Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Presiden Joko Widodo mengendalikan aparat keamanan yang telah melakukan tindakan brutal saat mengawal berbagai aksi unjuk rasa tolak Omnibus Law Cipta Kerja.
Dalam Taklimat Nomor Kep-1730/DP-MUI/X/2020, MUI meminta aparat kepolisian melindungi hak asasi manusia (HAM) para pengunjuk rasa yang dijamin oleh konstitusi.
"MUI meminta kepada Presiden Jokowi untuk dapat mengendalikan suasana keamanan dan ketertiban masyarakat saat ini dengan menghargai hak asasi manusia, warga negara, dan jangan membiarkan aparat keamanan melakukan tindakan yang brutal dan tindakan yang tidak terkontrol dalam menangani unjuk rasa," kata MUI dalam taklimat yang diterima CNNIndonesia.com, Jumat (9/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
MUI menyatakan kecewa kepada pemerintah dan DPR yang tak mengindahkan masukan ormas Islam. MUI tegas menolak undang-undang itu karena hanya menguntungkan pengusaha, investor asing, dan cukong serta bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945.
MUI meminta DPR dan pemerintah tidak lagi membuat kebijakan kontroversial. Kedua pihak diminta fokus menangani pandemi Covid-19.
Terkait Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan, MUI mendukung upaya uji materi. MUI mendukung jika ada kalangan masyarakat yang akan menggugat Omnibus Law Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"MUI mengingatkan kepada para Hakim Agung Mahkamah Konstitusi untuk tetap istiqamah menegakkan keadilan, menjaga kemandirian, marwah dan martabatnya sebagai hakim yang nanti dipertanggungjawabkan di hadapan Mahkamah Ilahi di Yaumil Mahsyar," ujar para ulama.
Aparat bertindak represif terhadap demonstran dan wartawan yang meliput demonstrasi tolak Omnibus Law di berbagai daerah. Setidaknya ada 1.192 orang yang menggelar demo di Jakarta ditangkap Polda Metro Jaya. Sampai saat ini mereka belum diperbolehkan mendapat pendampingan hukum.
(rzr/wis)