Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Ciptaker) menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna, Senin (5/10). Keputusan tersebut diambil lebih cepat dari jadwal semula yang direncanakan Kamis 8 Oktober.
Masa pandemi corona menjadi 'tempat berlindung' untuk mempercepat proses. Aksi buruh untuk menyuarakan penolakan disumbat dengan alasan pandemi. Aparat tak memperbolehkan aksi karena khawatir terjadi penularan virus corona. Dalihnya, pembatasan sosial.
Tak hanya itu, pandemi juga dijadikan alasan untuk mempercepat pengesahan. Negara membutuhkan investasi di tengah ekonomi yang menurun akibat dampak pandemi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Achmad Baidowi juga menyebut kasus corona yang terus naik menjadi alasan mempercepat Rapat Paripurna yang semula dijadwalkan Kamis (8/10) menjadi Senin (5/10).
"Tadi disepakati Bamus, karena laju Covid-19 di DPR terus bertambah, maka penutupan masa sidang dipercepat," kata Awiek lewat pesan singkat kepada wartawan, Senin.
Dalam Rapat Paripurna yang dihadiri 318 dari 517 anggota dewan, hanya Fraksi PKS dan Demokrat yang menolak. Sementara tujuh fraksi, PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PPP, dan PAN menyetujui RUU Ciptaker disahkan.
"Kepada seluruh anggota, saya memohon persetujuan dalam forum rapat peripurna ini, bisa disepakati?" tanya Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin selaku pemimpin sidang.
"Setujuuuu," sahut mayoritas anggota yang hadir.
'Tok,' bunyi palu sidang sebagai tanda disahkannya RUU Ciptaker menjadi UU.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan rencana membuat Omnibus Law Ciptaker ketika dilantik sebagai presiden periode kedua Oktober 2019. Omnibus Law disebut Jokowi akan merevisi puluhan UU.
Sejak itu pemerintah menyusun draf RUU tersebut, namun tak terbuka ke publik. Dalam sebuah kesempatan, Jokowi meminta kepada Ketua DPR Puan Maharani agar proses pembahasan RUU Ciptaker diselesaikan dalam waktu tiga bulan pada Desember 2019.
Jokowi sangat ingin RUU yang awalnya disebut Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) bisa selesai tahun ini. Ia selalu menyampaikan bahwa aturan sapu jagat itu bisa memudahkan investasi masuk sehingga lapangan kerja bisa tercipta.
Mantan wali kota Solo itu juga sempat mengatakan bakal mengacungkan dua jempol kepada para anggota DPR apabila berhasil menuntaskan pembahasan RUU Ciptaker dalam 100 hari kerja.
Masa 100 hari itu terhitung sejak naskah akademik RUU tersebut disampaikan ke lembaga legislatif hingga masa pembahasan selesai. Pemerintah baru menyerahkan naskah akademik dan draf RUU Ciptaker pada Februari 2020.
"Saya akan angkat dua jempol kalau DPR bisa menyelesaikan dalam 100 hari. Tidak hanya saya, tapi saya kira Bapak, Ibu, dan saudara-saudara semua juga acungkan jempol jika itu bisa diselesaikan dalam 100 hari," kata Jokowi awal tahun ini.
Sejumlah elemen masyarakat, termasuk buruh terus menyerukan penolakan sejak awal tahun. Beberapa kali mereka berencana menggelar aksi besar, seperti pada 23 Maret 2020. Namun, aksi tersebut batal lantaran pandemi Covid-19.
Dengan batalnya aksi itu, kelompok buruh yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) meminta pemerintah dan DPR tidak memaksakan membahas Omnibus Law.
"Buruh sudah berempati. Kami harap pemerintah dan DPR juga berempati dengan tidak memaksakan pembahasan Omnibus Law. Mari kita fokus pada persoalan corona terlebih dahulu," ujar Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban dalam keterangannya, Rabu (18/3).
Alih-alih memenuhi harapan buruh, DPR tetap melanjutkan membahas RUU Ciptaker. Rapat pertama dilakukan pada 7 April atau dua pekan setelah buruh batal menggelar aksi besar.
Rapat kembali digelar pada 14 April 2020. Rapat-rapat itu digelar, baik secara virtual dan pertemuan fisik, untuk mendengarkan usulan dari sejumlah ahli atau akademisi terkait rancangan regulasi tersebut.
Tercatat selama April, Badan Legislasi DPR telah menggelar rapat sebanyak empat kali, masing-masing pada 7, 14, 20, dan 29 April. Rapat itu membahas rencana Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan mengundang ahli dari sejumlah perguruan tinggi.
Padahal, kala itu, sejumlah staf dan anggota dewan di lingkungan kompleks Parlemen dinyatakan positif Covid-19. Salah seorang anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDIP bahkan dikabarkan telah meninggal dunia dengan status pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Alex Noerdin juga menyebut ada 10 orang staf di DPR positif terinfeksi Covid-19 pada waktu itu.
Saat anggota DPR mengebut pembahasan di tengah pandemi, elemen buruh kembali membatalkan aksi turun ke jalan pada Hari Buruh Sedunia 1 Mei lalu. Pembatalan aksi dilakukan untuk mencegah potensi penyebaran Covid-19.
"Buruh tidak akan melakukan aksi turun ke jalan pada May Day besok, tetapi kami akan melakukan kegiatan-kegiatan dalam bentuk lain yang menyuarakan isu perjuangan kaum buruh," kata Said Iqbal, Kamis (30/4).
Tak peduli pandemi, DPR kembali menggelar rapat RDPU dengan mengundang dua narasumber yakni pengusaha Emil Arifin dan Direktur Institute of Developing Entrepreneurship Sutrisno Iwantono.
Selama Mei, DPR tercatat telah menggelar rapat membahas Omnibus Law Ciptaker sebanyak dua kali, masing-masing pada 5 dan 20 Mei. Lalu pada Juni 2020, rapat digelar sebanyak lima kali.
Buntut kemarahan masyarakat pada DPR yang dinilai diam-diam menggelar rapat membahas RUU Ciptaker terjadi pada 17 Juli. Mereka terpaksa menggelar aksi menolak RUU gagasan Jokowi di tengah pandemi.
Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos menyebut pembahasan RUU Ciptaker dilakukan dengan senyap dan tertutup tanpa melibatkan partisipasi publik sehingga pihaknya harus turun ke jalan.
"Kenapa kita aksi di situasi Covid-19 karena kita tahu selama ini terjadi pembahasan tentang Omnibus Law Ciptaker, karena kami gerakan buruh bersama rakyat ini menolak secara keseluruhan tidak hanya klaster ketenagakerjaan," kata Nining.
Namun, dalam beberapa pekan terakhir DPR justru kembali mengebut pembahasan RUU Ciptaker. Sampai akhirnya, tujuh dari sembilan fraksi sepakat membawa RUU Ciptaker ke Rapat Paripurna dalam pengambilan keputusan di Baleg, Sabtu (3/10) malam.
Saat rapat akhir pekan itu, pengambilan keputusan pada Rapat Paripurna dilakukan Kamis 8 Oktober. Namun, tiba-tiba DPR memajukan agenda paripurna menjadi Senin (5/10) kemarin. Selain itu, DPR juga memajukan masa reses anggota dewan dari semula Jumat (9/10) menjadi Selasa (6/10).
Draf RUU Ciptaker pun akhirnya bisa disahkan saat ribuan buruh masih tertahan di pintu-pintu masuk Jakarta untuk menyampaikan penolakannya.
Meskipun lewat dari tenggat Jokowi, para wakil rakyat di Senayan tetap bisa menyelesaikan pembahasan RUU Ciptaker yang mencakup 11 klaster dalam waktu sekitar 8 bulan. DPR bersama pemerintah berhasil menuntaskan RUU tersebut di tengah pandemi Covid-19.
(thr/fra)