ANALISIS

Pilkada di Tengah Corona dan Aksi Kesiangan Ubah Sikap Warga

CNN Indonesia
Sabtu, 03 Okt 2020 12:56 WIB
Para pakar kesehatan menilai seharusnya pemerintah mengubah kepatuhan masyarakat sejak virus corona mulai mewabah.
Pelanggaran protokol kesehatan sudah marak terjadi selama pilkada, tetapi pemerintah baru mau mengubah kepatuhan masyarakat (CNN Indonesia/Farid)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah melalui Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 memiliki target mengubah perilaku masyarakat agar lebih patuh terhadap protokol pencegahan virus corona selama tahapan Pilkada 2020 berjalan.

Namun, pakar epidemiologi menilai rencana itu telat dan juga tidak mungkin tercapai.

Telat karena saat ini tahapan Pilkada 2020 sudah memasuki masa kampanye hingga 5 Desember mendatang, sementara pelanggaran protokol kesehatan sudah terjadi sejak tahapan pengundian nomor urut pada 24 September lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Satu pekan masa kampanye berjalan juga diwarnai pelanggaran protokol kesehatan di berbagai daerah. Tak sedikit warga dan peserta pilkada yang mengabaikan protokol corona.

Epidemiolog dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra mengatakan target mengubah kepatuhan masyarakat dibuat sejak virus corona mewabah pada Maret lalu.

"Bukan hanya telat, memang belum diutamakan. Sekarang apa yang menjadi strategi utama pemerintah? katanya ingin mengubah perilaku, lalu opsi dan strategi yang ditawarkan bagaimana? itu seharusnya," kata Hermawan saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (2/10).

Hermawan mengatakan target pemerintah itu juga kontradiktif dengan kebijakan yang telah diambil. Misalnya keputusan untuk melanjutkan Pilkada 2020 di tengah pandemi virus corona.

Pasangan bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka (kelima kiri) dan Teguh Prakosa (kelima kanan) menaiki sepeda ontel menuju kantor KPU Solo untuk melakukan pendaftaran Pemilihan Wali Kota (Pilwakot) 2020 di Solo, Jawa Tengah, Jumat (4/9/2020). Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa yang diusung PDI Perjuangan resmi mendaftarkan diri ke KPU Kota Solo sebagai pasangan bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota pada Pilkada 2020 mendatang. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/wsj.Putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming termasuk peserta pilkada yang melanggar protokol kesehatan saat mendaftar sebagai calon wali kota ke KPU (ANTARA FOTO/MOHAMMAD AYUDHA)

Dia menegaskan bahwa pagelaran kontestasi politik itu bakal mengundang massa, sehingga sumber ketidakpatuhan warga bisa dikatakan berasal dari kebijakan pemerintah itu sendiri.

"Kebijakan tidak konsisten memang, seperti kebijakan mengizinkan Pilkada. Tidak mungkin mengharapkan semua orang disiplin, tapi kebijakan berlawanan dengan paradigma pengendalian covid-19, kan begitu," jelas Hermawan.

Jika pemerintah serius ingin mengubah perilaku kepatuhan masyarakat, Hermawan menilai perlu ada metode yang jitu. Tidak hanya imbauan belaka.

"Seharusnya pemerintah menggerakkan dari RT/RW hingga Polindes untuk mengendalikan kedisiplinan dan menyediakan ketahanan warga terkait imunitas," kata dia.

Pendapat senada diutarakan Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono. Menurutnya sulit mengubah masyarakat agar lebih patuh protokol selama tahapan Pilkada 2020 dilaksanakan.

"Saya kira susah ya untuk menjamin kepatuhan masyarakat, tidak mungkin. Bisa dilihat acara pendaftaran kampanye pada hari pertama saja masih ada yang melanggar," kata Pandu saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (2/10).

Bobby Nasution dan Aulia Rahman mendatangi Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Medan, Jumat (4/9/2020). (CNN Indonesia/Farida)Menantu Presiden Jokowi, Bobby Nasution membawa massa dan mengabaikan jaga jarak saat mendaftar ke KPU sebagai calon wali kota Medan (CNN Indonesia/Farida)

Pandu juga berkaca pada pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diterapkan selama ini. Menurutnya, PSBB hanya aturan di atas kertas yang tidak tegas ketika diterapkan.

Tak sedikit warga yang mengabaikan aturan-aturan selama PSBB. Oleh karena itu, Pandu pesimis kepatuhan masyarakat bisa meningkat selama pilkada khususnya pada pemungutan suara 9 Desember mendatang.

Terlebih, tiap pemerintah daerah punya kebijakan masing-masing. Hal itu semakin membuat masyarakat enggan untuk mematuhi peraturan.

"Semua regulasi dibuat sebelum era pandemi, kemudian diubah, dan ditambah, begitu seterusnya. Saya bilang dari awal, tunda dulu pilkada dan buat regulasi yang baru, lalu disesuaikan dan diarahkan," kata Pandu.

"Sulit tercapai, susah diimplementasikan. Karena memang tidak ada keseriusan, membuat kebijakan yang kontradiksi dalam implementasi pandemi," sambungnya.

(khr/bmw)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER