Detik-detik Ketok Palu RUU Ciptaker di Malam Minggu Pandemi

CNN Indonesia
Minggu, 04 Okt 2020 13:15 WIB
Badan Legislasi DPR dan pemerintah sepakat RUU Ciptaker jadi UU di rapat paripurna selanjutnya meski memicu penolakan dari rakyat dan kalangan buruh.
Badan Legislasi DPR dan pemerintah sepakat RUU Ciptaker jadi UU di rapat paripurna selanjutnya meski memicu penolakan dari rakyat dan kalangan buruh. Foto: CNN Indonesia/ Farid
Jakarta, CNN Indonesia --

Rapat kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan pemerintah telah menyepakati Rancangan Undang-Undang atau RUU Cipta Kerja untuk disetujui menjadi Undang-Undang (UU) dalam Rapat Paripurna.

"RUU Cipta Kerja disetujui untuk pengambilan keputusan di tingkat selanjutnya," kata Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas saat memimpin rapat kerja pengambilan keputusan tingkat I dengan pemerintah di Jakarta, Sabtu malam.

Dalam rapat tersebut sebanyak tujuh fraksi melalui pandangan fraksi mini fraksi telah menyetujui yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sedangkan, dua fraksi menyatakan menolak RUU ini yaitu Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Demokrat.

"Tujuh fraksi menerima dan dua menolak, tapi pintu komunikasi tetap dibuka, hingga menjelang Rapat Paripurna," kata Supratman.

Keputusan dalam Raker Pengambilan Keputusan Tingkat I RUU Omnibus Law Cipta Kerja di DPR pada Sabtu (3/10) malam.

Salah satunya, terkait soal pengaturan kontrak kerja hingga upah kerja yang dianggap merugikan buruh dan justru menguntungkan pengusaha.Dalam pandangannya, fraksi PKS yang diwakili Ledia Hanifa menyampaikan sejumlah catatan terkait pembahasan RUU tersebut.

PKS juga menyoroti bahwa RUU Ciptaker masih membuat substansi yang bertentangan dengan politik hukum Indonesia.

"Ancaman terhadap kedaulatan negara melalui pemberian kemudahan kepada pihak asing," ucap Ledia.

Sementara itu, perwakilan Fraksi Demokrat, Hinca Panjaitan menyatakan bahwa RUU Ciptaker tidak memiliki urgensi, apalagi di masa pandemi Covid-19 saat ini.

Demokrat juga menilai pembahasan RUU ini cacat prosedur, sebab tidak banyak melibatkan banyak pemangku kebijakan sehingga pembahasan dianggap tidak akuntabel dan transparan.

"Menurut kami ini cacat prosedur. Proses pembahasan hal-hal krusial dalam Ciptaker ini kurang transparan dan akuntabel. Pembahasan UU Ciptaker ini tidak banyak melibatkan elemen masyarakat, pekerja dan jaringan civil society," tutur Hinca.

Dalam aksi Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di depan Gedung DPR RI, buruh mengusung dua tuntutan. Tolak Omnibus Law dan tolak PHK dampak dari COVID-19. Jakarta. Selasa (25/8/2020). Aksi di Jakarta  diikuti puluhan ribu buruh di DPR RI. Bersamaan dengan aksi di Jakarta, aksi juga serentak dilakukan di berbagai daerah dengan mengusung isu yang sama.CNN Indonesia/Andry NovelinoOmnibus Law RUU Ciptaker mendapat penolakan massa. Foto: CNN Indonesia/Andry Novelino

Terkait penolakan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan pemerintah tetap akan membuka ruang dialog sebelum rapat paripurna digelar.

"Kalau mau dialog, kami terbuka masih ada waktu dialog. Kami bisa menjelaskan apabila diperlukan, kami siap hadir di fraksi PKS atau Demokrat sambil tunggu rapat paripurna," ujarnya.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus mencium ada maksud tersembunyi di balik terus berlanjutnya pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja di tengah pandemi Covid-19.

"Dengan melakukan pembahasan di tengah situasi pandemi, terlihat misi tersembunyi pemerintah dan DPR, yang atas dasar misi itu lalu menghindar dari partisipasi publik," kata Lucius melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Minggu (4/10).

Indikasi menghindari partisipasi publik itu salah satunya ditunjukkan pada proses kilat dan pilihan waktu pembahasan. Diketahui DPR kerap membahas RUU Omnibus Law Cipta Kerja dengan cepat, bahkan beberapa kali dilakukan pada akhir pekan.

Lebih lanjut, Lucius menyoroti pembahasan ketenagakerjaan dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang dinilai bakal merugikan pekerja. Padahal mulanya RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini diharapkan mendorong penciptaan lapangan kerja.

"Terlihat semangat otoriter negara (DPR dan Pemerintah) yang secara sepihak mau menentukan apa yang wajib dipatuhi pekerja tanpa ada ruang bagi pekerja untuk memikirkan aturan apa yang paling tepat untuk melindungi mereka," ungkap Lucius.

Dalam aksi Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di depan Gedung DPR RI, buruh mengusung dua tuntutan. Tolak Omnibus Law dan tolak PHK dampak dari COVID-19. Jakarta. Selasa (25/8/2020). Aksi di Jakarta  diikuti puluhan ribu buruh di DPR RI. Bersamaan dengan aksi di Jakarta, aksi juga serentak dilakukan di berbagai daerah dengan mengusung isu yang sama.CNN Indonesia/Andry NovelinoDPR tetap meloloskan RUU Ciptaker menjadi undang-undang meski mendapat penolakan luas dari publik. Foto: CNN Indonesia/Andry Novelino

Lucius curiga, DPR dan pemerintah hanya memanfaatkan pandemi virus corona demi meloloskan RUU Omnibus Law yang tak berpihak pada rakyat. Situasi pandemi justru digunakan untuk membenarkan kehadiran rancangan peraturan yang beberapa poinnya masih menuai kritik.

"Padahal alasan [pandem] ini terkesan manipulatif karena berbagai pengaturan di dalam RUU tersebut sudah merupakan mimpi Pemerintah dan DPR sejak pandemi belum muncul," tutur dia.

"Pandemi dimanfaatkan untuk membenarkan kehadiran RUU Cipta Kerja dengan menyatakan bahwa RUU ini bisa menjadi solusi bagi dampak ekonomi pandemi," lanjut Lucius.

RUU Omnibus Law diketahui memuat 11 kluster pembahasan. Draf aturan ini mendapatkan sejumlah kritik dari kalangan akademisi dan aktivits--terutama pegiat lingkungan dan buruh.

Terbaru, sejumlah organisasi buruh mengancam bakal melangsungkan mogok kerja nasional. Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang Dan Kulit (FSP TSK) SPSI yang juga Presidium Aliansi Gekanas (Gerakan Kesejahteraan Nasional), Roy Jinto menyatakan, aksi ini rencananya dilakukan pada 6-8 Oktober 2020.

(dis/gil)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER