Irjen Napoleon Bonaparte Didakwa Terima Suap Rp6 Miliar

CNN Indonesia
Senin, 02 Nov 2020 12:18 WIB
Irjen Napoleon Bonaparte didakwa menerima suap sekitar Rp6 miliar dari terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.
Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte. (CNN Indonesia/ Michael Josua)
Jakarta, CNN Indonesia --

Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte didakwa menerima suap sebesar SGD200 ribu atau sekitar Rp2.145.743.167 dan US$270 ribu atau sekitar Rp3.961.424.528 dari terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.

Suap total sekitar Rp6 miliar itu dimaksudkan agar Napoleon menghapus nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktrorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.

"Dengan cara Terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte, M.Si., memerintahkan penerbitan surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI, yaitu surat nomor B/1000/IV/2020/NCB-Div HI, tanggal 29 April 2020, surat nomor: B/1030/V/2020/NCB-Div HI tanggal 04 Mei 2020, surat nomor 8 1036/V/2020/NCB-Div HI tgi 05 Mei 2020," ujar Jaksa penuntut umum saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Yang dengan surat-surat tersebut pada tanggal 13 Mei 2020 pihak Imigrasi melakukan penghapusan status DPO a.n. Joko Soegiarto Tjandra dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistim Informasi Keimigrasian (SIMKIM) Direktorat Jenderal Imigrasi," lanjut Jaksa.

Jaksa menuturkan latar belakang kasus suap ini, yang berawal pada 2015 ketika Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia pada Divhubinter Polri yang dijabat oleh Brigjen Pol Setyo Wasisto bersurat kepada Dirjen Imigrasi (u.p. Dirdikdakim) ihwal DPO a.n Djoko Tjandra yang diperkirakan akan masuk ke Indonesia.

Berdasarkan surat tersebut, Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian pada Ditjen Imigrasi menginstruksikan kepada Kepala Kantor Imigrasi seluruh Indonesia melalui Surat Nomor IMI.5.GR.02.06- 3.20135 tanggal 12 Februari 2015 untuk melakukan tindakan pengamanan dan berkoordinasi dengan aparat Kepolisian setempat untuk dilakukan tindakan hukum terhadap Djoko Tjandra.

Sekitar April 2020, Djoko menghubungi pengusaha Tommy Sumardi agar bisa masuk wilayah Indonesia secara sah untuk mengurus Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghukum Djoko dengan pidana penjara 2 tahun dan denda Rp15 juta subsider 3 bulan.

Dalam percakapan tersebut, Djoko menanyakan status Interpol Red Notice di Divhubinter Polri karena sebelumnya ia mendapat informasi bahwa Interpol Red Notice atas namanya sudah dibuka oleh Interpol Pusat di Lyon, Perancis.

Berdasarkan permasalahan tersebut Djoko kemudian berhubungan dengan Napoleon dan juga mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.

Prasetijo mendampingi Tommy, orang suruhan Djoko, untuk bertemu dengan Napoleon. Pada 16 April 2020, Tommy turut membawa paper bag warna gelap (merah tua) dalam pertemuan di gedung TNCC Mabes Polri.

Napoleon menyatakan akan mengecek dan meminta waktu bertemu keesokan harinya. Dalam pertemuan itu Napoleon, "Red Notice Joko Soegiarto Tjandra bisa dibuka, karena Lyon yang buka, bukan saya. Saya bisa buka, asal ada uangnya".

Kemudian Tommy menanyakan nominal uang yang harus dibayar dan dijawab Napoleon dengan, "3 lah ji (3 milliar)".

Penyerahan uang pertama sebesar US$100 ribu. Namun di perjalanan uang dibagi dua dengan Brigjen Prasetijo sehingga masing-masing mendapat US$50 ribu.

"Namun Terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte, M.Si., tidak mau menerima uang dengan nominal tersebut dengan mengatakan 'Ini apaan nih segini, ga mau saya. Naik ji jadi 7 (tujuh) ji soalnya kan buat depan juga bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau dan berkata "petinggi kita ini"," tutur Jaksa.

Atas perbuatannya itu, Napoleon didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 jo. Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b, atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

(ugo/ryn/ugo)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER