Instruksi Tak Demo dari Kemendikbud dan Perlawanan Dosen

CNN Indonesia
Minggu, 11 Okt 2020 08:20 WIB
Dosen dan mahasiswa tidak mengikuti arahan Kemendikbud yang menyarankan untuk tidak kembali menggelar unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meminta mahasiswa tidak kembali menggelar unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja. (Foto: cnnindonesia/Bisma Septalisma)
Jakarta, CNN Indonesia --

Dosen melalui Aliansi Akademisi Menolak Omnibus Law menyerukan kampus mendukung demonstrasi yang dilakukan mahasiswa di tengah upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meyakini mahasiswa untuk tidak kembali menggelar unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja.

Mahasiswa merupakan salah satu unsur yang meramaikan rentetan demo di daerah maupun demo nasional di DKI Jakarta, 8 September lalu. Pasca demonstrasi, Kemendikbud merilis surat bernomor 1035/E/KM/2020 yang menginstruksikan para rektor mengimbau mahasiswa tidak mengikuti unjuk rasa.

"Mengimbau para mahasiswa/i untuk tidak turut serta dalam kegiatan demonstrasi/unjuk rasa/ penyampaian aspirasi yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan para mahasiswa/i di masa pandemi ini," bunyi surat yang ditandatangani Dirjen Dikti Kemendikbud Nizam, Jumat (9/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai gantinya, kampus diminta mensosialisasikan UU Cipta kerja dan mendorong mahasiswa melakukan kajian akademis untuk disampaikan kepada pemerintah dan DPR melalui mekanisme lain.

Dalam hal ini, kampus dilarang memprovokasi mahasiswa untuk melakukan demonstrasi. Dosen diminta mendorong mahasiswa melakukan pendekatan yang intelektual jika ingin mengkritik UU Cipta Kerja.

"Tidak memprovokasi mahasiswa untuk mengikuti/mengadakan kegiatan demonstrasi/unjuk rasa/penyampaian aspirasi yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan para mahasiswa/i," lanjut surat tersebut.

Kendati begitu, surat ini tidak diindahkan dosen yang tergabung dalam Aliansi Akademisi Menolak Omnibus Law. Mereka justru menyerukan agar kampus mendukung aksi demonstrasi.

"Mendorong perguruan tinggi seluruh Indonesia untuk mendukung aksi demonstrasi dan mendorong insan akademik perguruan tinggi aktif mengkritisi dan membantah berbagai disinformasi yang disebarkan oleh berbagai pihak untuk mengelabui publik mengenai bahaya UU Cipta Kerja," ungkap mereka dalam keterangan tertulis, Sabtu (10/10).

Aliansi Akademisi menilai instruksi Kemdikbud itu justru menentang kebebasan berpendapat dan akademik yang seharusnya menjadi hak mahasiswa. Mereka menyebut perguruan tinggi memiliki tanggung jawab untuk memberi pengetahuan berdasarkan kebenaran, bebas dari segala unsur politik.

"Oleh karena itu, tidak seharusnya perguruan tinggi menggadaikan integritasnya sebagai lembaga pengetahuan dengan semata menjadi pelayan kepentingan politik penguasa," kata dosen Universitas Negeri Jakarta, Abdil Mughis Mudhoffir sebagai perwakilan.

Demonstrasi sendiri, menurutnya, adalah bagian dari upaya menyampaikan pendapat dan merupakan tindakan yang dilindungi konstitusional. Untuk itu, mereka menilai tak memungkinkan jika melarang mahasiswa melakukan aksi penolakan.

Abdil mengatakan demonstrasi dilakukan karena upaya kritik lainnya, baik melalui kertas kebijakan, karya ilmiah, maupun opini di media tak digubris. Sehingga unjuk rasa dinilai perlu digerakkan.

"Imbauan kepada mahasiswa untuk tidak ikut berdemonstrasi karena alasan membahayakan keselamatan dan kesehatan di masa pandemi tidak sejalan dengan kengototan pemerintah untuk tetap menyelenggarakan pilkada serentak di berbagai daerah," lanjutnya.

Terpisah, Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia menyebut ada 3.000 mahasiswa yang turut mengikuti demonstrasi di area Istana Negara, Jakarta. Namun mereka mengklaim mendapat perlawanan represif dari aparat ketika melakukan aksi.

"Banyak massa aksi yang perlu dievakuasi karena terkena gas air mata dan tindakan represif aparat lainnya, bahkan tidak sedikit dari massa aksi yang dievakuasi dalam kondisi tidak sadarkan diri," ungkap Aliansi BEM SI melalui keterangan tertulis.

Mereka pun mengecam tindakan aparat tersebut. Aliansi BEM SI menyatakan pihaknya tidak terlibat dalam tindakan anarkis dan kerusuhan yang diklaim merupakan ulah provokator.

Aliansi BEM SI menampik tudingan bahwa pihaknya melakukan aksi karena kepentingan, tunggangan sampai pendanaan dari satu atau sebagian pihak. Melainkan karena keresahan yang tidak terakomodir.

"Apalagi tuduhan jika ada kelompok yang mendanai berjalannya aksi BEM SI di berbagai wilayah di Indonesia,termasuk di Istana Merdeka. Aksi Tolak Omnibus Law murni berlandaskan keresahan dan kepentingan rakyat yang tidak diakomodir oleh ketidakbecusan Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah," lanjut mereka.

Menurut mereka, tindakan pemerintah dan DPR mengesahkan UU Cipta Kerja secara terburu-buru cacat formil. Sehingga mereka menilai unjuk rasa besar-besaran di seluruh Indonesia diperlukan, agar Presiden Joko Widodo membatalkan UU tersebut.

"Kami BEM SI menegaskan bahwa eskalasi gerakan yang akan dibangun tidak hanya terbatas kemarin saja, tapi narasi perjuangan penolakan akan terus kami gaungkan sampai UU Cipta Kerja dicabut," ujar Aliansi BEM SI.

(fey/mik)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER