Cerita Mahasiswa UGM soal Chat WA Dianggap Provokasi Demo

CNN Indonesia
Minggu, 11 Okt 2020 21:03 WIB
Seorang mahasiswa UGM diminta mengaku sebagai provokator karena percakapannya di WA dianggap memprovokasi demo.
Mahasiswa di Yogyakarta mulai menggelar unjuk rasa menyuarakan penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja, Kamis (8/10). (CNN Indonesia/Sutriyati)
Yogyakarta, CNN Indonesia --

Seorang mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Akhfa Rahman Nabiel (20) menjadi salah satu korban kekerasan aparat saat Demonstrasi menolak Omnibus Law yang berujung ricuh, di Gedung DPRD DIY, pada 8 Oktober 2020 lalu.

Saat dijenguk pimpinan UGM, Nabiel mengaku masih mengalami sesak nafas setelah mengalami kekerasan fisik hingga wajahnya lebam karena terkena pukulan Wajahnya yang lebam, karena terkena pukulan sejumlah aparat, saat diinterogasi di salah satu ruang di Gedung DPRD DIY, pada saat itu.

"Kepala dan muka saya beberapa kali dipukul, sampai gagang kacamata saya patah," kenang Nabiel sebagaimana dilansir laman UGM, Minggu (11/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mahasiswa Fakultas Filsafat itu juga mengungkapkan, dirinya diminta mengaku sebagai provokator dalam demo tersebut, karena melihat isi pesan percakapan WhatsApp soal demo dari ponselnya. 

Belum ada keterangan atau tanggapan dari aparat keamanan terkait pernyataan Nabiel ini. CNNIndonesia.com telah menghubungi Humas Polda Yogyakarta namun belum mendapat respon.

Padahal, kata Nabiel, isi percakapan tersebut hanya candaan dengan teman mahasiswi UGM lainnya terkait rencananya untuk liputan ikut demo ke Malioboro. 

"Mereka menganggap chat saya dengan mahasiswi ini untuk provokasi demo Gedung DPRD jadi ricuh," sesalnya.

Nabiel juga menceritakan bahwa saat kegiatan aksi demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja berlangsung, ia datang terlambat lalu menyusul rekan demonstran lainnya menggunakan sepeda motor, dari Bunderan UGM menuju gedung DPRD DIY di kawasan Malioboro Yogyakarta.

Pada saat itu, ia juga membawa dua kardus air untuk dibagikan kepada para demonstran. Setelah memarkir kendaraan di area parkir Abu Bakar Ali, Nabiel bergabung dengan iring-iringan kelompok mahasiswa UGM dan membagikan air.

Ia berada di posisi paling depan saat demo kembali ricuh di depan pintu masuk kompleks DPRD DIY. 

Nabiel menduga, kericuhan itu terjadi lantaran aparat terprovokasi oleh ulah oknum demonstran yang usianya masih remaja. 

"Kebetulan posisi saya tepat di belakang personel (aparat). Ketika mulai bentrok dan ricuh, saya ikut mundur bersama polisi, saya masuk ke aula DPRD," ujarnya.

Namun saat berada di aula DPRD itu, Nabiel didatangi salah seorang aparat yang mulai menginterogasi dirinya. Dari situ ia kemudian diciduk bersama bebrapa demonstran lainnya, dan dibawa ke lantai atas gedung tersebut.

Ponselnya pun ikut disita, dan ia mendapatkan pukulan bertubi-tubi. Terlebih, karena dirinya tak mau mengakui sebagai provokator.

Menjelang senja, Nabiel disuruh berjalan jongkok dari lantai tiga gedung DPRD menuju mobil bak terbuka untuk dibawa ke Poltabes Yogyakarta.

Namun karena kondisinya mulai lemas, ia tidak mampu berjalan sehingga dipapah oleh aparat saat berada di kantor polisi. Bahkan, ia juga sempat mendapat bantuan oksigen sebelum akhirnya dibawa ke Rumah Sakit karena kondisinya kian melemah.

Sementara Direktur Kemahasiswaan UGM, Suharyadi, saat menjenguk Nabiel pada 9 Oktober lalu, banyak memberi motivasi padanya agar lekas sembuh dan bisa beraktivitas kembali.

(sut/ugo)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER