Djoko Tjandra Didakwa Suap 2 Jenderal dan Pinangki Rp15,66 M

CNN Indonesia
Senin, 02 Nov 2020 17:47 WIB
Djoko Tjandra didakwa suap dua jenderal polisi dan satu jaksa untuk dua kasus berbeda. Antara Foto/ Sigid Kurniawan
Jakarta, CNN Indonesia --

Jaksa Penuntut Umum mendakwa Djoko Tjandra menyuap dua jenderal polisi senilai Rp8,31 miliar guna membantu menghapus namanya dari Daftar Pencarian Orang (DPO) dan menyuap Jaksa Pinangki Sirna Malasari Rp7,35 miliar.

Upaya tersebut dimaksudkan agar Djoko nantinya bisa masuk ke wilayah Indonesia secara sah dan tidak ditangkap oleh aparat penegak hukum lantaran berstatus buronan. Ia merencanakan untuk mendaftar Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghukumnya dengan pidana 2 tahun penjara dan denda Rp15 juta subsider 3 bulan kurungan atas korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali.

"Terdakwa turut serta melakukan dengan H. Tommy Sumardi yaitu memberi uang sejumlah Sin$200 ribu dan US$270 ribu kepada Irjen Napoleon Bonaparte dan memberi uang sejumlah US$150 ribu ke Brigjen Prasetijo Utomo," kata Jaksa saat membacakan surat dakwaan di PN Tipikor Jakarta, Senin (2/11).

Dengan kurs BI per Senin (2/11), Napoleon mendapat total Rp6,11 miliar dan Prasetijo memperoleh Rp2,2 miliar.

Djoko dibantu oleh pengusaha Tommy Sumardi untuk mendekati dua pejabat kepolisian tersebut. Dengan suap sejumlah total sekitar Rp8,31 miliar untuk dua jenderal polisi, nama Djoko berhasil terhapus dari DPO.

Dalam surat dakwaan, disebutkan bahwa Napoleon memerintahkan penerbitan surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI, yaitu surat nomor B/1000/IV/2020/NCB-Div HI, tanggal 29 April 2020, surat nomor B/1030/V/2020/NCB-Div HI tanggal 4 Mei 2020, surat nomor 8 1036/V/2020/NCB-Div HI tanggal 5 Mei 2020.

"Yang dengan surat-surat tersebut pada tanggal 13 Mei 2020 pihak Imigrasi melakukan penghapusan status DPO a.n. Joko Soegiarto Tjandra dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistim Informasi Keimigrasian (SIMKIM) Direktorat Jenderal Imigrasi," lanjut Jaksa.

Atas perbuatannya itu, Djoko Tjandra didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.

Fatwa MA

Dalam surat dakwaan, Jaksa juga mendakwa Djoko menyuap eks Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung, Pinangki Sirna Malasari, untuk mengurus fatwa MA.

Fatwa itu dimaksudkan agar meloloskan Djoko dari hukuman MA dalam kasus korupsi hak tagih Bank Bali.

Djoko menyuap Pinangki dengan uang sebesar US$500 ribu (Rp7,35 miliar). Jaksa menerangkan uang itu merupakan fee dari jumlah US$1 juta yang dijanjikan Djoko Tjandra. Uang itu diterima Pinangki melalui perantara yang merupakan kerabatnya sekaligus politikus Partai NasDem, Andi Irfan Jaya.

Dalam awal proses pengurusan fatwa ini, Jaksa menuturkan Pinangki dibantu dengan seseorang bernama Rahmat untuk bisa bertemu dengan Djoko Tjandra.

Pertemuan antara Pinangki dengan Djoko Tjandra akhirnya berlangsung di kantor Djoko, The Exchange 106 Kuala Lumpur, Malaysia, 12 November 2019. Pinangki kemudian memperkenalkan diri sebagai Jaksa yang mampu mengurusi upaya hukum Djoko.

Djoko meminta Pinangki membuat Action Plan. Proposal Action Plan yang ditawarkan berisi rencana tindakan dan biaya untuk mengurus fatwa MA melalui Kejaksaan Agung.

"Namun Terdakwa Joko Soegiarto Tjandra hanya menyetujui dan menjanjikan seluruh pembiayaan yang dituangkan dalam Action Plan sebesar US$10 juta," kata Jaksa.

Infografis Jejak Djoko Tjandra di Indonesia. (Foto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi)

Djoko dalam dakwaannya juga disebut melakukan pemufakatan jahat dengan Pinangki dan Andi Irfan Jaya dalam pengurusan fatwa MA. Jaksa berujar mereka menjanjikan uang US$10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung.

Mendengar dakwaan di atas, Djoko melalui Tim Penasihat Hukumnya memutuskan untuk tidak mengajukan keberatan atau eksepsi.

"Setelah berkomunikasi dengan klien kami, kami memutuskan tidak mengajukan eksepsi," kata pengacara Djoko, Soesilo Aribowo usai sidang.

Sebelumnya Penasehat Hukum Pinangki, Aldres Napitupulu, saat membacakan eksepsi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (30/9), membantah kliennya meminta maupun menerima uang US$ 500 ribu dari Djoko Tjandra ataupun orang lain.

 

(ryn/arh)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK