Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal meminta pemerintah tak melarang buruh menggelar aksi tolak Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja. Ia mengatakan buruh akan tetap menggelar aksi menolak UU yang telah disahkan tersebut.
Menurutnya, tak ada aturan yang melarang buruh melakukan aksi demonstrasi di tengah pandemi Covid-19, termasuk melakukan mogok nasional. Tindakan para buruh itu telah dilindungi UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh; UU nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik.
"Jangan larang kami untuk melakukan aksi karena itu hak konstitusional. Maka kami ke depan akan melanjutkan aksi demonstrasi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja," kata Said dalam konferensi pers virtual KSPI dan 32 Serikat Pekerja, Senin (12/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain turun ke jalan, Said menyatakan pihaknya juga akan melobi DPR untuk mendorong legislative review Omnibus Law Cipta Kerja. Ia meminta para anggota dewan menempatkan diri sebagai wakil rakyat bukan wakil partai agar kembali mendapat kepercayaan dari buruh.
Menurutnya, para buruh selama ini merasa dikhianati anggota DPR lantaran beberapa pasal Omnibus Law yang diminta untuk dikembalikan ke UU Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan tidak dikabulkan.
"Kalau DPR menempatkan diri bukan sebagai partai politik gunakan legislative review, yaitu melakukan uji terhadap legislasi yang sudah disahkan. Jadi bukan hanya Perppu saja yang bisa kita minta kepada pemerintah, tapi kepada DPR juga," katanya.
Upaya perlawanan buruh lainnya, kata Said, adalah mengajukan judicial review Omnibus Law Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK). Rencananya akan ada dua gugatan yang disiapkan yakni uji formil karena prosesnya dianggap tak transparan dan uji materiil untuk membatalkan beberapa pasal yang dianggap bermasalah.
"Kita juga harus memperhitungkan, jangan-jangan, ada kelompok tertentu yang mengajukan gugatan judicial review tapi dibikin dalil pasalnya itu lemah. Dengan demikian pasti kalah di MK. Itu berbahaya kembali, kami membaca situasi itu," ujarnya.
Sebagai informasi, demo penolakan Omnibus Law Cipta Kerja berlangsung di sejumlah daerah di Indonesia sejak undang-undang itu disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada Senin (5/10) sore. Gelombang penolak mulai bergulir sejak 6 hingga puncaknya 8 Oktober.
Di Jakarta, aksi demonstrasi terpusat di sekitar Istana Negara. Massa aksi tak bisa menuju depan Istana karena diadang aparat kepolisian. Mereka tertahan di Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jalan Medan Merdeka Barat; lampu merah simpang Harmoni; serta depan Markas Kostrad, Jalan Medan Merdeka Timur.
Kelompok buruh kembali melancarkan aksi tolak Omnibus Law Cipta Kerja di kawasan Jalan Medan Merdeka Barat hari ini, Senin (12/10). Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) berencana menuju depan Istana Negara, namun diadang aparat kepolisian.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita Silaban mengatakan pihaknya telah bersepakat dengan kepolisian dan tidak akan memaksa masuk untuk melakukan aksi di seberang Istana Kepresidenan.
(hrf/fra)