Larang Siswa Demo, Disdik Sumbar Dinilai Langgar HAM

CNN Indonesia
Rabu, 14 Okt 2020 03:31 WIB
LBH Padang menilai larangan siswa SMA dan SMK berdemonstrasi menolak UU Cipta Kerja yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Sumbar melanggar hak konstitusional.
LBH Padang menilai larangan siswa SMA dan SMK berdemonstrasi menolak UU Cipta Kerja yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Sumbar melanggar hak konstitusional. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Andry Novelino).
Padang, CNN Indonesia --

Dinas Pendidikan Sumatera Barat (Sumbar) melarang siswa SMA dan SMK berdemonstrasi menolak Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker). Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menilai larangan tersebut melanggar hak asasi manusia (HAM) dan mengekang kebebasan berekspresi.

Dinas Pendidikan Sumbar mengeluarkan larangan tersebut melalui surat tertanggal 12 Oktober 2020, yang ditandatangani oleh kepala dinasnya, Adib Alfikri. Dalam surat itu, instansi tersebut meminta Kepala Cabang Dinas Wilayah I sampai dengan VIII dan Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah se-Sumbar untuk memerintahkan kepala sekolah melarang siswa ikut demo yang dilakukan pihak mana pun.

"Jika tertangkap akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku dan peserta didik tersebut tidak bisa mendapatkan surat keterangan berkelakuan baik untuk ke depannya," demikian lanjutan isi surat tersebut, dikutip Selasa (13/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Direktur LBH Padang Wendra Putra Rona mengatakan bahwa larangan itu melanggar HAM. Ia berpendapat bahwa larangan tersebut berarti membatasi hak siswa untuk menggunakan hak konstitusionalnya dalam menyuarakan ekspresi dan pendapat. Menurutnya, larangan itu berbahaya dalam konteks demokrasi, apalagi intervensi itu sampai ke institusi pemerintah.

"Institusi tak boleh mengekang kebebasan berekspresi pelajar. Justru harusnya mendorong pelajar untuk berpartisipasi. Kalau ada kekhawatiran soal keterlibatan pelajar berbuat kerusuhan dan lain-lain, itu yang perlu ditekankan oleh pihak sekolah untuk memastikan pelajar menggunakan hak konstitusional dengan baik dan beradab," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.

Wendra menyebut bahwa surat tersebut melanggar Konvensi Hak Anak yang sudah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, Undang-Undang Perlindungan Anak bahwa anak berhak menyatakan pendapat dan berekspresi, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjamin kebebasan berpendapat.

"Karena itu, Dinas Pendidikan dan penyelenggara sekolah harus memberikan contoh yang baik tentang bagaimana hak berdemokrasi itu digunakan, bukan melarang dengan pendapat yang intimidatif," tuturnya.

Pelarangan mengikuti demonstrasi, kata Wendra, menjadi stigma bagi siswa terhadap orang orang yang berdemonstrasi seakan-akan unjuk rasa itu tindakan kriminal yang mengarah pada kejahatan. Padahal, demonstrasi adalah tindakan konstitusional.

"Demonstrasi sama konstitusionalnya dengan tindakan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Demonstrasi bukan tindakan yang melanggar hukum," ucapnya.

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar menyatakan bahwa setidaknya 250 siswa di Padang ditangkap polisi pada demonstrasi menolak Undang-Undang Cipta Kerja di Gedung DPRD Sumbar pada 8 dan 9 Oktober. Polda Sumbar menyatakan bahwa pihaknya seluruh memulangkan semua siswa tersebut.

(adb/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER