Omnibus Law Disahkan, AMAN Serukan Bendera Setengah Tiang

CNN Indonesia
Selasa, 06 Okt 2020 06:03 WIB
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyerukan pengibaran bendera setengah tiang sebagai kritik atas pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Foto ilustrasi. Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo (kedua kanan) mendapat sambutan dari perwakilan Lembaga masyarakat adat saat berkunjung ke Wamena, Papua, Minggu (28/12). (Prasetyo Utomo)
Jakarta, CNN Indonesia --

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyerukan seluruh masyarakat Indonesia mengibarkan bendera setengah tiang. Hal ini sebagai bentuk kritik atas pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja oleh DPR RI.

Seruan itu disampaikan melalui Twitter pada Senin (5/10) malam. AMAN juga mengunggah foto bendera organisasinya yang hanya dikibarkan setengah tiang.

"Mari sejenak seluruh rakyat Indonesia kita naikkan bendera setengah tiang sebagai simbol duka atas pengesahan UU Omnibus Cilaka," serunya dalam unggahan di akun Twitter dengan disertai tagar #MosiTidakPercaya dan #TolakOmnibusLaw.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

AMAN menilai di tengah ketiadaan UU Masyarakat Adat, saat ini masyarakat adat ibarat seperti anak kecil yang baru lahir. "Tanpa sehelai pun pelindung dari sebuan investor yang akan menginvasi wilayah adat," tulisnya.

Mereka menilai UU Omnibus Law Ciptaker yang telah disahkan oleh DPR RI tidak memiliki legitimasi karena dibuat tanpa partisipasi masyarakat adat, serta bertentangan dengan mandat konstitusi.

AMAN mencatat proses pembahasan Omnibus Law tak pernah ada konsultasi dengan gerakan masyarakat adat. Dengan demikian, proses itu dianggap melanggar hak masyarakat adat untuk berpartisipasi dalam pembentukan hukum.

Selain itu, menurut AMAN, DPR dan pemerintah terkesan memanfaatkan situasi pandemi Covid-19 yang membatasi ruang pemantauan dan partisipasi masyarakat dalam pembentukan hukum.

Salah satu yang disorot AMAN dalam Omnibus Law Ciptaker ini yaitu memberikan 'karpet merah' kepada investasi, di mana di dalamnya mengatur izin hak guna usaha (HGU) selama 90 tahun.

"Ini artinya wilayah adat yang dirampas hanya baru ada kemungkinan untuk kembali ke masyarakat adat setelah 90 tahun. Perlu hampir 2 generasi," tulisnya.

Mereka juga menyoroti RUU Ciptaker yang hanya memberikan sanksi administratif kepada dunia usaha yang melakukan usaha tanpa izin usaha.

"Pelaku usaha yang menggunakan (merampas) wilayah adat tanpa persetujuan masyarakat adat hanya diberikan sanksi administrative (tidak ada sanksi pidana). Ini diatur dalam Pasal 22 cluster Sistem Budidaya Pertanian," tulisnya.

Rapat Paripurna DPR RI yang digelar pada Senin (5/10) secara resmi mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang Undang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Pada waktu yang sama, di depan Kompleks DPR, aparat keamanan berjaga-jaga mengantisipasi demonstrasi elemen buruh dan masyarakat sipil yang menolak RUU itu.

"Kepada seluruh anggota, saya memohon persetujuan dalam forum rapat paripurna ini, bisa disepakati?" tanya Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin selaku pemimpin sidang paripurna di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta.

"Setuju," sahut mayoritas anggota yang hadir.

Fraksi-fraksi yang setuju adalah PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PPP, dan PAN. Hanya Fraksi Partai Demokrat dan PKS yang menolak pengesahan RUU Ciptaker. 

(pmg)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER