Kepada yang terhormat Bapak Presiden Joko Widodo di tempat.
Terima kasih telah menjaga hak politik kami dengan melanjutkan Pilkada 2020, meski pandemi Covid-19 tak kunjung membaik di tanah air.
Melalui Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman, Bapak tegaskan akan menjamin hak rakyat untuk memilih dan dipilih.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hak politik warga negara Indonesia memang diatur tegas oleh Undang-undang Dasar Tahun 1945. Pasal 1 ayat (2) menjamin hak memilih dan dinyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 juga menjamin hak warga negara untuk dipilih.
Tetapi, apakah Pak Jokowi ingat ada pasal 28I ayat (1) UUD 1945? Pasal ini menjamin hak hidup sebagai salah satu hak mendasar warga negara sebagai manusia.
"Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun," bunyi pasal 28I ayat (1) UUD 1945.
Belum lagi ihwal jaminan Negara terhadap kesehatan warganya yang juga diatur konstitusi. Pasal 28H UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Jika diminta memilih, kami akan meminta hak hidup dan sehat kami terlebih dulu. Tak masalah jika hak kami untuk memilih dan dipilih tertunda beberapa saat.
Saya setuju dengan kalimat favorit Bapak, "Tidak ada yang bisa memastikan kapan pandemi berakhir." Tetapi Bapak bisa memastikan amanat UUD 1945 tentang, "Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia" ditunaikan oleh Negara dengan cara menunda pilkada.
Bapak Presiden yang terhormat, penundaan pilkada tak akan mencoreng wajah Indonesia di mata dunia. Setidaknya ada 70 negara yang telah memutuskan penundaan pemilu sejak pandemi Covid-19 melanda.
Memang benar ada sebagian negara maju yang tetap menyelenggarakan pemilu. Korea Selatan, Singapura, dan Amerika Serikat jadi tiga negara favorit yang dijadikan contoh oleh menteri-menteri Bapak.
Namun, Amerika Serikat mampu melakukan tes terhadap ratusan ribu rakyatnya. John Hopkins University & Medicine (JHU) mencatat Negeri Paman Sam paling sedikit melakukan 898.814 tes per hari selama Oktober. Bahkan pada 2 Oktober, tes harian mencapai 1,2 juta.
Korea Selatan juga menunggu pandemi melandai sebelum menggelar pemilu. Kasus tertinggi mereka terjadi pada 29 Februari dengan 900 kasus baru.
Pada bulan pemilihan, April, kasus baru hanya berkisar di angka 30 kasus. Pemilu pun digelar 15 April, 28 juta pemilih ikut serta. Bahkan Korsel memecahkan rekor tingkat partisipasi selama 20 tahun terakhir.
Singapura berhasil menghindarkan warganya dari kematian sebelum menggelar pemilu 10 Juli lalu. Bahkan hingga saat ini, JHU mencatat tingkat kematian karena Covid-19 (case fatality rate) di Singapura 0,0 persen.
Negara tetangga kita itu tercatat hanya punya 57.819 kasus. Sebanyak 27 orang telah meninggal dunia. JHU juga mencatat 0,48 orang meninggal dunia setiap 1.000 orang penduduk Singapura.
Sementara kita, Indonesia, ada 336.716 kasus per 12 Oktober. Sebanyak 258.519 di antaranya telah sembuh dan meninggal 11.953 orang.
JHU menyebut tingkat kematian akibat Covid-19 di Indonesia 3,7 persen. Indonesia juga mencatat 15,39 persen tingkat pasien positif setiap hari (daily positivity rate). Kita sudah ada di urutan ke-sepuluh dunia.
KawalCovid19 mencatat rata-rata tes harian kita selama sepekan terakhir cuma di angka 39.301. Secara total, Indonesia baru melakukan tes terhadap 2.145.508 orang terkait Covid-19 dari total lebih dari 250 juta penduduk.
Pak Jokowi yang terhormat, dengan data itu, penundaan pilkada adalah opsi terbaik saat ini demi menghindari korban jiwa lebih banyak.
(asa/asa)