan meningkat jika strategi utama 3T tak kunjung dijadikan prioritas. Bahkan, dia menyebut situasi saat ini bisa berlangsung hingga tahun depan.
Adapun mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, Dicky mengingatkan adalah nonpharmaceutical interventions, public health measures yang intinya bergantung pada strategi utama.
"Jadi pondasi 3T ini yang harus diperkuat terlebih dahulu. Walaupun kita berbarengan upaya masyarakat mengutamakan 3M. Bila tidak akan mengarah pada makin banyak kasus," ujar Dicky.
Dicky menambahkan pemerintah belum bisa disebut gagal mengendalikan pandemi Covid-19. Namun, dia menyebut pemerintah belum mampu mengendalikan pandemi. Hal itu terbukti dari positivity rate yang selalu di atas batas yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia.
"Kemudian juga banyaknya klaster yang terus bermunculan. Kemudian angka kematian yang meningkat," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Pengembangan Strategi Penanggulangan Bencana, Agus Wibowo menyatakan banyak wilayah di Indonesia yang belum memenuhi standar Badan Kesehatan Dunia (WHO)pengetesan menanggulangi pandemi Covid-19. Dia mengatakan hal itu disebabkan oleh sejumlah faktor.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan (Satgas) Covid-19 Wiku Adisasmito mengakui jumlah tes PCR yang dilakukan pihaknya dalam mendeteksi Covid-19 belum konsisten. Namun, ia mengklaim jumlah testing Indonesia sudah mendekati standar WHO.
Wiku menyebut jumlah spesimen yang diperiksa per hari sudah pernah mencapai 43.896 spesimen. Sedangkan, jumlah orang yang diperiksa per hari mencapai 31 ribu.
"Saya perlu sampaikan per jumlah penduduk itu kalau kita rata-rata perluya sekitar 38.500 orang diperiksa per hari sekarang sudah 31 ribu, tinggal 8.000 orang lain per hari. Meskipun ini tidak konsisten kadang-kadang naik turun," kata Wikut dalam diskusi bertajuk Arah Kebijakan Pemerintah: Keseimbangan Antara Kesehatan dan Ekonomi, Rabu (23/9).
Wiku juga menyadari sebaran testing Covid-19 belum merata di seluruh wilayah Indonesia. Menurutnya, sebesar 50 persen dari total tes PCR Covid-19 masih berada di DKI Jakarta.
"Artinya, kita tidak boleh berpuas kita sudah dekat dengan standar WHO, tapi sebenarnya belum rata di seluruh Indonesia," ujarnya.
Menurut Wiku, kendala dalam pemerataan testing Covid-19 berkaitan dengan kemampuan laboratorium di suatu wilayah. Ia mengaku tak ada satupun wilayah yang siap untuk menghadapi bencana kesehatan ini.
Ekonom senior Faisal Basri juga ikut menyoroti rendahnya jumlah testing Covid-19 di Indonesia. Dalam catatannya, jumlah testing di Indonesia lebih rendah, bahkan dibandingkan negara berpendapatan menengah ke bawah (lower middle income country).
Berdasarkan data dari worldometer dan Bank Dunia, jumlah testing di Indonesia baru mencapai 10.761 per 1 juta penduduk. Jumlah tersebut, lebih rendah dari testing yang dilakukan sejumlah negara yang justru masuk kategori negara berpenghasilan menengah ke bawah.
Indonesia tertinggal dari Filipina dengan capaian testing sebanyak 30.937 per 1 juta penduduk, Bolivia sebanyak 24.552, Ghana 15.031, dan Bangladesh 11.114.
Jumlah testing virus corona di Indonesia juga kalah dibandingkan Pakistan sebanyak 14.400 per 1 juta penduduk dan Nepal sebanyak 31.583.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per Rabu (23/9), total pemerintah telah melakukan tes kepada 1.799.563 orang. Dari jumlah itu, 257.388 orang dinyatakan positif Covid-19.
Dicky menuturkan Indonesia memiliki potensi dan situasi untuk menjadi episentrum Covid-19, misalnya dari tingginya jumlah kasus dalam beberapa hari belakangan. RI kembali mencetak rekor tembus 4.000 lebih kasus positif Covid-19 per harinya. Sehingga, dia berkata hal itu harus dicegah.
Atas dasar itu, Dicky menyampaikan meningkatnya kasus akibat belum adanya kesadaran pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan pengetesan. Dari data, dia melihat pengetesan belum meningkat secara signifikan sejak awal pandemi.
"Ini berbahaya karena virus ini memiliki pola eksponensial, artinya penularannya terus terjadi. Dan saya melihat penggandaanya semakin cepat," ujarnya.
Lebih dari itu, Dicky meminta seluruh pejabat publik tidak membiarkan aspek setartis, yakni pengetesan. Dia pun mengingatkan banyak alternatif pengetesan yang bisa digunakan jika menilai PCR terbatas, misalnya menggunakan rapid test antigen.
Jumlah kumulatif kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 262.022 orang per Kamis (24/9). Angka tersebut bertambah 4.634 orang dari hari sebelumnya. Dari jumlah tersebut, sebanyak 191.853 orang dinyatakan telah sembuh dan 10.105 orang meninggal dunia.
Data tersebut dihimpun Kementerian Kesehatan per pukul 12.00 WIB.