54 Jadi Tersangka Demo, Tim Advokasi Belum Bisa Dampingi

CNN Indonesia
Selasa, 13 Okt 2020 06:15 WIB
Tim Advokasi belum mendapatkan akses untuk mendampingi para demonstran yang kini ditetapkan sebagai tersangka usai aksi tolak Omnibus Law.
Sejumlah pengunjuk rasa yang menolak UU Cipta Kerja dikumpulkan di Gedung Parkir Barang Bukti Ranmor di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (9/10/2020). (ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA)
Jakarta, CNN Indonesia --

Tim Advokasi untuk Demokrasi hingga kini belum mendapatkan akses untuk mendampingi demonstran yang menolak Omnibus Law Cipta Kerja di Istana Negara, Jakarta. Para pedemo itu ditangkap aparat kepolisian pada Kamis (8/10).

Polda Metro Jaya, Senin (12/10), melaporkan sebanyak 54 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dari 1.192 orang yang ditangkap di wilayah Jakarta.

"Kami belum bisa [mendampingi pendemo yang ditangkap] sama sekali. Sampai saat ini kami belum dikasih akses untuk pendampingan hukum," kata Tim Advokasi untuk Demokrasi LBH Pers, Mona Ervita kepada CNNIndonesia.com siang ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengatakan pihaknya bahkan tidak diberi akses terkait data pedemo yang ditangkap sejak pekan lalu. Hal ini membuat LBH sulit memberikan pendampingan hukum bagi para pedemo.

Mona menjelaskan pendampingan hukum merupakan hak setiap orang ketika ditahan aparat. Pendampingan hukum dinilai penting untuk meminimalisasi intimidasi dan kriminalisasi.

Ketika tidak ada pendampingan hukum, katanya, aparat bisa saja menetapkan seseorang tersangka tanpa bukti yang jelas. Juga tidak ada jaminan bahwa penetapan tersangka pedemo tidak keluar dari konteks penangkapan.

"Mencari konteks kesalahan di luar massa aksi. Misalnya HP diperiksa, ada gambar bermuatan negatif. Atau tes urine, nanti dianggap mengonsumsi narkoba," katanya.

"Dicap anarko itu yang paling sering. Padahal ya buktinya yang ditemukan polisi misalnya orang yang dianggap anarko pakai baju hitam, bawa buku-buku tertentu. Nah, itu polisi mencari kesalahan di luar konteks," lanjut.

Menurut pengalaman Mona, hal ini bukannya tidak pernah terjadi. Pada satu kasus yang mereka tangani, aparat kepolisian menangkap dan berupaya menyangkakan seorang jurnalis pada demonstrasi.

Padahal jurnalis seyogyanya dilindungi UU Pers untuk meliput aksi demonstrasi. Namun aparat menuding jurnalis tersebut sebagai bagian dari massa aksi.

Pada demonstrasi 8 Oktober lalu, katanya, aparat kepolisian tidak memenuhi hak pedemo yang ditangkap dengan menutup akses pendampingan hukum. Untuk itu pihaknya akan melaporkan Polda Metro Jaya ke Komnas HAM.

"Kami sama teman-teman koalisi tim advokasi akan melaporkan tindakan polisi ke Komnas HAM. Karena polisi sudah melakukan pelanggaran hukum acara pidana. Tidak dapat akses bantuan hukum," ujarnya.

Sebelumnya LBH tidak diberikan akses untuk bertemu dan mendampingi massa aksi yang ditangkap pada Kamis (8/10) malam. Padahal LBH sudah berada di lokasi tempat massa aksi ditahan. 

(fey/pmg)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER