Koordinator Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Ahmad Yani menyayangkan sikap DPR RI yang merampungkan pembahasan RUU Cipta Kerja (Ciptaker) Omnibus Law di tingkat I. Menurutnya, tindakan tersebut membuktikan DPR tidak peduli masukan dari masyarakat.
"Ini kan sangat disayangkan kok anggota dewan tidak respons, tidak peduli terhadap masukan, jangan sampai masukan itu hanya dalam pelengkap apa yang disyaratkan oleh undang-undang," kata Yani melalui sambungan telepon, Minggu (4/10).
Yani mengatakan pihaknya jelas menolak omnibus law dan telah tertuang dalam maklumat KAMI. Menurutnya, banyak pasal bermasalah dalam Omnibus Law. Salah satunya adalah Klaster Ketenagakerjaan yang dibahas dalam Omnibus Law juga tidak menguntungkan kaum pekerja dan buruh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maka dari itu, menurut Yani, semestinya DPR sebagai perwakilan rakyat menangkap aspirasi tersebut dan bukan mempercepat pengesahan Omnibus Law.
"Kita menangkap aspirasi kawan-kawan pekerja dan buruh, bahwa RUU ini tidak menguntungkan kaum pekerja, bahkan terlalu dominan pada pemilik modal. atau korporasi investasi termasuk izin cuti, outsourcing, dan sebagainya, seharusnya memperhatikan hal itu bukannya kejar tayang," ucapnya.
Pihaknya juga berencana melakukan judisial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika RUU Omnibus Law tetap disahkan tanpa mempertimbangkan penolakan dari masyarakat.
"Mudah-mudahan anggota dewan di dalam paripurna bisa menolak, kita minta fraksi lain termasuk dalam fraksi pemerintah [untuk menolak]. Ini kan masih belum sah karena baru tingkat 1, dan di tingkat 2 paripurna saya rasa bisa juga [ditolak]," ucapnya.
Sebelumnya, pembahasan RUU Omnibus Law telah rampung di tingkat I pada Sabtu (3/10) malam. Tujuh fraksi menyatakan setuju untuk melanjutkan pembahasan Omnibus Law ke rapat paripurna pada Kamis (8/10) mendatang.
Sementara ada dua fraksi yang menolak pengesahan RUU tersebut, yakni Demokrat dan PKS.