Kasus Semanggi Gugat Jaksa Agung Akan Diputus Besok

ryn | CNN Indonesia
Selasa, 03 Nov 2020 23:10 WIB
Sidang Gugatan terhadap Jaksa Agung ST Burhanuddin yang menyatakan Tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM akan diputus besok, (4/11).
ilustrasi Kasus tragedi Semanggi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sidang Gugatan terhadap Jaksa Agung ST Burhanuddin yang menyatakan Tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memasuki agenda pembacaan putusan, Rabu (4/11).

Sidang tersebut rencananya digelar secara tertutup, sedangkan hasil putusannya akan diunggah di sistem e-court.

"Majelis Hakim menyampaikan putusan yang kami nanti pada Rabu, 4 November 2020," ujar Trioria Pretty dari Koalisi untuk Keadilan Semanggi I dan II yang menjadi kuasa hukum penggugat kepada CNNIndonesia.com, Selasa (3/11) malam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pretty menyatakan proses persidangan menunjukkan bahwa pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin tentang tragedi Semanggi I dan II adalah perbuatan melawan hukum. Kata dia, setidaknya terdapat tujuh fakta yang terungkap dalam persidangan terkait kasus tersebut.

Ia berujar perbuatan Jaksa Agung ST Burhanuddin bukan sekadar kutipan biasa melainkan kebijakan. Hal itu karena diucapkan dalam kapasitas jabatan dan dalam forum resmi di hadapan Komisi III DPR.

Apalagi dalam persidangan, tutur Trioria Pretty, saksi dari Kejaksaan Agung menyampaikan bahwa pernyataan Jaksa Agung adalah perbuatan matang yang telah dipersiapkan terlebih dahulu dan diketik dalam laporan yang akan diserahkan kepada Komisi III DPR.

Sebagai sebuah kebijakan, terang dia, pernyataan tersebut memiliki konsekuensi seperti ketidakpastian hukum bagi korban dan keluarga korban.

"Kedua, tidak diungkapnya kasus ini meniadakan tanggung jawab Negara atas pembunuhan TSS (Trisakti, Semanggi I-II) dan melanggengkan impunitas di Indonesia," ucap Pretty.

Pretty menyatakan yang berhak menentukan terjadi atau tidaknya pelanggaran HAM berat adalah Komnas HAM sebagai penyelidik dan Jaksa Agung sebagai penyidik, bukan DPR.

Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyatakan peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat dengan mengacu kepada hasil Rapat Paripurna DPR.

"Oleh karena itu, Jaksa Agung tidak dapat membuat pernyataannya tersebut di hadapan DPR," imbuhnya.

Pretty melanjutkan selama ini Komnas HAM mendapati hambatan karena Jaksa Agung tidak pernah memberikan surat perintah untuk melakukan upaya paksa berupa penggeledahan dan penyitaan sebagaimana diatur Undang-undang.

"Hal ini dikuatkan oleh Choirul Anam (Komisioner Komnas HAM) dalam persidangan menyampaikan bahwa sesungguhnya masalah kasus TSS adalah tidak adanya political will pemerintah, bukan masalah teknis hukum," katanya.

Pretty berujar saksi dari Kejaksaan Agung menunjukkan ketidakjujuran ketika menyatakan bahwa telah dibentuk Pengadilan Militer untuk Semanggi I-II. Padahal, menurut dia, Semanggi I belum pernah diadili oleh Pengadilan apa pun.

Ia menambahkan, rumusan hasil bedah kasus pelanggaran HAM berat di Bogor yang dilaksanakan pada 15-19 Februari 2016 antara Kejaksaan Agung dan Komnas HAM tidak ditandatangani oleh kedua belah pihak.

"Tapi kemudian dokumen bedah kasus tersebut selalu dijadikan alasan bahwa seolah-olah kedua lembaga negara yang berwenang sudah sepakat menyelesaikan kasus HAM berat melalui rekonsiliasi," ujar Pretty.

Keluarga Mahasiswa Universitas Atma Jaya Bernardus Realino Norma Wirawan atau Wawan yang tewas tertembak dalam tragedi Semanggi 1 melakukan tabur bunga pada peringatan 17 Tahun Tragedi Semanggi 1 di Jakarta, Jumat (13/11). Dalam peringatan tersebut para mahasiswa menuntut agar pemerintah serius dalam menangani kasus kekerasan serta terbunuhnya mahasiswa pada tragedi tersebut. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/ama/15Keluarga Mahasiswa Universitas Atma Jaya Bernardus Realino Norma Wirawan atau Wawan yang tewas tertembak dalam tragedi Semanggi 1 melakukan tabur bunga pada peringatan 17 Tahun Tragedi Semanggi 1 di Jakarta, Jumat (13/11). (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/ama/15)

Rangkaian fakta di atas, lanjut Pretty, menunjukkan Jaksa Agung ST Burhanuddin telah melanggar sejumlah peraturan perundangan, serta asas kecermatan, profesionalitas dan asas pengharapan yang layak.

"Oleh karena itu sudah seharusnya PTUN mengabulkan permohonan keluarga korban Semanggi I-II dan menyatakan pernyataan Jaksa Agung adalah perbuatan yang bertentangan dengan hukum," kata Pretty.

Jaksa Agung ST Burhanuddin digugat ke PTUN Jakarta, Selasa (12/5), terkait dengan pernyataannya bahwa peristiwa Semanggi I dan II bukan termasuk pelanggaran HAM berat.

Gugatan ini merupakan tindak lanjut dari keberatan administratif yang telah disampaikan keluarga korban, didampingi oleh Advokat dari LBH Jakarta, kepada Jaksa Agung pada 13 Februari 2020. Namun, dalam surat balasan tertanggal 19 Februari 2020, Jaksa Agung tidak ingin mencabut pernyataannya.

(end/end)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER