SATU TAHUN JOKOWI-MA'RUF

Ragam UU Kontroversial selama Satu Tahun Jokowi-Ma'ruf

CNN Indonesia
Selasa, 20 Okt 2020 08:48 WIB
Sejumlah UU kontroversial lahir dalam setahun, yakni UU KPK, Minerba, UU Mahkamah Konstitusi (MK), dan terbaru Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker).
Foto: Screenshot via youtube Sekretariat Presiden

Merunut berbagai UU kontroversial tersebut, pengesahan UU KPK menjadi polemik pertama di awal periode kedua Jokowi.

Pembahasannya telah dimulai jauh sebelum pelantikan periode kedua Jokowi. Rencana revisi UU itu pertama kali muncul di DPR pada 2015 yang memasukkan revisi UU KPK dalam prioritas Program Legislasi Nasional.

Namun berbagai penolakan dari masyarakat berbuntut penundaan usai Jokowi melakukan pertemuan dengan pimpinan DPR.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kejadian ini berulang pada 2016. Pembahasan revisi UU KPK kembali ditunda usai kesepakatan Jokowi dengan DPR.

UU Nomor 19 Tahun 2019 itu akhirnya berhasil disahkan pada 17 September 2019, selang sebulan sebelum pelantikan periode kedua Jokowi. Prosesnya sangat cepat. Usai diketok di paripurna, draf UU tersebut langsung dikirimkan ke presiden di hari yang sama.

Pasal-pasal kontroversi yang disorot publik di antaranya soal pembentukan dewan pengawas, pengajuan izin penyadapan, hingga penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Desakan penerbitan Perppu untuk mencabut UU KPK pun mencuat. Namun Jokowi berkukuh tak bakal menerbitkan Perppu.

Pengesahan selanjutnya adalah UU Minerba yang juga mendapat penolakan dari kalangan masyarakat sipil. RUU Minerba yang menjadi UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba itu disahkan pada 13 Mei 2020.

Sejumlah poin dalam beleid tersebut dinilai hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu. Beberapa ketentuan yang diubah di antaranya soal penghapusan sanksi bagi pihak yang mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan hingga penghapusan kewajiban untuk melaporkan hasil minerba dari kegiatan eksplorasi dan studi kelayakan.

Sistem kebut pengesahan juga terjadi pada revisi UU MK. Pembahasan UU hanya berjalan tiga hari mulai 25-28 Agustus.

Perubahan pasal dalam UU tersebut juga mengundang kritik publik. Sejumlah pasal dihapus, di antaranya soal masa jabatan hakim yang sebelumnya lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Sebagai gantinya, hakim dapat diberhentikan dengan hormat apabila berusia 70 tahun.

Revisi UU itu disahkan DPR pada awal September di tengah hujan kritik sejumlah kalangan. Koalisi masyarakat sipil menilai materi dalam UU baru itu sarat barter kepentingan antara DPR dan MK.

Teranyar, adalah pengesahan UU Ciptaker yang berujung gelombang demo di berbagai daerah. Kritik dan aksi protes bahkan telah digelar sejak tahun lalu untuk menggagalkan pembahasan RUU Ciptaker.

Namun pembahasan terus bergulir di DPR. Pengesahan justru dipercepat menjadi 5 Oktober dari jadwal semula pada 8 Oktober. Pandemi covid-19 menjadi alasan bagi DPR untuk mempercepat proses pengesahan.

Penerapan Omnibus Law sendiri telah disampaikan Jokowi sejak dilantik sebagai presiden di periode kedua. Ia selalu menyampaikan bahwa aturan sapu jagat itu bisa memudahkan investasi masuk sehingga tercipta lapangan kerja.

Presiden ke-7 RI itu bahkan memberi target 100 hari bagi DPR untuk menyelesaikan pembahasan. Selama hampir kurang lebih enam bulan DPR membahas draf RUU itu bersama pemerintah dan pakar.

Hingga akhirnya pemerintah dan DPR sepakat membawa RUU Ciptaker ke rapat paripurna dan disahkan menjadi UU.

Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo mendatangi aksi massa simpatisan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (7/9). Aksi simpatisan KAMI dilakukan terkait rencana deklarasi KAMI Jawa Barat yang tak kunjung mendapatkan izin keramaian.Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo mendatangi aksi massa simpatisan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (7/9)

Sejumlah poin dalam UU Ciptaker dianggap banyak merugikan kaum pekerja-buruh dari penghapusan aturan pesangon, menghilangkan batas Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), hingga mempermudah masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA).

Mulusnya proses pembahasan antara DPR dan pemerintah itu pun seolah menutup kritik dari berbagai pihak. Oposisi di parlemen justru tunduk terhadap berbagai pembahasan UU kontroversial tersebut.

Di periode kedua Jokowi tercatat ada tiga fraksi di luar pemerintah, yakni Demokrat, PKS, dan PAN. Namun penolakan hanya dilakukan Demokrat saat pembahasan RUU Minerba yang tetap disahkan sebagai UU.

Dalam pembahasan RUU Ciptaker, Demokrat juga termasuk yang vokal menentang. Saat sidang paripurna pengesahan bahkan partai berlambang bintang mercy itu sempat walkout. Namun penolakan Demokrat bersama PKS kala itu tak banyak mengubah pembahasan RUU Ciptaker. Ujungnya RUU itu tetap disahkan menjadi UU.

Di tengah deretan pengesahan RUU kontroversial itu, kritikan justru muncul dengan adanya Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).

Organisasi yang dideklarasikan pada 18 Agustus itu menyampaikan sejumlah tuntutan pada Jokowi. Deklarator KAMI Gatot Nurmantyo juga sempat menyinggung bahwa negara saat ini telah dikuasai oligarki kekuasaan dan dipermainkan sekelompok orang.

Tak lama muncul Partai Ummat, bentukan Amien Rais. Mantan Ketua Umum PAN itu mengklaim bahwa Partai Ummat sengaja didirikan untuk melawan kezaliman yang menyasar masyarakat Indonesia.

Amien sendiri selama ini dikenal cukup lantang mengkritik Jokowi.

Terlepas dari berbagai kepentingan organisasi tersebut, pembentukan KAMI dan Partai Ummat dinilai menjadi bentuk ketidakpuasan terhadap berbagai kebijakan Jokowi.

"Ini distrust terhadap presiden meninggi dan bisa dilihat dalam langgam yang berbeda bagaimana mereka membentuk oposisi dengan gerakan-gerakan itu," ucap Zainal.

(ain/fey/ain)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER